Sebuah Harapan
Aku akhirnya bisa tenang dan mengikuti orientasi seperti teman-temanku yang lain. Sebenarnya Bea, Febi, dan Aliya melarang karena katanya aku masih kelihatan pucat dan mereka dengan senang hati mau menemaniku karena merasa malas mengikuti orientasi yang membosankan. Aku juga sebenarnya masih takut kalau nanti aku bertemu Kak Rasti, jadi aku hati-hati sekali berjalan menuju Auditorium.“Sama aja kali, di sana juga pasti ujung-ujungnya tidur” Febi menyatakan alasannya saat aku masih ngotot untuk mengikuti orientasi. Aku hanya tertawa kemudian mendengar Bea menjitak kepala Febi. Sekarang disinilah kami, mendengarkan sejarah Louvre sambil terkantuk-kantuk. Tiba-tiba Aliya menyenggolku, aku menoleh.