SELAMAT DATANG!

Welkom! Wellcom!!benvenuto!willkommen!Bienvenue!!
Semua kata diatas berarti SELAMAT DATANG! dari Indonesia.
Semoga kalian-kalian yang mengunjungi blog ini akan merasa nyaman dan nggak pulang pulang kaya Bang Toyib, atau malah kesasar Nyari Alamat Palsu kaya Ayu Ting-Ting,,,,,,,
"DON'T COPAS PLEASE!!! TRY TO BE HONEST GUYS!!"
Semoga betah dan nggak kapok mampirr. :D

Tuesday, July 31, 2012

Protect Me!!! Ekstra 2


“Yang, bangun” Dinda mengguncang-guncang tubuh Lio yang masih berselimut tebal. “Yaaang, udah jam 5 nih” Diguncangnya sekali lagi, tapi belum bangun juga. Dinda mendekatkan wajahnya ke wajah Lio dan mencium pipinya, “Bangun dooong” Saat akan mencium pipinya sekali lagi, tiba-tiba Lio menoleh ke kiri menyambut ciuman Dinda dengan bibirnya. Dinda berteriak, tapi tentu Lio tidak menghentikan aksinya. Malah semakin bersemangat.
Dinda juga ditarik ke pelukan suaminya, mereka bergelung sebentar di ranjang sebelum Lio menghentikan serangan fajarnya. “Pagi Sayang” Sapa Lio dengan tersenyum lebar
“Nakal ihhh!! Dibangunin dari tadi nggak bangun-bangun, solat subuh gih”
“Dingin, peluk lima menit lagi” Bukannya menuruti perkataan Dinda Lio malah mengubur wajahnya di rambut Dinda.
“Tapi..” Dinda berusaha melepaskan kurungan Lio
“Nggak ada tapi-tapian”
“Tapi---“

Klek
“Dinda?”Tiba-tibaDimas masuk ke kamar pasangan yang baru menikah empat bulan yang lalu itu.
“Heh!!” Lio dan Dinda langsung bangkit dari posisi berbaring.
“Wah wah wah,,, Nggak sopan, Gue suruh bangunin Lio, kenapa lo malah tidur lagi?” Dengan wajah tidak bersalah Dimas malah menegur Dinda
“Heh! Lo itu yang nggak sopan, kenapa lo di pagi buta begini ke rumah gue?” Lio melirik nakas, tempat jam digital yang menunjukkan pukul lima lebih dan semakin  kesal, Dinda hanya bisa tersenyum kecut. Dua orang tua ini kalau bertemu, sudah dipastikan posisinya akan tersingkir. Ributnya ngalahin suami istri.
“Udah ah! Buruan solat, ayo dek” Ajaknya ke Dinda lalu pergi
“Kenapa sih ada dia?Mana istrinya?” Tanya Lio beruntun
“Mbak Inggit lagi ke luar kota, ada workshop sama tinjauan apa gitu,” Jelas Dinda sambil merapikan tempat tidur, tapi sulit karena Lio belum bangkit. Masih duduk di bedcover
“Terus apa hubungannya?” Lio mulai merasakan firasat tidak enak
“Kak Dimas ngerasa jadi duda dadakan, jadi dia ke sini. Mau nginep sementara sampai mbak Inggit pulang”
“Hah? Nggak boleh! Kita baru nikah empat bulan udah diganggu aja” Lio langsung protes
“Aku sih maunya dia tinggal di rumah Ayah sama Ibu aja, abis kalo kalian ketemu ribut terus sih. Tapi Ayah sama Ibu kan lagi liburan. Nggak ada orang”
“Dindaaaa,, Liooo,, Ayo!” Terdengar teriakan dari ruang solat
“Iyaaa,, Ayo ah solat dulu, Lapor kalo hari ini kita masih hidup” Dinda menarik Lio bangkit, tapi Lio menariknya, mengecupnya sekilas. Lio tidak bosan-bosannya menggoda Dinda.
***
Hidup Lio dan Dinda empat bulan ini menyenangkan, kadang juga ngeselin, atau bertengkar. Tapi menurut Dinda ini adalah masa-masa paling membahagiakan sepanjang hubungannya dengan Lio dimulai. Setiap hari sebelum tidur dia akan dipeluk Lio dan diusap-usap kepalanya sambil saling bercerita tentang kegiatan sepanjang hari, menurut Lio itu sangat penting. Karena sekarang Lio mudah sekali cemburu.Dinda banyak yang naksir, jadi secara nggak disadari Dinda, Lio telah menginterogasinya.
Dinda walaupun sudah besar, tapi tetap belum juga dewasa, Lio kadang gemas melihat Dinda yang tidak ngeh kalau digoda teman kerjanya. Pekerjaan Lio dulu sebelum mereka pacaran, selama pacaran, bahkan setelah menikah, masih jadi malaikat pelindung Dinda. Dinda sudah lebih sehat, walaupun kadang masih bandel telat makan, jadinya kadang magh-nya kambuh dan Lio merawat Dinda seperti sebelum-sebelumnya. Lio lebih galak lagi mengatur porsi makan, jam makan, dan apa saja yang dimakan Dinda. Dinda karena terbiasa sejak kecil diperlakukan seperti itu oleh Lio dan Dimas hanya harus menggandakan kesabarannya, diluar itu tidak masalah. Malah dia bersyukur mempunyai pasangan yang sangat perhatian.
Setiap pagi Dinda akan membangunkan Lio yang dari dulu susah bangun pagi, untuk solat dan mandi. Bermacam-macam cara dilakukan, mulai dari yang lembut seperti tadi sampai dengan menyipratkan air es. Lio kemudian mandi dan kadang gantian memasak. Dinda sama sekali belum bisa memasak pada awal pernikahan, tapi Lio mengajarinya sedikit-sedikit akhirnya Dinda sudah mulai bisa memasak.
“Yang, masih ngantuk. Pakein kemeja dong” Lio selesai mandi dan berjalan bertelanjang dada menuju dapur dengan mata mengantuk walau habis mandi. Kebiasaannya karena dia baru bisa tidur di atas pukul duabelas malam.
“Oh ini kerjaan lo selama ini? Genit-genitan mulu lo! Om mesum” Dimas sudah rapi di meja makan, sementara Dinda yang juga sudah rapi sedang memasak nasi goreng.
“Ishhh,, terserah gue dong, genit sama istri sendiri kan halal. Yaaang” Dinda langsung mematikan kompor dan menghampiri Lio
“Kok nggak pake kaos putih sih? Keliatan dong” Protes Dinda
“Abis aku nggak nemu tadi” Dasar cowok, nggak mau ribet nyari. Maunya terima beres aja. Padahal Dinda sudah melipat rapi kaos-kaos putih untuk dalaman di lemari kecil kamar mandi.
Dinda berjalan ke kamar untuk mengambilkan kaos “Kak Dimas, ambil sendiri ya nasinya”
Dimas menggerutu dan merasa agak menyesal, kalau jadinya dipameri terus oleh Dinda dan Lio dia tidak akan ke sini. Niatnya mau gangguin kok malah jadi lebih kangen sama istri sendiri.
***
Dua hari kemudian,,,
“Kak Dimas kok jelek banget sih?” Dinda menyeletuk saat Dimas melewati Dinda yang sedang menonton TV
“Sembarangan, gue ganteng dan mature gini kok, tiba-tiba aja lo bilang gue jelek. Kalo jelek si Inggit nggak bakal nyantol ke gue” Dimas yang akan berlalu langsung duduk di sebelah Dinda. Lio sendiri belum pulang karena sedang lembur dan Istri Dimas juga belum kembali.
“Tapi gue ngerasa lo dekil banget tau kak, Suami gue juga gitu. Dulu dia ganteng banget, tapi kok akhir-akhir ini dia dekil juga. Jangan-jangan karena Kak Dimas lagi, nular dekilnya”
“Sialan! Tambah gede tambah nggak sopan ya lo. Lio belum balik, kok lo udah balik? Nggak ada siaran malem?”
Dinda menggeleng, “Gue pusing banget nih Kak”
“Yaudah lo tidur aja deh, mau minum obat?” Tawar Dimas, sedikit khawatir juga pada Dinda.
“Nggak mau minum obat, tidur aja deh. Tapi kalau kakak mau bikinin susu anget gue mau”
“Oke”
Saat Lio pulang jam sembilan malam Dimas menyapawaktu Lio melewati ruang TV, “Dinda sakit tuh”
“Sakit apa? Tadi perasaan pas gue telepon siang dia baik-baik aja” Lio langsung terlihat khawatir dan masuk kamar.
“Yeee,, belom juga di jawab, udah kabur aja” Omel Dimas lalu melanjutkan acara menonton TV-nya.
Lio langsung mandi dan berganti baju saat melihat Dinda masih tidur, selesai mandi dia membaringkan tubuhnya di samping Dinda dan memeluknya, membuat Dinda terbangun
Sorry.. masih sakit Yang?” Lio mengecup kening Dinda cepat
“Masih lemes”
“Udah makan?” Tanya Lio lagi, dijawab gelengan pelan Dinda
“Mau makan apa? Mau minum obat juga?”
“Mau makan nasi uduk di pojokan pasar itu, mau yang anget-anget. Aku nggak mau minum obat” Dinda bersuara sangat lemah dan sambil menangis, membuat Lio lebih khawatir.
“Yaudah,, aku beliin deh, kamu tidur lagi ya?” Dinda kembali menggeleng
“Aku mau makan di sana aja” Sebenarnya Lio sudah akan menolak, tapi Dinda yang menangis membuatnya tidak tega.
“Yaudah”
Sesampainya di tempat makan Dinda langsung turun dan memilih lauk untuk nasi uduknya dengan bersemangat, beda sekali dengan keadaan lemasnya di rumah. Dimas dan Lio langsung berpandangan dan saling mengangkat bahu melihat keanehan Dinda. Akhirnya mereka makan, Dinda makan dengan lahap, disuapi Lio dia berhasil menghabiskan satu setengah porsi nasi uduk.
“Kamu laper banget ya? Kapan terakhir makan?” Tanya Lio menyelidik
“Tadi siang pas kamu telepon aku langsung makan kok. Nggak tahu nih aku tiba-tiba laper banget”
“Udah sembuh Din?” Tanya Dimas menyelidik, dia seperti menyadari sesuatu, tapi masih tidak yakin. Dinda hanya mengangguk.
***
Lio yang memang menderita insomnia parah, tidak bisa tidur sebelum pukul dua, menonton pertandingan bola di TV. Di kamarnya tidak dipasang TV karena Dinda tidak bisa tidur kalau mendengar suara-suara. Tiba-tiba Dinda menghampirinya,
“Yang” Dinda duduk di sebelah Lio
“Kok kamu bangun sih?” Tanya Lio sambil merangkulkan lengannya pada Dinda, menyandarkan tubuh Dinda padanya.
“Nggak tau tiba-tiba kebangun, Laper Yang” Perkataan Dinda membuat Lio mengerutkan dahinya
“Tadi kan udah makan satu setengah porsi, jam setengah sepuluh lho Yang. Sekarang baru jam satu pagi”
“Nggak tau, aku mau telur dadar yang kamu bikinin. Lemes terus bawaannya, tapi laper juga” Akhirnya Lio memasakkan pesanan istri tercintanya, Dinda dengan sabar menunggu di meja makan yang berada tepat di depan dapur.Selesai memasak, Lio langsung membawa piring berisi telur dadar untuk Dinda, tapi begitu dia menengok ke meja makan Dinda sudah menelungkupkan wajahnya, tertidur.
“Lho? Yang,,” Dia berusaha membangunkan Dinda, tapi Dinda sudah pulas. “Apa dia tadi ngelindur ya? Lio membiarkan Dinda tertidur dulu di meja makan. Lio menghabiskan sendiri telur dadarnya sambil memandangi wajah Dinda. “Kamu kok beberapa hari ini aneh banget sih Yang? Aku sama Dimas dibilang dekil? Lemes lah, pusing, mual, makannya banyak lagi, sekarang ngelindur? Kamu sakit apa sih sebenarnya?” Dinda tidak menjawab pertanyaan Lio, sudah pulas tidur. Setelah makan telur dadar masakannya sendiri, Lio menggendong Dinda dan membaringkannya. Lio yang juga sudah mengantuktidur sambil memeluk istrinya.
***
Kresekk,,, kreseeekk,, kresekk..
Lio terbangun karena pergerakan Dinda yang ingin keluar dari kurunganlengannya. “Yang, aku mau pipis.. Udah jam lima nih” Lio langsung bangun dan mencoba mencium Dinda, ciuman selamat pagi seperti biasanya. Tapi Dinda menghindar “Yang, kamu belum sikat gigi ihh” Dinda berhasil keluar dari pelukan Lio langsung berlari ke kamar mandi. Lio yang ditinggal langsung manyun. Tumben nyium harus sikat gigi dulu, biasanya nggak juga nggak apa-apa.
Pukul 08.30 Lio sudah berada di kantornya, tadi sebelum Dinda berangkat Lio sudah mengingatkan agar tidak terlalu capek. Dinda sih bilangnya sudah sehat, tapi Lio tidak mau Dinda sakit lagi.
Lio melihat jadwalnya hari ini, tidak ada yang spesial, Lio bekerja di salah satu BUMN yang mengelola minyak nasional. Sebagai lulusan teknik perminyakan dia ingin bekerja di lapangan, tapi karena mempertimbangkan kesehatan Dinda dia mendaftar sebagai staff saja. Kalau bekerja di pertambangan lepas pantai, Lio tidak bisa pulang selama bebulan-bulan, dia pasti juga tidak tahan kalau tidak bertemu Dinda.
HP Lio tiba-tiba bergetar, “Halo Ta?” Sapanya pada sahabat istrinya di stasiun TV.
“Dinda pingsan” Lio langsung menegakkan duduknya
“Hah? Sekarang dia di mana? Klinik deket kantor lo? Oke gue kesana” Lio langsung mendatangi meja sekretarisnya, “Dini, Istri saya pingsan, saya mau ke klinik menjemputnya sebentar”
“Baik Pak” Lio langsung bergegas turun dan menuju ke klinik. Untung saja kantornya dengan kantor Dinda tidak begitu jauh, jadi dengan cepat Lio sudah sampai di klinik.
Ternyata Tata, sahabat Dinda sudah menunggu di luar klinik, “Gimana Ta?” Tanya Lio berusaha tenang
“Nggak tau, masih diperiksa dokter” Mendengar itu Lio langsung bergegas ke ruang perawatan darurat, tapi pintunya masih tertutup. Tata mengikutinya dari belakang.
“Kok Dinda bisa pingsan?”
Sambil menghampiri Lio Tata menjelaskan “Tadi waktu dia selesai siaran breaking news, dia bilang pusing gitu, lemes. Gue suruh dia duduk sebentar, mau gue ambilin minuman anget, pas gue balik dia udah pingsan” Wajah Lio terlihat khawatir “Dia sakit ya?”
“Iya, kemarin dia juga pusing gitu, tapi tadi malem udah sehat. Gue kirain udah sembuh. Tadi pagi dia juga bilang udah sehat kok. Nggak taunya” Lio melirik ke pintu pemeriksaan Dinda lalu melanjutkan “Dia juga aneh gitu akhir-akhir ini, dia makannya banyak, terus maunya aneh malem-malem”
“Hah? Beneran?” Tata terlihat bersemangat, tapi tentu saja Lio tidak menyadari maksudnya.
“Iya, emang kenapa Ta?” Bukannya menjawab Tata malah menyalaminya. “Kenapa sih Ta?”
“Selamat, Lo sebentar lagi bakal jadi bapak”
“Hah? Maksud lo?” Pertanyaan bodoh Lio langsung di sambut dengan jitakan keras dari Tata
“Ah, om bego!! Dia hamil dudul”
“Hah??????” Lio malah lebih bengong lagi “Beneran?”
Klek, pintu pemeriksaan terbuka. Dokter perempuan keluar dari sana.
“Gimana istri saya dok?” Tata yang sudah yakin apa yang dikatakan dokter itu langsung izin masuk untuk bertemu Dinda.
“Selamat Pak, istri anda positif hamil” Lio langsung bengong, jadi Tata benar? “Bu Dinda baru hamil lima minggu, mohon dijaga Pak. Karena sepertinya kondisi Bu Dinda agak sedikit lemah”
“Oh iya dok, makasih! Istri saya dulu lahirnya prematur, jadi memang keadaan tubuhnya agak lemah”
“Wah kalau begitu Bapak dan Ibu harus lebih intensif memeriksakan kehamilan ya pak!”
“Iya dok, sekali lagi, terimakasih Dok!” Lio mendesah bahagia lalu bergegas masuk ke kamar Dinda diperiksa. Di dalam dia melihat Dinda yang masih terbaring di ranjang. “Hei” Sapanya dengan suara serak, dia masih belum percaya sepenuhnya. Dinda tersenyum lemah, bibirnya pucat.
“Tuh Lio dateng, gue balik kantor dulu ya” Setelah berpamitan dengan Dinda, Tata berbisik ke Lio. “Belom gue kasih tau Daddy wanabe, surpise her!!” Lio hanya bisa menggelengkan kepalanya, Tata memang usil.
“Kamu udah enakan?” Dinda hanya mengangguk sambil menahan tangis, sama seperti dulu Dinda selalu tidak tahan diperhatikan saat sakit. Dia mudah menangis saat sakit. Lio langsung mengusap air mata yang jatuh dan mencium bekasnya. “Kamu udah siap pulang atau mau di sini dulu?”
“Maafin ya, aku sakit lagi”
“Kenapa sih? Nggak apa-apa, mulai sekarang aku bakal lebih sering ngatur makan kamu, kegiatan kamu, kerja, atau apapun”
“Hahaha,,,, kamu gitu banget sih Yang, kan aku nggak sekali ini sakit” Lio langsung memeluk Dinda
“Kita bakal punya bayi” Hening.. “Kamu hamil”
“Hah?”
***
Kriiingggg...
“Iya yang?” Lio sedang berjibaku dengan dokumen-dokumen laporannya ketika Dinda untuk kesekian kalinya dalam sehari ini menelepon. Sejak pemberitahuan bahwa Dinda hamil, Dinda mendadak jadi menginginkan banyak hal, lebih dari sebelumnya. Ngidam parah.
“Nanti kalau kamu pulang, aku bawain martabak manis juga ya? Yang di deket minimarket itu. Aku nggak mau kalau yang lain” Lio mendesah, sebelum telepon ini Dinda sudah memintanya membelikan Es krim, padahal di rumah sudah ada es krim. Tapi Dinda mau eskrim yang baru di beli. Dia memesan rasa yang sama dengan yang ada di rumah. Kenapa bukan Dimas? Padahal tempat kerja Dimas lebih dekat dengan kafe es krim atau martabak? Lagipula Dimas masih tinggal dengan mereka. Jawabannya, karena Dinda menginginkan kalau semua keinginannya dipenuhi Lio, bukan orang lain.
“Nggak bisa yang deket sama kafe gelatonya aja Yang? Sekalian gitu?” Lio berusaha membujuk
“Nggak mau, aku maunya yang di deket minimarket.”Lio mendesah sekali lagi sebelum mengiyakan. Dinda sedang bedrest, cuti. Lio membuktikan perkataannya, sekarang Dinda diatur penuh. Dinda membantah, tapi Lio didukung dokter kandungan yang memeriksa Dinda. Dinda disarankan bedrest selama bebrapa hari karena morning sickness yang parah, pola makan yang buruk, dan keadaan tubuh Dinda sendiri yang memang lemah. Sebenarnya sebelum Dinda pingsan, dia sudah mengalami beberapa kali muntah, pusing, dan tidak napsu makan. Tapi dia menyembunyikannya dari Lio, takut Lio khawatir. Lio mau mengomel habis-habisan, tapi langsung tidak tega ketika melihat wajah sedih Dinda.
Lio memutar percakapannya dengan Dinda beberapa hari yang lalu, dia masih memikirkannya sampai sekarang. Salah satu alasannya menuruti semua keinginan Dinda. Kemarin dia dan Dinda sudah pulang dari klinik, Dinda langsung istirahat. Lio sendiri berusaha membuat Dinda nyaman, menanyakan apa keinginan Dinda, tapi Dinda hanya ingin istirahat.
Saat akan lelap tertidur, Lio mendengar Dinda di kamar mandi sedang muntah.
“Kamu nggak apa-apa yang?” Lio khawatir, sejak mereka pulang dari dokter sudah tiga kali Dinda muntah. Dinda hanya menggeleng. Dengan dipapah Lio, Dinda kembali ke kamar. “Minum dulu ya” Lio mengambilkan air putih. Dinda kembali berbaring, tapi memunggungi Lio. “Kamu kenapa?” Dinda sudah menangis.
“Aku nggak tau, Aku nggak tau aku bisa nggak jadi orang tua yang baik buat anak kita” Lio langsung membalikkan badan Dinda dan melayangkan pandangan tidak suka
“Kamu ngomong apa sih? Hormon perempuan hamil ya?”
“Aku hamil aja udah lemah gini, Apa anak kita sehat nanti? Jangan-jangan anak kita nanti sakit-sakitan” Lio memeluk Dinda, menenangkan.
“Aku takut nantinya kita nggak bisa jadi orang tua yang baik, khususnya aku. Nanti kalo aku jadi Ibu, gimana kalo aku sakit-sakitan nggak bisa ngasih yang terbaik buat dia?”
Lio langsung mencium Dinda, “Jangan pikirin yang lain dulu, kamu istirahat, sehat nanti pasti bayi kita bahagia”Dinda malah menangis lebih keras di dada Lio.
“Kita nggak tau nantinya gimana, emangnya aku nanti pasti jadi orangtua yang bener? Aku aja nggak tau kamu hamil sampai dokter yang bilang. Aku jagain kamu aja nggak bisa, gimana mau jagain bayi kita?” Dinda langsung mencubit perut Lio
“Kok malah bercanda sih? Aku kan emang sering sakit, bukan salah kamu!!” Dinda protes
“Hahaha,,, bukan itu intinya, kita sama-sama belum pernah jadi orangtua, jadi kita akan sama-sama belajar. Kamu nggak bisa ngomong kalau kamu bukan orangtua yang baik, karena kamu aja belum pernah jadi orang tua, belum pernah jadi Ibu” Dinda langsung tersenyum dan mencium pipi Lio.
Lio sadar kekhawatiran Dinda, Dinda merasa sedih karena dokter mengatakan kandungannya lemah. Dia takut bayinya tidak bertahan karena keadaan Ibunya, tapi Lio yakin kalau mereka akan baik-baik saja. Dinda itu kuat, pasti bayi mereka mengerti keadaan Ibunya. Dan Lio akan selalu mendukung Dinda.
***
Dinda sedang berada di ruang TV memamah biak, memakan berbagai macam pesanannya pada Lio. Duduk selonjoran, bersandar di dada Lio.
“Nanti gendut lho Yang” Lio melirik bungkus kartabak yang kosong dan kotak eskrim yang masih setengah terisi.
“Biarin”
“Nggak cakep lagi lho”
“Terusss?” Dinda mulai senewen. Orang hamil kan pasti makannya banyak.
“Hahaha,,” Lio langsung merangkul Dinda, “Nggak apa-apaaaaa. Cakep nggak cakep aku tetep sayang kok”
“Ihhhh,, aku harus cakep dooong. Pokoknya aku cakep terus, titik!!!” Salaah lagi, tujuannya kan muji, malah nggak terima. Cewek maunya cakep terus.
“Iya iyaa...”
Kriiiiinggggg....
Lio mengangkat telepon wireless di belakangnya
“Halo”
“Kamu itu yaaa,,, Maksudnya apaaaaa?” Lio langsung menjauhkan gagang telepon dari telinganya.
“Siapa?” Tanya Dinda masih tetap menikmati eskrimnya. Bunda, jawab Lio tanpa suara. Dinda langsung melanjutkan makannya.
“Ada apa sih Bun?” Tanya Lio hati-hati sambil mengingat, kesalahan apa yang dilakukannya sehingga Bundanya marah seperti itu. Sepertinya tidak ada.
“Dinda hamil ya?” Ohhh,, jadi Bundanya mau menanyakan keadaan menantunya yang hamil, kenapa harus marah
“Iya” Jawab Lio santai
Jawaban yang salah, karena“Apaaaa??? APA?! Kenapa nggak ngasih tau Bundaa? Itu cucu pertama Bunda tau, kenapa nggak ngasih kabar apa-apa, kemarin Bunda telepon kenapa nggak dikasih tau kenapaaaaa????”
“Eh?” Lio jadi bingung harus berkata apa, mereka hanya mengatakan pada Dimas, itu juga karena mereka sedang tinggal bersama. Lio sendiri belum berpikir untuk memberitahukan kepada kedua orangtua mereka karena masih konsentrasi pada Dinda yang emosi dan kesehatannya naik turun. “Eh, Bun---“
“Ah eh ah eh, jawab yang bener!!”
“Lio nggak mikir Bun, tapi kan Bunda akhirnya tau. Dikasih tau siapa?”
“Dimas ngasih tau besan, terus Besan telepon mama. Besannggak mau telepon Dinda, telepon ke Indonesia kan mahal” Bundanya suka sekali menyapa Ibu Dinda dengan Besan, karena kata Bunda, beliau sudah memimpikan Ibu Dinda sebagai besannya sejak lama.
“Lha? Kan kalau Ibu nelepon Bunda juga mahal”
“Kamu ini, bukan itu masalahnya kan. Sekarang mantu Bunda gimana keadaannya? Ngidam apa? Eh nggak usah jawab, nanti Bunda ke sana, Besan juga mau pulang segera. Bunda sama Besan mau nginep di sana, mau ngurusin mantu”
“Bun---” tuttt tuutt, Bundanya sudah menutup teleponnya. Lio langsung berpikir cepat, Bunda Ayah, Ibu Ayah, Dimas, Inggit.. Wah pasti nanti rumahnya riuh dan penuh dengan kecerewetan Ibu-ibu.
“Yang?” Dinda ternyata sudah menghabiskan eskrimnya
“Apa?” Tanya Lio, dan tiba-tiba seperti ada lampu yang menyala di atas kepalanya Lio “Eh Yang? Kamu nggak mau apa gitu? Kita nginep di hotel sehari aja yuk? Aku cuti deh”
“Eh? Mauuuu,, kok tumben Yang?”
“Nanti Orangtua kita mau kesini semua, Ibu sama Ayah juga mau langsung pulang. Kita bakal dimarahin karena nggak ngasih tau kamu hamil, kita kabur dulu yuk, besok baru balik. Menyepi sebelum kita dicerewetin”
Dinda langsung bangun dari duduknya “Ayo cepet Yang, cepet”

***
Dua Jam kemudian..
Kriingg....
Lio terbangun karena mendengar dering HP-nya
“Ha---“
“LIOOOOOOO!!! Kamu dimana? Cepat pulang!!!”

No comments: