SELAMAT DATANG!

Welkom! Wellcom!!benvenuto!willkommen!Bienvenue!!
Semua kata diatas berarti SELAMAT DATANG! dari Indonesia.
Semoga kalian-kalian yang mengunjungi blog ini akan merasa nyaman dan nggak pulang pulang kaya Bang Toyib, atau malah kesasar Nyari Alamat Palsu kaya Ayu Ting-Ting,,,,,,,
"DON'T COPAS PLEASE!!! TRY TO BE HONEST GUYS!!"
Semoga betah dan nggak kapok mampirr. :D

Sunday, September 16, 2012

OUR TREASURE 3


Maaf ya lama,, part selanjutnya nyusuuull :))

"Kalian istirahat, biar Nathan yang akan menyelesaikan misi ini" Kata Tante Murni tegas. Wajah Dio langsung mendung sedangkan wajah Tika beraut sebaliknya.

"Bun, aku sama Tika bisa!"

"Dio, kita kan baru pulang dari Rusia. Kenapa nggak Nathan (Kakak laki-laki Dio) aja, aku minggu ini udah jadwalin ke salon nih, masak udah sebulan aku belum ke salon? Emang kamu juga nggak capek?" Dio mendelik kesal, Dia tau sifat Tika, gadis itu sangat memperhatikan penampilannya. Hal itu terbukti dengan penampilan Tika yang selalu wangi, bersih, dan cantik. Tapi sekarang bukan waktu yang tepat.


"Tuh, kamu mending ikut Tika ke salon, pijet kek. Semua urusan beres. Biar Bunda yang ngatur" Tante Murni langsung berjalan meninggalkan mereka. Dio langsung menyusul Ibunya. Tika sendiri malah mendekati salah satu anggota DPN, Laki-laki masih muda, umurnya kira-kira 23 tahun seumuran dengan Dio, tapi lebih tua tiga tahun darinya. Penampilannya juga lumayan, cukup ganteng lah, putih dan tinggi.

"Siang mas" sapa Tika santai, petugas tersebut hanya menengok sebentar lalu kembali lagi mengecek tabletnya. Sialan! Gue dicuekin? Belum tau gue nih "Aku harus panggil apa nih? Mas? Bapak? Atau mbah? Siapa namanya?" karena masih belum mendapat tanggapan Tika semakin gencar "Mas aja ya? Mas tau nggak? Kami punya senjata-senjata yang keren banget lho"

Agen tersebut hanya menengok sebentar dan menjawab, "Saya Bram, senjata milik pemerintah pasti lebih keren" Agen itu lalu bangkit, "Saya permisi"

Ughh,,, Tika saat itu langsung memutuskan, semua agen DPN menyebalkan!

***

Tika kesal sekali, seharusnya dia turuti saja apapun keinginan Dio kalau akhirnya begini. Dio jadi sangat menjengkelkan, hal yang biasanya terjadi saat keinginannya tidak terpenuhi. Dan memang Dio tidak mendapat apa yang diinginkannya. Nathan sudah berangkat kemarin ke Jogja. Mulai memeriksa tempat kejadian dan saksi, kenapa disaat mereka bisa mendapatkan benda bersejarah, benda yang lain malah hilang? Dio tentu saja ingin menyelidikinya, tapi Tante Murni tetap tidak mengizinkan, mereka baru saja selesai bertugas jadi seharusnya di rumah saja. Lagipula Nathan memiliki jam terbang yang jauh lebih banyak.

Dari 12 anggota Treasure Hunter, 6 orang bertugas di lapangan dan sisanya bertugas di markas, yaitu rumah Dio. Anggota yang bekerja di markas bertugas mengumpulkan informasi mengenai barang bersejarah milik Indonesia yang hilang, mereka juga terus berkomunikasi dengan anggota yang bertugas di lapangan, bagaimana persiapan, apa masalahnya sampai proses kepulangan mereka. Semua terorganisasi dengan baik dan rahasia. Harus! karena barang bersejarah Indonesia yang berada di luar negeri secara ilegal bukan hanya ratusan, tapi ribuan, bahkan jumlahnya terus bertambah. Pemerintah, karena keterbatasan biaya maupun tenaga, tidak bisa mengusahakan dengan maksimal sehingga departemen kebudayaan dan pariwisata bekerja sama dengan Treasure hunter untuk mengembalikan semuanya. Organisasi rahasia ini berdiri karena mimpi dua sahabat dari mereka kecil, Murni dan Dewi, yang sangat menyukai wisata bersejarah. Mereka kecewa saat mengetahui bahwa benda-benda yang mereka kagumi hanya sebuah benda tiruan, sejak itu mereka bercita-cita menjadi sejarahwan, arkeolog, maupun kurator. Mimpi itu tercapai saat mereka dewasa, dimulai dengan menjalankan Treasure Hunter dalam skala kecil. Beberapa benda seperti gading gajah purba di museum Trinil, Jawa Timur yang dulunya diangkut ke Belanda sudah berhasil dikembalikan. Mereka juga mengembangkan alat-alat canggih, baik untuk melarikan diri, memindahkan barang berat, berkamuflase, bahkan mereka mempunyai pesawat pribadi. Semua itu tentu saja memerlukan modal besar, tapi itu bukan masalah. Muri dan Dewi merupakan anak dari dua konglomerat yang bersahabat. Raja media dan hotel di Indonesia. Setelah mereka menikah pun keadaannya tidak berubah, malah semakin baik. Suami mereka juga sangat mendukung, Darmawan (Ayah Dio) menjadi ketua Treasure Hunter sekaligus mengurus perusahaan IT milik keluarganya, Ayah Tika (Bagus Pragiwaksono) menjadi pelatih beladiri dan instruktur penerbangan. Semua berjalan semakin sempurna saat Treasure Hunter yang semula bersifat rahasia mulai terbuka. Pemerintah mengetahui keberadaan mereka, bukannya dibubarkan, departemen kebudayaan dan pariwisata mengajak bekerjasama. Lembaga mereka legal, tapi tetap rahasia. Sampai dua tahun lalu, Ayah dan Ibu Tika meninggal dalam kecelakaan pesawat. Bagi Tika tentu saja itu mimpi buruk, mimpi yang sangat mengerikan. Ibunya seorang Ibu yang ceria dan penuh perhatian, mengajarinya menjadi perempuan yang anggun dan menarik, tapi berani dan keras kepala. Tapi semuanya hilang dalam sekejap..

"Udah, Shh..Nggak apa-apa, lo aman.. Shh" Tika membuka matanya, tapi merasa dadanya sesak, dia mengejang dan memberontak. Pelukan Dio malah mengerat "Sayang, sayang ini gue" Suara lembut Dio merasuk ke bawah sadar Tika, Tika mengerjap. Tubuhnya melemas, di depan wajahnya sudah ada wajah Dio yang menatapnya khawatir. Tika langsung memeluk Dio erat dan menangis dalam diam. Dio menunggu beberapa saat, dia membiarkan Tika tenang. Sejak orangtuanya meninggal, Tika sering bermimpi buruk. Dio pertamakali mengetahuinya saat akan meminjam barang di kamar Tika, tubuh Tika mengejang dan bersimbah peluh seperti sekarang.

"Lo nggak apa-apa?" Tanya Dio saat Tika melepas pelukannya.

Tika menggeleng, "Gue nggak apa-apa, nggak apa-apa"

"Gue bisa temenin lo tidur kok" Dio tersenyum jahil,  Tika langsung melotot.

"Apa nih? Mengambil kesempatan dalam kesempitan? Sejak kapan lo genit begini?" Tika sudah bisa berbicara dengan lebih tenang, memang itu tujuan Dio. Mengalihkan perhatian. 

"Sejak sama lo gue jadi genit. Karena ini salah lo, jadi terima aja" Tika terdiam, "Gue bakal jagain lo, udah tidur lagi ya? Atau lo mau apa? Minum? Gue peluk lebih kenceng apa gue cium?"

"Nggak usah! Gue mau begini aja" Tika tahu Dio tersenyum. "Tapi jangan macem-macem" mereka terdiam lagi, Tika mencoba memperbaiki posisinya. Dia menggeser tubuhnya ke tengah ranjang, Dio yang masih memeluk tubuhnya mengikuti. "Jangan kenceng-kenceng meluknya! Lo pengen gue mati muda?" Dio terkekeh dan melonggarkan pelukannya. Tika lalu memejamkan mata, mencoba bernapas teratur dan menenangkan diri. Dia tahu selama ada Dio dia aman.

Melihat Tika sudah terlelap, Dio tersenyum lega. Sekarang dia yang tidak bisa tidur, bagaimana bisa tidur kalau ada perempuan yang sangat disayanginya tidur dipelukannya? Gadis yang sangat ingin dijaganya. Dio mendesah bahagia, dia hanya akan tinggal di kamar Tika sampai Tika benar-benar tidur. Setelah itu dia akan kembali ke kamarnya. Dio mengamati wajah gadis itu, mencoba mencium kening Tika, tapi baru dalam perjalanan Tika langsung berseru tetap dengan memejamkan mata.

"Jangan cium kening gue, atau besok lo nggak selamet"

***
Keesokan harinya mereka mendapat kabar buruk. Nathan menghilang, tidak dapat dihubungi, bahkan data GPS tidak dapat menunjukkan keberadaan Nathan dimanapun.

"Nathan udah ditemukan Bun?" Tanya Dio khawatir, tadi pagi saat baru saja bisa tidur satu jam, Dia dikejutkan oleh suara alarm SOS di seluruh ruangan rumah. Pengirimnya adalah Nathan, tapi setelah itu tim di markas kehilangan Nathan.

Ibunya menggeleng lemah "Dia nggak ada di manapun, tim kita sudah mencoba menghubungi pihak kesultanan, tapi nihil"

"Maksud tante?" Tika yang dari tadi diam memperhatikan, bersuara.

"Tiba-tiba telepon mereka tidak bisa dihubungi, sibuk, dan bahkan kadang tidak bisa ditemukan"

"Biar aku kesana Bunda" Dio sudah akan beranjak, tapi dicegah oleh Ibunya.

"Jangan.."

"Jangan kenapa? Bunda nggak khawatir sama Nathan?" Dio tidak habis pikir.

"Bunda nggak mau mati khawatir, Nathan hilang saja Bunda sudah sangat ketakutan. Apalagi ditambah kamu"

"Bunda.."

"Jangan Dio, please. Tolong Bunda, Bunda sayang kalian"

"Please Bunda" Dio menatap Ibunya sungguh-sungguh, lalu mengulangi perkataannya lagi "Dio janji bakal baik-baik aja" Dengan berat hati akhirnya Ibunya mengangguk.

***

"Apa maksudnya nih?" Tika mengacung-ngacungkan tiket pesawat yang cuma ada 2 lembar, satu atas nama Dio dan satu lagi atas nama Bram.

"Itu tiket, buat ke Jogja" Jawab Dio santai sambil memilih alat dan senjata canggih untuk pergi ke Jogja. Dia tidak tahu apa yang akan menantinya di sana, jadi lebih baik disiapkan dengan maksimal.

"Maksud gue, mana tiket gue?" Tika kesal, Dio seperti tak acuh menanggapi pertanyaannya. Dia melirik tiket kedua tiket itu lagi dan langsung merasa kesal, Bram. Bram? Kenapa agen tengil itu bisa ikut dalam perjalanan ini dan dia tidak?

"Gue nggak tahu, kan itu urusannya Loli, mungkin dia disuruh Bunda"

"Loli bilang yang mau itu lo!" Akhirnya Tika membentak Dio. Dia mau ikut, bukan, dia HARUS ikut! Dia tidak akan melepaskan Dio sendirian tanpa dirinya. Dia tidak bisa, mereka selalu bersama sejak kecil. Rasanya Tika tidak sanggup.

Dio mendesah, selesai dengan barang pribadinya sekarang dia akan mengurus masalah pribadinya "Sayang" Tangan Dio yang ingin mengusap kepala Tika ditepis, tanda kalau Tika sedang marah besar "Sayang, ini berbahaya. Kita nggak tahu pasti apa yang ada di Jogja itu, tapi buktinya Nathan hilang. Jadi---"

"Gue-harus-ikut! Titik!" Dio sudah akan menyela, tapi tika melanjutkan "Emang lo pikir gue nggak bisa? Gitu? Kita juga sering kan ngadepin yang bahaya dan kita berhasil. Gue nggak bakal nyusahin lo kok"

"Ini bukan masalah nyusahin. Ah udahlah pokoknya lo nggak bisa ikut, di sini aja sama Bunda. Biar gue sama Bram aja yang ke Jogja" Dio merebut tiket perjalanannya dari Tika. Hal yang cukup mudah.

"Kenapa sih? Gue nggak mau! Gue mau ikut lo"

"Nanti lo malah ngerusak semuanya!" Tika langsung terdiam "Lo itu ceroboh, pasti lo nanti berbuat bodoh" Dio menghela napas sebelum melanjutkan "dan gue nggak lupa, Nathan hilang juga gara-gara lo. Lo nolak keinginan gue dan malah nyuruh Nathan" Dio berusaha sekuat tenaga agar tidak menggumamkan maaf. Dia tidak pernah menyalahkan Tika atas apapun yang terjadi pada Nathan atau kejadian-kejadian yang menimpanya. Dio hanya ingin Tika di rumah, hanya ingin Tika aman. Dia tidak tahu apa yang menghadapinya di depan, jadi dia tidak akan mengambil resiko dengan mengajak Tika juga.

"Lo,, jadi maksud lo gue pengganggu?" Tika sudah akan menangis, tapi ditahannya "Fine! Pergi aja sana!" Tika langsung pergi

Dio mendesah pasrah, ini memang keinginannya, tapi berpisah dengan Tika juga bukan sesuatu yang disukainya.

Besok semuanya akan jelas, sampai sekarang pihak kesultanan tidak bisa dihubungi. Semua sistem komunikasi tidak dapat menjangkau daerah itu. Dio penasaran sekaligus waspada, apa yang sebenarnya terjadi?

Keesokan harinya Dio dan Bram berangkat menuju bandara dengan diantar Pak Darmawan. "Segera hubungi kalau ada sesuatu yang mencurigakan, tetap berkomunikasi dengan markas" Pak Darmawan memandang Dio lagi lalu menepuk bahunya "Semoga berhasil boy! " Dio mengangguk, tapi pandangannya fokus ke arah lain. "Kamu cari siapa? Tika? Kalian masih berantem ya?" Dio memandang Ayahnya heran, sepertinya tidak ada yang bisa dirahasiakan di rumahnya.

Dio kembali mengangguk, lalu berkata "Salamin buat Tika ya Yah, Dio pergi" Setelah berpamitan Dio dan Bram langsung pergi.

***
Tring Tring,

Adrian, teknisi yang saat itu berjaga langsung terkejut melihat layar yang berkedip, "Kita terhubung dengan keraton!" Teriaknya

Semua langsung bergegas mendekat padanya, Tante Murni juga langsung masuk ke markas. "Segera lakukan komunikasi, kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi"

"Baik" Jawab Adrian lalu segera memproses perintah atasannya.

"Brian, segera cari data-data yang kita lewatkan selama 24 jam terakhir setelah Nathan menghilang"

"Baik" Jawab Brian salah satu staff ahli juga, Brian langsung sibuk dengan peralatannya. Tika juga langsung ke markas, "Tante?"

"Tika, Kita sudah bisa berhubungan dengan keraton"

"Beneran Tante?"

"Iya sayang, kita sekarang bisa minta konfirmasi. Semoga Nathan ketemu"

"Amin" Semua harapan kembali muncul. "Aku bantuin mas Adrian ya" Tika mendekat ke arah Adrian dan membantu menghubungi keraton, sementara Adrian membantu Brian. Tika mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja, menunggu sambungan.

"Ha--" Tubuh Tika menegang mendengar serentetan kata-kata yang diucapkan lawan bicaranya. Dia menoleh ke arah Tante Murni. "Tante,, tante harus dengar ini" Suaranya bergetar, kemudian dia menekan tombol loudspeaker.

***

Dio akhirnya sampai di Jogja, perjalanan kali ini terasa kurang. Biasanya dia akan menjahili Tika saat terbang, karena Tika takut mengingat kecelakaan kedua orangtuanya. Dio akan memeluknya tiba-tiba, tapi sekarang? Masa dia memeluk Bram?

"Dio, kita sudah dijemput" Dio yang sedang mengecek HP dan jaringan GPS-nya yang ternyata sekarang berfungsi mengangguk. Mereka memang dijemput oleh agen DPN yang bertugas di Jogja. Ternyata mereka ada gunanya juga.

"Bram, kita bisa langsung ke keraton? gue udah nggak sabar nih. HP gue berfungsi, jadi kemungkinan komunikasi keraton juga berfungsi. Di sana, kita juga bisa berhubungan dengan markas, lo juga musti laporan kan?" Bram hanya mengangguk, tapi langsung mengambil alat-alat komunikasi yang dibawa Dio.

“Kata mereka kita tidak boleh membawa alat komunikasi, keadaannya sepertinya gawat”

“Tapi----“

“Saya yang lebih tahu” Kata Bram tegas. Dio merasa kalau Bram mulai memegang kendali, apa gunanya kalau mereka berdua tanpa markas yang serba tahu, mereka bisa saja ditipu keraton, bisa saja. Sepertinya karena Dio bukan seorang agen, Bram memandangnya sebelah mata. Sialan! Kalau dia sebegini nggak bergunanya, gue ajak aja Tika. Bodoh!!

Yayaya,, Dio, penyesalan selalu datang di akhir.
***

Tuutt,,, tuuutt...

Tika kesal. Kenapa di saat penting seperti inidia tidak bisa menghubungi Dio. “Nggak bisa Tante, Dio nggak ngangkat teleponnya”

“Bram juga tidak bisa dihubungi” Jawab Adrian.

“Ini masalah gawat, medan magnet di tempat Nathan menghilang bisa tiba-tiba datang dan pergi dan kita tidak tahu dimana ujung medan magnet yang mungkin saja berupa portal itu. Kita harus memperingatkan mereka. Lagipula peralatan mereka tidak memadai, kita harus mengirimkan peralatan dan persenjataan yang tidak akan hilang dan rusak saat terkena dampak medan magnet.”

“Lalu bagaimana?” Tanya Om Darmawan

“Aku sudah menyuruh Adrian membuat alat-alat itu, dan mungkin kita butuh orang yang lincah, pintar menyelinap, dan keras kepala agar Dio mau mendengarkan”

“Aku aja”

No comments: