SELAMAT DATANG!

Welkom! Wellcom!!benvenuto!willkommen!Bienvenue!!
Semua kata diatas berarti SELAMAT DATANG! dari Indonesia.
Semoga kalian-kalian yang mengunjungi blog ini akan merasa nyaman dan nggak pulang pulang kaya Bang Toyib, atau malah kesasar Nyari Alamat Palsu kaya Ayu Ting-Ting,,,,,,,
"DON'T COPAS PLEASE!!! TRY TO BE HONEST GUYS!!"
Semoga betah dan nggak kapok mampirr. :D

Friday, January 20, 2012

BFFF(BEST FRIEND : FANTASTIC AND FABULOUS) 3

Sebuah Harapan
Aku akhirnya bisa tenang dan mengikuti orientasi seperti teman-temanku yang lain. Sebenarnya Bea, Febi, dan Aliya melarang karena katanya aku masih kelihatan pucat dan mereka dengan senang hati mau menemaniku karena merasa malas mengikuti orientasi yang membosankan. Aku juga sebenarnya masih takut kalau nanti aku bertemu Kak Rasti, jadi aku hati-hati sekali berjalan menuju Auditorium.

“Sama aja kali, di sana juga pasti ujung-ujungnya tidur” Febi menyatakan alasannya saat aku masih ngotot untuk mengikuti orientasi. Aku hanya tertawa kemudian mendengar Bea menjitak kepala Febi. Sekarang disinilah kami, mendengarkan sejarah Louvre sambil terkantuk-kantuk. Tiba-tiba Aliya menyenggolku, aku menoleh.


“Lo nggak apa-apa?” tanyanya, aku tahu yang dia maksud adalah kejadian dengan Kak Rasti

“Nggak apa-apa kok, kenapa? Lo segitunya khawatir sama gue, jangan-jangan lo naksir gue ya?”

“Najis banget sih! Nyesel gue tanya” Dia langsung menoleh ke arah lain, Hahahahahaha
Aku jadi ikut mengedarkan pandangan ke sekitar, ruangan auditorium gelap karena sedang diputarkan video sejarah Louvre. Tapi aku bisa melihat dengan jelas kalau kepala siswa disini menunduk, tanda mereka semua tidur. Aku kemudian melihat deretanku, yang masih terjaga adalah Bea yang tepat berada di samping kiriku.

“Be”

“Hum?” tapi dia tidak menoleh mendengar panggilanku

“Menurut lo, kalau seandainya lo punya temen yang punya masa lalu yang nggak bagus lo mau nerima dia apa nggak?” tanyaku takut-takut

“Masa lalu kaya apa?” Akhirnya dia menoleh padaku

“Ehm, yang merugikan orang lain gitu”

“Parah apa nggak?”

“Lumayan lah, udah jawab aja kenapa?” tanyaku akhirnya

“Gue nggak tahu” jawabnya cuek. Ihhhhh, nggak tahu apa Aku dag dig dug nungguinnya.


□■□■□■□■□■□■☺☺☺□■□■□■□■□■□■

Aku baru mendapatkan SMS dari Pak Gagah kalau dia tidak bisa menjemput karena mama minta jemput duluan di bandara. Pak Gagah kasih tahunya telat banget sih? Aku sekarang sudah diluar Auditorium bersama sahabat-sahabat baruku.

“Aduh mampus gue” Aliya yang paling dekat denganku mendengarnya bertanya.

“Kenapa lo?”

“Pak Gagah nggak bisa jemput, Gue mesti pulang naik taksi deh”

“Balik bareng gue aja, gue sama abang gue” penawaran Aliya boleh juga, lagian nggak ngerepotin juga kan? Kita satu perumahan gitu. Febi dan Bea hanya mengangguk mendengarkan.

“Wah boleh, mana abang lo?”

“Wahh itu dia, Bang!” teriak Aliya, Untuk detik pertama aku hanya melihat segerombolan siswa yang berjalan keluar gerbang, tapi detik berikutnya aku bisa melihat kak Davi! Kak Davi? Berjalan ke arah kami.

“Kok kak Davi sih Al?” tanyaku Bego

“Dia abang gue” Hah?? Mimpi apa gue???

“Lo nggak tahu?” tanya Febi, aku hanya menggeleng,

“Kemana aja sih lo?”
Mana aku tahu??? Aku disini saja, tapi kenapa sepertinya yang tidak tahu bahwa Abangnya Aliya itu Kak Davi???

“Hei, balik sekarang?” tanya Kak Davi yang sudah sampai di hadapan kami

“Iya! Eh Bang, Kenalin nih teman-temanku, kemarin kan belum kenalan”. Kami semua saling menyebutkan nama, saat berjabatan tangan denganku kak Davi tatapannya dingin banget. Bea dan Febi langsung bisik-bisik dibelakangku, meledekku. Ughh! Dasar mereka, suka banget sih ngeliat aku mati kutu begini.

“Bang! Si Diana mau nebeng, dia nggak ada yang jemput, boleh ya? Rumahnya beda blok doang sama kita” Aliya kemudian menggandengku, aku hanya bisa senyum-senyum merasa bersalah, tadi sebelum pingsan kan gue nabrak plus nimpa Kak Davi

“Boleh” Kak Davi langsung berbalik, kami lalu berjalan menuju mobil merah menyala milik Kak Davi. Aku langsung berpamitan pada Febi dan Bea. Aku menggerak-gerakkan bibirku untuk berkata “Doain Gue selamat ya!”. Mereka langsung tertawa dengan keras.

“Kenapa sih mereka??” Aliya yang tidak tahu menjadi bingung

“Nggak apa-apa, lagi kumat” jawabku asal. Yang lainnya bisa dipikirkan nanti, tapi bagaimana nasibku selama satu jam kedepan? Bisa tinggal nama nih kalau ketakutan ngeliat kak Davi yang masang tampang serem kalau bicara sama aku.

□■□■□■□■□■□■☺☺☺□■□■□■□■□■□■

“Temen lo tidur ya?” tanya Kak Davi pada Aliya yang berada di kursi sebelahnya. Sebenarnya aku belum tidur, aku sedang menggunakan caraku untuk menghindari percakapan dengan Kak Davi.

“Hah?” aliya menengokkan kepalanya ke belakang “Dia tidur? Pantesan, anteng banget” Sialan si Aliya, emang aku segitu nggak bisa diemnya?

“Dia pendiam ya?” Kak Davi kenapa sih tanya-tanya

“Pendiam?? Iya kali kalau dia lagi flu” Aliya! Hobi banget jelek-jelekin aku. Ughhh!

“Hahahahaha, tapi kalau ketemu gue dia diem mulu, abis ketemu gue malah nyelakain gue”
Arggghhhh! Jatuh deh nih pasaran! Aku kemudian tidak bisa mendengar percakapan mereka karena aku ketiduran beneran.
“Bangun! Diana? Bangun” aku kemudian membuka mata, hah dimana nih? Aku kemudian melihat sekitar, ternyata aku masih di dalam mobil. Tapi kok ini di depan rumahnya Aliya? Dan siapa yang membangunkanku? Kak Davi??

“Hah??” Dengan bodohnya aku cuma bisa bilang ‘hah’

“Hahahahaha, lo emang lucu banget” Kenapaa sih ketawanya renyah banget, pengen aku gigit nih!

“Ihh apaan sih kakak? Kenapa kita masih di sini? Aliya mana?”

“Iyalah, emang lo pikir gue supir lo? Aliya udah masuk, dia mau cepetan nonton drama korea katanya. Sekarang lo duduk di depan!” perintahnya

“Ogah!” Aku langsung menolak, aku kan masih takut duduk di depan, aku masih suka teringat kejadian itu

“Eh nggak sopan ya lo. Sini nggak? Gue seret lo” Ihh, ternyata kak Davi hobi ngancem ya

“Siapa takut? Seret aja, pokoknya gue nggak mau, Titik!” Mana berani sih kak Davi nyeret aku? Aku nggak mau!

“Lo nantanging gue? Ok! Jangan nyesel” Kak Davi turun dari mobil kemudian membuka pintu penumpang di sebelahku. Dia kemudian menarikku dengan paksa dan menggendongku seperti menggotong karung beras.

“Lepasiiin!! Kakak lepasin!” aku berteriak tapi tidak ada yang menolong karena jalan komplek kami memang selalu sepi dan jalannya lebar jadi kalau aku berteriak nggak ada yang bisa denger. Kak Davi lalu mendudukkanku di jok depan dan berlari menuju kemudi, aku menggunakan kesempatan itu untuk lari menjauh dari mobilnya.

“Ampuuunnn!!! Maaf !!! Udaaahhh!!! Maaaffff!” aku berteriak histeris sepanjang jalan. Aku mengingat bercak-bercak darah yang menempel di bajuku. Aku melihat bangkai mobil Desti yang juga berlumuran darah. Itu darah siapa? Darah Desti?? Avi?

Aku semakin mempercepat lariku, tapi tiba-tiba kurasakan kak davi menarikku. Aku kaget dan langsung kehilangan keseimbangan, aku jatuh terduduk. Kak Davi memelukku, aku masih saja menangis.

“Maaf, gue yang salah. Maaaf gue nggak sengaja. Maaf seharusnya gue melarang mereka. Udaaahhh maaf” Aku terus saja menangis dan menggumamkan kata maaf, setelah berlalu beberapa saat aku kembali tenang. Kak davi melepaskan pelukannya.

“Lo kenapa?” tanya kak Davi lembut. Aku hanya menggeleng. Baru kusadari ternyata kami berhenti di pinggir jalan, seratus meter dari mobil kak Davi.

“Lo mau pulang?” aku hanya mengangguk

“Lo mau naik mobil gue?” kali ini aku menggeleng lagi. Kak Davi menghela napas lalu mengacak-acak rambutnya.

“Tunggu disini!” perintahnya lalu kembali ke mobilnya dan meninggalkanku sendirian di pinggir jalan. Aku berjalan sambil menunggu Kak Davi, entah apa yang akan dia lakukan. Aku sudah tidak sabar, aku ingin cepat pulang.

Deru motor dari belakang menghentikanku, Kak Davi? Kak Davi menghentikan motornya didepanku.

“Bodoh! Lo gue bilangin tunggu ya tunggu! Siapa suruh lo jalan sendiri hah?”

“Maaf”

“Udah, sini naik! Daritadi bilang maaf terus” dia membantuku menaiki motor sport nya yang cukup tinggi, apalagi aku memakai rok. Aku memeluk pinggang Kak Davi karena memang jok motornya yang tinggi di bagian belakang, jadi aku melorot-melorot terus. Ternyata Kak Davi tahu dimana rumahku. Kami sampai di depan gerbang rumahku, Kak Davi kembali membantu aku turun.

“Makasih ya kak” Kataku sambil menundukkan kepala

“Sama-sama, lain kali jangan gitu lagi!” kata Kak Davi sambil mengelus rambutku. Aahhhh! Mukaku pasti merah banget, maluuuuu!

Aku hanya bisa melambai sambil tersenyum-senyum saat kak Davi pulang. Tapi aku merasa ada yang kurang.

“Tas gue??”

□■□■□■□■□■□■☺☺☺□■□■□■□■□■□■

Aku ingin berteriak!
AKHIRNYA MOS SELESAI JUGAAA!!!
Hahahahaha. Setelah TIGA MINGGU full dilalui dengan kebosanan dan rasa malu yang menggunung sekarang waktunya bersenang-senang di masa SMA. Yeeiiiiii!
Pasti kalian bertanya-tanya, Kenapa TIGA MINGGU??? Aku juga sudah menanyakan hal yang sama berkali-kalikali pada sahabat-sahabatku dan mereka juga menjawab nggak tau. Kenapa kami memerlukan waktu yang hampir satu bulan untuk mengikuti orientasi adalah karena orientasi kami dibagi-bagi menjadi beberapa fase. Pertama yang kemarin kami lalui bersama yaitu masa orientasi umum, karena kalau masuk sekolah ini langsung dikotak-kotakkan sesuai kelas yang akan diambil. Kedua, kami melalui masa orientasi class kami. Masa orientasi ini lebih berat dari yang sebelumnya, karena kakak-kakak senior kami pasti akan sangat senang dan leluasa menyuruh dan mengatur acara apa saja, yang penting menjauh dari urusan SARA dan Pornografi maupus pornoaksi. Pada masa inilah aku menjadi lebih dekat dan lebih mengenal Kak Davi, yang pada masa orientasi ini lebih galak daripada masa orientasi umum. Arrgggghhh! Aku heran banget ada cowok yang begitu galaknya, padahal saat dia ke rumahku untuk mengembalikan tas dia sangat lembut dan baik. Kemarin juga saat dia menjemput Aliya dari rumahku dia sangat ramah, saat kutanya kenapa saat orientasi galak sekali dia menjawab dengan entengnya,,

“Tuntutan peran” peran katanya? Kalau akting kenapa segitu meyakinkannya? Sepertinya Kak Davi lebih cocok masuk Movie and Theatre class daripada photoghrapy and painting class. Teman-temanku saja banyak yang menangis karena dibentak dan dimarahi Kak Davi. Ckckckckckckc!

Aku juga semakin dekat dengan Bea, Aliya, dan Febi. Walaupun mereka berbeda kelas denganku tapi mereka malah semakin sering menginap maupun mengerjakan tugas orientasi kelas kami.
Ketiga, ternyata Louvre mempunyai sistem berbeda dengan sekolah-sekolah reguler, karena walaupun kami nantinya langsung ditempatkan pada kelas sesuai subyek yang kita pilih, tapi ada kelas persiapan dulu sebelumnya selama dua minggu. Seperti kuliah umumlah, jadi semua siswa baru dikumpulkan untuk mendengarkan semua materi-materi dasar yang diperlukan dan kalian tahu? Kami sempat diberi materi oleh Russel, itu lho artis asia yang suaranya bagusss banget, dia sudah go international dan berkolaborasi dengan artis dunia. Dia membagi pengalamannya tentang public speaking saat di dia berhadapan dengan reporter maupun penontonya. Keren!
Nahhh! Setelah segala proses yang melelahkan dan bikin deg-degan akhirnya kami semua resmi jadi siswa Louvre. 

Saatnya Louvre Art Festival!!!
Sekarang seperti biasa, ada aku, Bea, Febi, dan Aliya. Kami sedang ada di Louvre Art Festival menyambut penutupan orientasi. Kami sudah tidak perlu lagi memakai pakaian jubah aneh lagi karena hari ini kami bebas menggunakan baju apa saja, dan pasti wajah-wajah kakak tingkat kembali normal, terutama kak Davi. Aku berjalan-jalan mengelilingi booth yang berjejer bersama sahabat-sahabatku, tentu saja aku tak lupa membawa SLR untuk membekukan kenangan kami di sini. Aku masih asyik memotret saat Bea sedang manggung bersama Music Class Orchestra , ternyata Bea sangat berbakat, permainan cello nya menyatu dengan permainan teman-teman yang lain. Tiba-tiba seseorang menabrakku dari belakang.

“Aduuh” aku pun berbalik, kukira itu pasti Febi dan Aliya yang kembali dari membeli makanan. Aku terbelalak, Kak Rasti?? Aku tidak sempat berkata apapun kak Rasti dan teman-temannya langsung menyeretku menjauh dari keramaian, kami sepertinya menuju gudang. Dia mendorongku duduk di salah satu kursi yang ada di gudang. Dalam hati aku bertanya, berapa abad yang lalu gudang ini dibersihkan? Kotor sekali, iyeeeuuuhhh!!! Aku bergidik

“Kenapa lo masih di sini?” tanya Kak Rasti

“Maksud kakak?”

“Kenapa lo masih sekolah disini??” dia membentakku

“Ma..af, Kaa..k!” aku terbata-bata menjawabnya

“Buat apa lo minta maaf? Gue butuh lo keluar, maaf lo nggak cukup buat gantiin adek gue..”

“STOP kak! Kenapa kakak masih saja mengungkit Desti??” aku memotong ucapan Kak Rasti. Sudah cukup aku selama ini diam saat dituduh dan diteriaki pembunuh.

“Ooooo, lo mulai berani ya sama gue?” Dia mendekat lalu menarik kuncir kudaku ke belakang, aku mengerang. “Berani lo?” suaranya lebih keras

“Sakiit kak! Udaahhh!” kataku memohon, rasanya rambutku mau rontok semua.

“Sakiiit?? Lo pikir gue nggak sakit??? Lo pikir keluarga gue nggak sakit?? Kalo aja lo melarang mereka ini semua nggak bakal terjadi! Sahabat macam apa lo???” Dia meneriaki ku. Aku hanya bisa meneteskan air mata.

“Maaf Kak, aku memang salah, tapi sudah kak relakan saja, iklaskan” kataku lembut, tapi malah membuat Kak Rasti semakin marah.

“IKLAS??? Gue nggak bakal iklas!” dia semakin kuat menarik rambutku.

“Sakiit kaaak”

Braakkk!

“Lepasin Ras!” Kak Rasti langsung melepaskan tarikannya pada rambutku, masih berasa sakitnya. Kak Rasti membeku di tempatnya berdiri, siapa sih yang teriak tadi? Aku menoleh, Kak Davi?? Disana juga berdiri sahabat-sahabatku.

“Diana!” teriak mereka langsung menubrukku, lalu Bea menghapus air mataku. Sumpah rasanya sakit banget! Kemudian kami kompak melihat pertempuran sengit antara Kak Rasti dan Kak Davi.

“Kenapa sih lo Ras? Nggak biasa-biasanya” tanya kak Davi santai

“Tanya aja sama cewek tukang bikin celaka itu! Lo kenapa sih Dav? Ini urusan gue, lo nggak perlu ikut campur” tandas Kak Rasti, Aliya tiba-tiba membisikki kami bertiga.

“Mereka dulu pernah pacaran pas kelas satu, tapi kata abang gue si Rasty overprotective banget jadi mereka putus” Sebagai jawabannya kami bertiga membulatkan mulut.

“Dia urusan gue!” balasan kak Davi yang membuat kami semua melongo

“Dia temennya adek gue, jadi dia urusan gue juga! Jadi mending lo mundur aja” ooooo, aku kira apaan. Malu karena udah geer.

“Oke sekarang gue mundur, tapi lihat aja nanti” Kak Rasti memandang tajam kearahku. Dia lalu pergi meninggalkan gudang dengan menendang pintu. Astagaa! Kami berempat bernapas lega, khususnya aku.

“Aduuhhh! Makasih banget yaaa! Kalian semuaaaa” aku memeluk Bea, Febi, dan Aliya dengan erat dan menghadiahi mereka satu kecupan. Semoga mereka tidak menanyakan maksud Kak Rasty padaku, aku masih belum siap.

“Iyeeeeuuhhhh” seru mereka bersamaan, hahahahahahhaha.

“Kok kalian tahu sih gue disini?? Terharu deh” aku mulai menemukan keceriaanku. Jika ada mereka aku bisa menghadapi apapun.

“Gue dong! Gue berjasa banget dalam hal ini. Gue ngeliat lo diseret Kak Rasti, abis satu lagu gue lagsung cari Aliya sama Febi dan Aliya langsung ngasih tau Kak davi, terus seperti yang lo liat, kita semua nemuin lo. Tapi intinya Gue berjasa banget dalam hal ini” Febi dan Aliya langsung menghadiahi Bea jitakan. Kami langsung tertawa melihat muka Bea yang kesakitan.

“Ehem! Foto-foto lo lumayan” suara Kak Davi terdengar, kami semua langsung menghentikan tingkah konyol kami. Kak Davi menyerahkan SLR ku yang sepertinya sudah dilihatnya, aku menerimanya malu-malu.

“Makasih kak, makasih juga udah nolongin gue. Kalau kakak nggak nolongin gue nggak tahu musti gimana” backsound cie cie mewarnai perkataanku, dasar sahabat-sahabat nggak pengertian nih, aku kan tambah maluuuu

“Kasih hadiah doong” Arrghh! Febi!

“Eh, Bang, mau ngikut kita liburan ke karimun jawa nggak? Gue udah dipesenin resort sama nyokap tinggal berangkat aja. Transportnya juga udah diurus, tinggal berangkat aja deh” Aku ketar-ketir sendiri, dag dig dug kaya nunggu pengumuman UN dulu. Tadi aku sudah menawarkan pada Febi, Bea, dan Aliya, mereka setuju-setuju saja. aku juga sudah mengundang teman-teman cowok sekelompokku saat orientasi tapi mereka nggak bisa ngikut. Kak Davi kelihatannya berpikir keras, tapi jawabannya nggak meyakinkan banget.

“Gue pikir-pikir dulu deh, nanti gue kabarin, tapi sekarang gue mau foto kalian dulu!” Teman-temanku malah sangat bersemangat, tapi aku langsung menolak.

“Nggak!” Aku menggeleng tegas, tapi sahabat-sahabatku malah menyeretku ke tengah dan berpose.

Klik!

“Aaaaaa, nggak mauuuuuu! Gue lagi jelekkkk! Kotorr bangettt!! Iyeuuuhhh” aku berteriak dan kabur
Aku mendengar mereka tertawa keras, lalu menyusulku.


□■□■□■□■□■□■☺☺☺□■□■□■□■□■□■

“Lo beneran denger gitu?”

“Iya!” jawabnya mantap

“Oh, jadi dia mau liburan? Nggak sadar juga dia! Apalagi sama Davi, jangan harap lo bisa liburan dengan tenang” tandasnya

Quote:

Diana Roseva: Sahabat itu bisa menjadikan garam jadi manis dan gula jadi asin. Bisa bikin kita yang lagi sedih jadi tertawa dan yang lagi tertawa jadi terharu

Beatrice Wicaksono: Sahabat yang baik itu kritikus yang paling obyektif, karena dia mau yang terbaik buat kita

Britania Febi: Sahabat itu: No comment! (Nggak bisa dungkapin dengan kata-kata)

Aliya Prameswari: Percaya deh! Sahabat bakal jadi orang yang paling rempong kalo kamu kesulitan 

No comments: