SELAMAT DATANG!

Welkom! Wellcom!!benvenuto!willkommen!Bienvenue!!
Semua kata diatas berarti SELAMAT DATANG! dari Indonesia.
Semoga kalian-kalian yang mengunjungi blog ini akan merasa nyaman dan nggak pulang pulang kaya Bang Toyib, atau malah kesasar Nyari Alamat Palsu kaya Ayu Ting-Ting,,,,,,,
"DON'T COPAS PLEASE!!! TRY TO BE HONEST GUYS!!"
Semoga betah dan nggak kapok mampirr. :D

Saturday, February 4, 2012

BFFF(BEST FRIEND : FANTASTIC AND FABULOUS) 5 (THE END)

BFFF-Best Friend Fantastic and Fabulous
Hari ini adalah hari terakhir kami liburan di pulau, tadi malam kami menyalakan api unggun dan bernyanyi-nyanyi sampai dinihari, sebenarnya hanya Bea dan Febi sih yang menyanyi. Aku dan Kak Davi sibuk bergantian memotret dan Aliya hanya makan. Sumpah suara mereka bagus banget, Bea walaupun hanya mengambil spesialisasi cello dan piano, ternyata dia juga jago nyanyi. Febi sih memang masuk teater karena ingin jadi artis dan dia memang multitalenta.
Byurrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr
“Bangun lo!” aku tiba-tiba terbangun dan kaget karena disiram air, Ughh! Bersih nggak ni air?Aku membuka mataku, Ini bukan kamarku, bahkan aku tidak berada di kamar dan didepanku ada Kak Rasti?? Lagi??
“Kak Rasti??”
Aku tidak salah lihat, benar ini kak Rasti, tapi kenapa dia ada di sini? Dan bagaimana aku bisa sampai di sini? Tadi malam aku masih tidur di kasurku bersama Febi.
“Hai, kaget lo liat gue?” Kak Rasti tidak sendiri, dia bersama teman-temannya. Sepertinya kami ada di gudang, Heran Kak Rasti hobi banget sih main di gudang? Kotor tau, kemarin aja pas dia narik rambut aku di gudang aku harus mandi tiga kali karena menurutku badanku masih aja kotor dan bau, sepertinya tempat yang sekarang lebih parah, disini bau banget. Harus mandi berapa kali nih?
Kak Rasti kemudian menyuruh teman-temannya pergi dengan isyarat tangan. Sok berkuasa banget sih? Tapi syukur deh kirain bakal dikeroyok
“Nggak juga, Kak Rasti kan udah ninggalin inisial kami bertiga buat ngasih teror kan?” jawabku sambil mebetulkan posisi tempat dudukku, aku sedang diikat di kursi dengan menggunakan tali tambang yang gede banget. Niat banget.
“Hahahaha, iya. Maksud gue buat ngasih pelajaran dan peringatan buat lo. Tapi sepertinya lo mau gue bertindak lebih.” Kak Rasti kenapa sih sebenarnya?
“Kak Rasti ada masalah apa lagi sama gue?” Tanyaku, aku berpikir soal Desti? Ok Fine! Tapi mau sampai kapan Kak Rasti seperti ini?
“Lo masih tanya masalah apa?” Kak Rasti membentak dengan keras, kemudian dia mendekat padaku, menarik kerah kausku. Wajahnya mendekat padaku, aku hanya bisa memejamkan mata.
“Lo masih berani tanya masalah apa?” Bentaknya sekali lagi
“Lo tahu nggak gimana sedihnya keluarga gue? Lo tahu nggak gimana sedihnya gue? Desti adek gue satu-satunya! Dia adek yang paling gue sayang, oke dia bandel. Gue tau! Tapi dia tetep adek gue”
“Gue tau kak..” Kata-kataku dipotong
“Lo tahu apaaaa? Hah? Yang lo tahu sekarang cuma seneng-seneng sama temen baru lo! Yang lo tahu cuma seneng-seneng sama Davi, lo nggak tahu betapa sedihnya Desti??” Kak Rasti berjalan menjauh dan berjalan mondar-mandir.
“Kak?”
“Lo tahu rumah gue rasanya sepi banget nggak ada Desti? Lo tahu kalo tiap malem mama pasti curhat sama gue tentang Desti?”
“Lo tahu setiap pulang sekolah gue ke makamnya Desti dan apa yang lo lakukan? Lo tahu tiap hari sebelum dia meninggal Desti sering banget nyeritain lo berdua? Baiknya Avi, manjanya Diana! Carenya Diana, Diana! Nama lo yang sering banget adek gue ceritain”
“Kak???” Aku mengeraskan suaranya
“Tapi apa yang sekarang lo bales buat Desti? Lo lupain dia! Lo nggak pernah ke makamnya! Lo malah udah ngelupain dia..”
“Cukup Kak!” Aku gantian membentaknya, aku sedih sekali
“Kakak yang nggak tahu apa-apa! Gue juga sedih kak ditinggalin mereka! Gue masih kangen terus sama Desti dan Avi. Gue masih sayang mereka. Walaupun mereka nggak disini tapi mereka masih ada disini kak! Di hati gue. Sampai kapanpun mereka sahabat gue. Kakak pernah mikir gimana jadi gue? Gue ditinggalin sahabat gue, dua-duanya. Gue ngerasa bersalah juga kak. Nggak usah kakak omongin gue udah mau ngutuk diri gue buat menghilang sekalian. Coba kakak pikir, gue Desti sama Avi, kami udah sahabatan udah dari SD, gimana rasanya ditinggal temen yang udah lo anggep sodara. Gimana rasanya kehilangan sodara? Kakak tau kan gimana rasanya. Itu juga yang gue rasain kak. Gue nggak ada lagi temen curhat, yang mau nemenin gue pas gue kesepian, yang mau nemenin gue pas gue sakit dan nggak ada keluarga gue.” Aku sudah tidak sanggup berbicara lagi, aku hanya bisa menangis dan tidak bisa berhenti. Tiba-tiba Kak Rasti berjalan mendekat dan memelukku.
“Gue kangen Desti Di, Gue kangen dia” kak Rasti memelukku sambil menangis, aku membalas pelukannya
“Sama Kak, gue juga kangen mereka, Gue kangen banget” kami sama-sama menangis
“Lo tahu kak? Gue selalu dateng ke makam Desti setelah pulang sekolah” Kak Rasti kaget dan melepas pelukannya
“Jadi itu bunga dari lo?” tanyanya kaget sembil menghapus air matanya, aku tersenyum kemudian mengangguk
“Iya” kataku mantap
“Yaampun, maafin gue ya!” katanya dengan wajah menyesal
“Aduuh salah gue banyak banget, gue kirain lo udah lupa sama Desti, gue kira, gue kiraaa... Argghhhh! Sempit banget sih pikiran gue? Maafin guee yaaaa”
“Hahahaha, iya kak, udah deh minta maafnya. Aku udah tahu jam berapa kakak ke tempat Desti, jadi sebelum kakak dateng gue udah cabut”
“Sumpah! Gue minta maaf banget, gue udah buta karena kemarahan gue ngeliat lo lagi..”
“Dan ngeliat gue sama Kak Davi kan?” tanyaku memotong kalimatnya
“Apa? Hahahahahaha,, ohhhh”
“Kok oh sih kak? Bener kan?” godaku
“Gue udah nggak suka lagi sama Davi, gue Cuma nggak terima lo nemu cinta dan lo nemu sahabat baru padahal gue belum bisa lupa sama Desti”
“Aiihhhhh, siapa yang nemu cinta?” tanyaku malu-malu
“Nggak usah ngeles deh dan lagian gue waktu itu masih nganggep lo pembunuh”
“Kakak! Jangan mulai lagi dehhh”
“Hahahahahahahahhaa”
Braaaakkkkk.. suara pintu didobrak
“Dianaaa?” terdengar juga suara orang berlari-lari, sahabat-sahabatku dan Kak Davi.
“Dianaaa??” saat mereka menemukanku mereka kaget melihatku dan Kak Rasti yang dekat banget, seperti keluarga yang seratus tahun nggak ketemu.
“Hai guys” sapaku
“Hai” sapa Kak Rasti, mereka cuma bengong membuatku dan Kak Rasti tertawa.
“Kalian kenapa sih?” tanyaku
“Mereka kesambet Di, udah ah gue cabut dulu ya, mau balik” Kata kak Rasti kemudian bangkit
“Eh kak, baliknya sama kita aja” Kataku, “Boleh ya temen-temen?” tanyaku pada Bea, Aliya, dan Febi. Yang ditanya malah mengangguk canggung. Hahahahaha
“Boleh kok!” Kak Davi yang menanggapi, dia lalu menemani Kak Rasti keluar gudang. Dan tentu saja ini menjadi waktu yang ‘sangat tepat’ untuk introgasi. Bea, Aliya, dan Febi langsung merapat padaku, mereka juga menarikku agar berjalan pelan-pelan. Febi si penggemar acara gosip berbisik,
“Lo nggak apa-apa?” aku menganguk dan tersenyum dimanis-manisin
“Sok manis lo! Lo tadi diapain sampe nangis-nangis?” Aku masih aja tersenyum
“Ngomong nggak lo? Kalo nggak gue penuhin kamar lo pake lumpur” Ancam Bea, ughhhh dia tahu apa yang bisa menakutiku, kotor! Tapi sorry, kali ini nggak mempan, aku masih saja tersenyum. Aliya berdecak pelang lalu tersenyum, kata-katanya membuatku mati kutu.
“Ahh. Basi lo Bea, gue punya yang lebih jitu. Lo ngomong, apa nggak gue restuin lo sama abang gue!” Aku langsung berhenti tersenyum dan mendesah
“Gue nyerah yang satu itu”
“Hahahahahahaahahahahahaha” Aku langsung menceritakan pada mereka dari aku terbangun sampai sekarang udah jam 12.30 siang.
“Wahhh, magic” Aliya lagi! Kecewa tadi udah takjub dia bisa ngencem gue. Sekarang nggak mutunya keluar lagi.
“Aliyaaaaaaaa” kami semua mengejarnya untuk menghadiahi gelitikan biar dia nggak sembarangan lagi kalo ngomong,
“Ampuuuuuuuuun” kami mengejarnya sampai melewati Kak Davi dan Kak Rasti yang lagi ngobrol serius.
“Abaaaang, tolonggggggg” teriak Aliya
Kak Rasti dan Kak Davi hanya menggelengkan kepala lalu melanjutkan pembicaraan mereka.
“Jadi lo udah bisa nerima kehilangan adek lo?” tanya Kak Davi
“Iya, ini semua karena Diana” Kata Kak Rasti tersenyum sambil melihat kami yang masih menggelitiki Aliya,
Kak Davi hanya balas tersenyum “Dia spesial, Kadang dia bisa jadi cewek yang manja banget, benci kotor, ceroboh, bikin orang khawatir, tapi ternyata dia bisa juga jadi cewek kuat yang bikin gue kagum”
“Hahahahahaha, Gue nggak nyangka lo bisa suka sama tuh anak”
“Nggak tahu nih, kayanya gue tersihir” jawab kak Davi sambil mengedip-ngedipkan matanya
“Hahahahahaha” kak Rasti memukul lengan Kak Davi.
■□■□■□■□■□■☺☺☺□■□■□■□■□■□■□
It's Party Time J
Sebenarnya liburan kami hanya dua hari yaitu sabtu dan minggu. Hari jumat siang kami berangkat dan dijadwalkan kami pulang minggu siang. Tapi karena insiden Kak Rasti yang pake nyandra aku, jadilah kami ketinggalan kapal yang memang cuma ada sampe siang. Mana tempat Kak Rasti menyandraku jauh dari resort, jadinya kami harus menginap semalam lagi di resort dan membolos satu hari. Masalah resort itu gampang, soalnya sebenarnya mama sudah me reserve selama satu minggu, tapi kami sempat cemas masalah, tapi kata Kak Rasti dan Kak Davi itu nggak apa-apa karena hari pertama iru cuma apel sama lihat kelas, jadi masih boleh bolos. Ajaran sesat deh!
Kak Rasti dan teman-temannya ikut bersama kami, tapi mereka menginap di resort juga. Sebenarnya aku masih ngeri saat bertemu dengan teman-teman Kak Rasti. Aku selalu saja teringat, mereka yang membantu Kak Rasti menerorku, bahkan mereka yang mengacak-acak kamar tidurku dan Febi. Tapi ternyata mereka asyik kok, apalagi Kak Gina, kocak abis!
Sekarang kami sedang mengadakan acara barbekyu di dekat kolam renang, kata pengurusnya ini termasuk dalam paket. Mama is the best deh!
Saat kami sedang mengobrol seru dengan Kak Rasti dan teman-teman tiba-tiba ada interupsi,
“Diana!” Aku menengok pada Aliya yang memanggil namaku dengan berbisik-bisik
“Apaan?” Balasku berbisik juga
“Sini, gue mau ngomong sama lo” Aliya menggandeng tanganku menjauh
“Apaan sih al?”
“Bang Davi sakit!”
“Hah? Sakit apa? Dia dimana? Aduh parah nggak? Disini ada dokter nggak? Apa kita perlu pulang sekarang? Al? Lo ditanyain kok malah nutup kuping gitu sih? Hmmmp hmpppp” kata-kataku tidak bisa selesai karena mulutku sudah keburu dibekap Alya.
“Ihhhh, Lepas!” Aku melepas dengan paksa tangan Aliya yang menutupi mulutku.
“Lo bisa nggak tenang dikit?” Aliya malah kesal “Ke dalam aja deh lo!” lalu dia meninggalkanku
Aku berjalan ke dalam resort, ke kamar kak Davi,
“Kak Davii” aku memanggil manggil, karena tidak ada jawaban aku langsung masuk, takut kak Davi mengalami hal yang buruk.
“Kak Davi?” tapi kok nggak ada juga? Dimana? Mungkin cari udara segar pikirku. Aku memutuskan keluar kamar Kak Davi.
Bruukkkk!
“Aduuuh” Aku jatuh terduduk, sementara yang menabrakku masih bergeming di tempat. Aku mendongak
“Kak Davi?? Kok disini sih? Katanya sakit?” aku memegang badanya, nggak ada yang luka. Aku memegang dahinya, nggak panas. Aku berjalan mundur satu langkah, kelihatanya Kak Davi baik-baik aja.
“Siapa yang sakit?” Kak Davi bingung kelihatanya dan aku langsung tersadar
“Sialan si Aliya!” Kataku pelan sambil mengepalkan tangan
“Gue yang minta sama Aliya, ayo ikut gue!” kak Davi menggandeng tanganku menuju halaman resort yang agak jauh dari pesta bakar-bakar tadi.
“Ada apa sih kak?’ Tanyaku penasaran saat kami berhenti di dekat pantai. Dingiiin, anginnya kencang sekali. Langkahku ikut terhenti dan aku takjub sekali melihat pemandangan di depan mataku.
“Kakak??” Kak Davi kemudian berbalik, menatapku.
“Gue belum makan, temenin gue ya!” Pintanya lembut, sambil membawaku menuju sebuah meja dengan dua buah kursi berwarna putih. Di sekelilingnya ada obor yang selain bertugas menerangi malam yang gelap ini, tapi juga membuat suasananya semakin romantis. Setelah selesai dengan kekagumanku sendiri, aku menatap Kak Davi lagi dan mengerutkan kening.
“Emang kakak belum makan?” Bukannya tadi Kak Davi ikut menyiapkan acara barbekyu
“Belum. Kan gue nunggu yang ini dulu” Katanya menunjuk makanan di depanku, steak? Lagi?
“Apa bedanya sama yang di deket kolam renang tadi?”
“Beda lah, yang ini lebih spesial!” katanya sambil meletakkan garpu di dekat piringku
“Apa?”
“Disini makannya sama lo” Aiiiihhh, Mukaku langsung merah seperti muka cewek-cewek di komik jepang saat nembak cowok.
“Makan yuk, gue laper” Kak Davi mulai memotong-motong steaknya kecil-kecil. Aku hanya menatapnya, sama sekali belum menyentuh makananku sendiri. Aku jadi membayangkan pertemuanku dengan Kak Davi, dibentak dan diberi hukuman, kemudian dilanjutkan dengan menangis saat dipaksa duduk di jok depan mobilnya, diantar pulang dengan motornya, curhat di pantai, digendong di pantai, diceburin di laut, sampai sekarang diajak makan malam romantis di pantai seperti sekarang. Kak Davi orangnya nyebelin banget sebenernya, tukang maksa, tapi sebenarnya dia orangnya perhatian, pendengar yang baik, dan orangnya baik banget!
“Kenapa lo liatin gue begitu? Baru sadar Gue ganteng ya?” katanya jahil tapi dengan senyuman yang lembut. Ahhhh Melting!!!!
“Ih siapa yang ngeliatin? Gue Cuma ngelamun kok” jawabku asal.
“Ngelamunin gue ya?” katanya sambil menyerahkan piring steak-nya yang sudah dipotong-potong tadi. Dahiku berkerut lagi.
“Apa?”
“Tukeran sama punya lo, ini buat lo, gue udah potongin” Katanya langsung mengambil piringku dan meletakkan piringnya di depanku. So sweet banget sih kamu kak, batinku.
“Makasih”
“Buat apa? Biasa aja lagi” katanya mulai memotong steak-nya sendiri lalu mulai memakannya, aku pun memakan steak di hadapanku, enak! Lebih terasa enak lagi karena steak ini dipotongkan oleh Kak Davi.
“Bukan buat sekarang aja, tapi buat semuanya. Kakak udah buat gue bisa melalui ini semua, padahal kita baru kenal beberapa minggu, tapi gue merasa kakak udah menjadi bagian hidup gue selama bertahun-tahun. Makasih kak!” Kataku melanjutkan makanku
“Tapi bukan gue aja kan?” tanyanya tiba-tiba
“Hah?” pertanyaannya sukses membuatku menghentikan kunyahan daging dimulutku
“Sahabat-sahabat lo”
“Ooooo, mereka beda dong! Mereka spesial. Gue nggak tahu gimana jadinya kalo nggak ada mereka. Mereka keluarga gue!” Jawabku menerawang
“Terus gue apa?” tanyanya
“Apa?” aku tidak mengerti
“Menurutlo gue apa?”
“Ohhh”
“Ohhh? Kok Ohhh?? Gue apa?”
“Kakak? Kak Davi kan?” Jawabku sambil tersenyum jahil, tapi langsung hilang karena Kak Davi berdiri dari duduknya dan mendekatiku
“Lo mau main-main sama gue? Masih kecil juga” Tanganku ditarik dengan kuat sehingga aku langsung berdiri dan jatuh ke pelukannya.
Awww!! Aku memekik tertahan. Aku membeku dalam pelukannya. Kak Davi mengeratkan pelukannya. Hangat
“Hah!!” kak davi mendesah. Lega?? “Lo tau nggak? Lo tuh jahat banget”
“Hah? Jahat? Gue ngapain kak emangnya”
“Soalnya lo buat gue nggak bisa tidur, khawatir terus, dan nggak tenang kalo nggak liat lo, kangen kalo nggak ada lo. Lo tau gimana kawatirnya gue pas liat lo pingsan? denger Febi teriak lo ilang tadi pagi? Gue rasanya mau gila. Gue nggak mau lo kenapa-napa”
“Maaf kak!”
“Lo emang banyak salahnya. Kenapa coba tiba-tiba lo bisa sahabatan sama adek gue? Kalo lo nggak ada gue nggak bakal begini” Kak Davi melepas pelukannya, memandangku tepat di manik mataku, mengunciku disana.
“Tapi gue nggak bisa apa-apa. Seperti yang lo bilang sebulan kita baru kenal tapi gue ngerasa udah kenal lo bertahun-tahun dan sayang lo bertahun-tahun juga. Lo mau jadiin gue cowok lo??” Aku nggak bisa membalas kata-katanya. Sepertinya aku nggak punya kata-kata yang pantas, atau kamus di otakku ini nggak bisa menerjemahkan perasaanku sekarang. Luar biasa, senang, deg-degan, lega, terbang??? Ini nggak bakal terjadi kalo gue nggak temenan sama Aliya, Bea, dan Febi.
Aku langsung refleks memeluk Kak Davi, karena aku masih tidak dapat berkata-kata. Kak Davi membalas pelukanku lalu tertawa.
“ Suasananya udah romantis banget, gue udah jadian sama lo..” kata-katanya menggantung lalu melepas pelukanku “tanda jadiannya apa?”
“Apaaa?” Kak Davi tidak menjawab malah mendekatkan wajahnya padaku, sepertinya aku tahu apa maksudnya. Wajahnya semakin mendekat,,,,
Tapi tiba-tiba ada bunyi krusek-krusek...
Aku menjauh dari Kak Davi dan melihat sekeliling, bunyi itu datang dari semak-semak yang tak jauh dari posisi kami berdiri
Krusek-Krusek,,,
“Ada apa?” tanya Kak davi bingung
“Kakak nggak denger sesuatu?” tanyaku sambil memperhatikan semak-semak tadi
“Nggak ah, perasaan lo aja” kak Davi malah mengelus pipiku dan mendekatkan wajahnya padaku lagi
Terdengar bunyi krusek-krusek lagi kali ini disertai gumaman yang semakin lama semakin ramai dan tiba-tiba
Brukkk!!!
Aku langsung melepas pelukan Kak Davi dan berjalan menjauh
“Kaliaaannnn????” Teriakku, Febi dan Aliya jatuh bertumpukan di pasir sementara Bea tetap berdiri di belakang mereka dan membawa sesuatu. Kameraaa??? KAMERAKU????
“Bea? Ngapain lo? Berhenti lo!” Bea dengan cueknya terus memotretku
“Kalian sejak kapan disiniii??” Teriakku histeris, mereka sudah melihat dan memotret apa sajaa? Memikirkannya aku langsung pusing
“Aaaaaaaa, Kalian ngapain aja??” Aku semakin frustrasi karena tidak mendapat jawaban. Kak Davi malah dengan santainya kembali duduk, tidak ada tampang kesal dalam wajahnya. Bea menghentikan kegiatannya memotret, dia menolong Febi yang menimpa tubuh Aliya. Aku baru menyadari bahwa Febi ternyata membawa handycam! HANDYCAM?? Arghhhhhhh! Mereka ini
“Hai Diana, Bang Davi” sapa Aliya sambil meringis kesakitan
“Kalian ini kenapa sih?” tanyaku sekali lagi
“Kita mau mengabadikan kejadian bersejarah dalam hidup lo. Gimana kita-kita sahabat yang baik kan?” Bea ini seenaknya saja. momen bersejarah apaaaa????????
“Hapus nggak Be??? Itu kamera gue kan? Nanti gue hapus!”
“Hapus aja! Gue malah udah dapet live record nya” jawab Febi mengacung-acungkan handycam di tangannya. “Sorry ya Kak, kita ganggu. Kalo mau diterusin nggak apa-apa lho. Nanti kita abadikan” kata Febi sambil tersenyum jahil. Diputarnya rekaman yang ada di handycam itu yang membuatku ingin hilang ditelan bumi. Arggghhhhh!!
“Kaliaaannnnnnnn!!!!!!” aku berteriak lalu mengejar mereka. Febi dan Bea dengan cekatan berlari dan menyelamatkan kamera yang mereka bawa. Aku yakin walaupun nanti aku bisa mendapatkan mereka aku tidak akan mendapat kamera dan gambar-gambarku.
Arghhhhhhh!!!
Aku yang sedang mengejar sahabat-sahabatku yang tidak sopan sehingga aku tidak mendengar perkataan Kak Davi yang diucapkannya dengan lirih
“Hah!! Sabar Davi, lo emang pacaran sama anak kecil” katanya sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.
Maaf ya Kak!! J
Semua ini terjadi karena sebuah keajaiban, karena adanya sebuah pertemuan kemudian menjadi sebuah ikatan yang bernama ‘Persahabatan’. Sahabat yang tidak selalu ada di sisi tapi selalu membeku, bersemanyam di hati. Sahabat yang walaupun terlihat cuek dan kadang menyebalkan, tapi seolah-olah menantang kita, bisakah kamu menerima aku yang seperti ini? Egois dan membuatmu mengeluh? Menerima aku seutuhnya dan masa laluku? Dan sahabat sejati akan berkata Bisa!!! Aku BISA menerimamu!!
Aku sangat beruntung memiliki mereka, sahabat, bukan, mereka keluargaku yang mampu menerima masa laluku bahkan mereka membantuku, menguatkanku dalam melalui bayangan masa lalu sehingga dapat berdiri tegak dan tersenyum kembali.
Terimakasih sahabat-sahabatku! Kalian selalu di sini! Di hatiku!
Semoga persahabatan ini bisa menemani aku sampai nanti nanti nanti......
Sampai Selamanyaaaaa.....

*Peluk sahabat-sahabat kita*
Dan sebagai bonus aku mendapatkan pangeranku, yang dapat membuat hari-hariku lebih sempurna.
Terimakasih Kak Davi :*
Quote:
Diana Roseva: Sahabat itu orang yang paling suportif selain keluarga J
Beatrice Wicaksono: Persahabatan itu seperti garam terhadap es yang pecah. Jika mereka dipertemukan, garam akan mencairkan es dengan cepat dan membekukannya dengan cepat pula, menyatukan es yang pecah. Seperti lem perekat!!
Britania Febi: Persahabatan yang baik itu seperti buah manggis, diluar kulitnya halus, di dalam buahnya manis dan berwarna putih bersih. Jadi di luar ataupun di dalam pasti cantik.
Aliya Prameswari: Setiap hari kalo ketemu sahabatku aku selalu berharap kalau mereka itu sodaraku, jadi biar aku nggak kangen-kangen mereka pas udah di rumah J

No comments: