SELAMAT DATANG!

Welkom! Wellcom!!benvenuto!willkommen!Bienvenue!!
Semua kata diatas berarti SELAMAT DATANG! dari Indonesia.
Semoga kalian-kalian yang mengunjungi blog ini akan merasa nyaman dan nggak pulang pulang kaya Bang Toyib, atau malah kesasar Nyari Alamat Palsu kaya Ayu Ting-Ting,,,,,,,
"DON'T COPAS PLEASE!!! TRY TO BE HONEST GUYS!!"
Semoga betah dan nggak kapok mampirr. :D

Thursday, May 24, 2012

Protect Me!!! 8 END


Yeii,, akhirnya selesai juga,, ini part tekhir protect me!!

Selamat membaca!!

Tokk Tokk,,, Aku bermimpi ada seseorang yang mengetuk pintu.

Klek, itu bunyi pintu kamarku yang terbuka.

seseorang mengusap rambutku, ternyata ini bukan mimpi.

"Buuu, Lima menit lagi" aku mengerang dan menarik selimut menutup muka. 


"Udah jam berapa nih? Nanti telat lho, sayang"

"Iya.." Hah? Bukan suara Ibu? Suara kak Lio? Aku langsung bangkit.

"Pagii" Dia tersenyum, melihatku masih bengong dia menambahkan "Pagi sayang, kok bengong sih?" aku langsung menutup mukaku dengan selimut dan merapikan rambutku. "Eh kenapa sih? Buka nggak?" Dia menarik-narik selimutku.

"Jangan!"

"Kenapa sih?"

"Kak Lio jahat banget sih? Gue malu tau! Masih berantakan" Aku mendengar dia terkekeh, sialan! Malah diketawain.

"Kayak gue nggak pernah liat lo begini aja? Gue kan pernah liat yang lebih berantakan" Sekali lagi dia mencoba menarik selimutku, kali ini berhasil. Dia menarikku, mencium keningku cepat "Udah, cantik deh, sekolah dong!"

"Iyaaa,, tapi keluar sana!" Aku mendorongnya, Kak Lio hanya tertawa lalu keluar. Ah malu!

Kalian nggak tahu ya? Aku.. Akuu... Aku baru jadian sama Kak Lio tadi malam.

Flashback

“Arghhhh, gue ucapin sekali aja ya? Gue sayang lo”

“Hah?”

"Udah gue nggak mau ngomong" Kak Lio beranjak berdiri. Aku menahan tangannya.

"Eh kakak nomong apa sih?" aku mengulangi pertanyaanku. Dia langsung mencium bibirku singkat.

Brak

"Eh jangan macem-macem sama adek gue!" Kak Dimas tiba-tiba keluar ke halaman lagi. Menantang Kak Lio.

"Apa sih Dim?" Tanya Kak Lio kesal "Lo sendiri bilang gue suruh cepetan, malah lo ganggu!"

"Tapi nggak pake cium juga! Gue belum rela"

"Percaya deh sama gue, gue udah mau nunggu 4 tahun buat dapetin dia,  masak mau gue sia-siain?" Aku semakin merasa bingung. Kenapa sih dua orang ini hobi sekali membuat orang bingung? "Udah deh, lo masuk aja!" Kak Lio mendorong tubuh Kak Dimas masuk.
Kak Dimas menoleh ke belakang, berteriak. "Awas kalo lo macem-macem lagi! Gue panggang lo! Dinda jangan mau diapa-apain! Jangan gampang dirayu mukanya Lio! Inget!"

Setelah Kak Lio berhasil mendorong Kak Dimas, dia berbalik menatapku lagi "Balik ke pembicaraan kita tadi. Menurut lo, apa arti yang tadi?" aku masih bengong dan tidak bisa berkata apa-apa, membatu. Dia terkekeh, tadi itu apa? Aku refleks meraba bibirku. "Udah ah, kayaknya lo belum siap. Lo nggak perlu ngomong apa-apa, gue bakal nungguin lo" Dia mencoba berbalik, aku menahannya dan langsung memeluknya, dia membalas pelukanku. Aku inging semuanya jelas.

"4 tahun?" aku tidak memerlukan jawaban, tapi Kak Lio mengangguk "Itu lama banget, jadi ini maksud Vei? Gue berarti emang pengganggu Kakak sama Vei. Kok gue yang udah lama banget sama Kakak nggak sadar?" 

"Hehehehe" Kak Lio kembali tertawa pelan, mengurai pelukannya lalu mengusap rambutku "Lo antik sih ya? Masih kecil juga"

"Emang bener Kak Lio suka sama gue?"

Dia menghela napas lalu memandangku, memandang mataku "Gue pernah punya pacar?" aku menggeleng "Pernah cerita kalo gue suka sama cewek?" aku menggeleng "Gue pernah jalan sama cewek lain selain lo?" Aku kembali menggeleng, hidup Kak Lio berputar di sekitarku. Dulu saat Kak Lio masih sekolah, kami selalu pulang dan berangkat bersama. Kak Lio selalu mengantarku kemana saja, bergantian dengan Kak Dimas. Kak Lio selalu menemaniku saat dia tidak sibuk, mencari waktu untuk melihatku. Kak  Lio selalu bersamaku. Selama ini Kak Lio menungguku?

"Kak Lio kenapa baru bilang sekarang?"

"Gue udah bilang pas lo lulus SD dan lo bilang lo juga sayang sama gue, jadi secara nggak  lo sadari kita udah jadian"  tambah Kak Lio sambil mengedipkan matanya. Jawaban macam apa itu? Aku ingat waktu itu, aku lulus SD dan Kak Lio menemuiku. Dia memang mengatakan kalau dia sayang padaku dan aku juga, tapi kan itu waktu aku SD! Apa sih yang bisa dipikirkan anak polos sepertiku? Aku dulu berpikir sayang yang biasa saja, Kak Lio itu kakakku, ternyata Kak Lio sudah menganggap lain.

Tanpa berpikir ulang aku berbicara, "Aku juga sayang kakak"

Muka Kak Lio kaget sekali, aku mengangguk mantap. Dia hanya bengong.

Aku menambahkan, "Setiap inget kakak jalan sama Vei, atau misalnya cewek lain aku nggak rela. Nggak rela banget. Kak Lio cuma punyaku" Kak Lio akhirnya bereaksi dengan kembali memelukku erat lalu melepaskannya cepat.

"Yes! Akhirnyaaaa" teriaknya sambil loncat-loncat, sumpah! Aku jadi bengong sendiri, ishhh! Ini kak Lio yang cool itu? Yang galaknya super banget, yang suka ngomel, yang jahil? Ternyata lebih anak kecil daripada aku.

Kak Lio kemudian berjalan mendekat ke arahku dan memegang bahuku. "Sekarang kamu resmi jadi pacar aku, jangan macem-macem dan sok centil ya sama cowok-cowok lain! Sayang" Senyumnya manis sekali, tapi aku masih sanggung. Dia memanggilku sayang? Terus aku harus manggil dia apa dong? Ngomongnya pakai aku kamu kayak tadi?

Aku langsung terdiam. "Ehmm,, kita nanti pake Aku kamu kak??"

Dia mengernyit heran lalu berpikir sebentar, "Kamu belum nyaman ya? Yaudah pelan-pelan aja"

Diam-diam aku bernapas lega, aku memang menyukainya, sayang, tapi aku masih canggung, dia sekarang pacarku?

"Tapi sekarang latihan dulu buat yang pertama kali, bilang aku sayang kamu, coba?" hah? Kak Lio?

"Ishh,, kakak kenapa sih? Malu tauu,,"

"Sekali aja, kalo nggak, nggak aku ijinin masuk sayang, sayang, sayang,, yaaang,, sayang"

"Argghhh,, iyaa iyaa, iyaa,, ampunn.." aku malu sekali disapa sayaang,,, ughh!

"Yaudah buruan ngomong, sayang" Kak Lio kembali mengedip-ngedipkan matanya.

"Aku... Akuu,, aa.. Akuu sayang kamu" aku langsung berlari ke atas dan masuk kamar, terdengar suara Kak Lio yang tertawa keras. Sepertinya dia senang sekali melihatku menahan malu
***
"Dindaaa,, cepetaaan.. Lio mau nganterin kamu nih" Terdengar suara panggilan Ibu, aku dengan cepat merapikan rambutku dan memberi sentuhan lipgloss terakhir.

"Iyaaa,," Aku dengan cepat menuruni tangga. Aku tersenyum memandang Kak Lio, tapi senyumku menghilang cepat karena dia berkata, "Hai, sayang, ayo makan" Ihhh,, Aku kan  masih maluuu,,

Ibu dan Ayah, hanya tersenyum simpul. Sementara Kak Dimas pura-pura cuek, sepertinya dia masih marah untuk urusan Kak Lio yang menciumku tadi malam. Aku segera duduk di samping Kak Lio, aku gugup sekali, sekarang Kak Lio itu pacarku, aku harus bagaimana?

Kak Lio hanya tersenyum melihat tingkahku, lalu berkata "Ayah, Ibu" Katanya sambil memandang mereka satu persatu, Ayah dan Ibu mengangguk sambil tersenyum. Pandangan Kak Lio beralih ke Kak Dimas "Kak Dimas.." Sumpah Aku  ingin tertawa melihat muka Kak Dimas yang datar. Tatapan mata Kak Dimas mengatakan 'Siapa yang mau dipanggil kakak sama lo?' itu menjawab sapaan Kak Lio "Mulai sekarang, aku pacaran sama Dinda, semoga semuanya senang dan setuju. Aku janji akan bahagiain Dinda, marahin dia kalau dia bandel nggak mau makan, jagain dia, dan yang pasti, sayang sama Dinda" aku hanya bisa menahan napas di setiap kata yang diucapkan Kak Lio. "Kalau Lio nyakitin Dinda, Ayah, Ibu, sama Kak Dimas harus yakin, Lio nggak bermaksud seperti itu. Lio sayang sama Dinda, jadi Lio akan melakukan yang terbaik" Kak Lio mengakhiri kata-katanya, Ibu langsung bangkit sambil bertepuk tangan sambil bersorak. 

"Dindaaa, Ibu iri sekali sama kamuuu" Ibu lalu menarik Ayah berdiri dan langsung merangkulnya, "Semoga nanti kalian bisa seperti Ayah sama Ibu ya? Iya kan yah?" Bunda main serobot mencium pipi ayah, Ayah hanya tertawa dan menanggapi, "Tapi kalian jangan lupa kewajiban ya? Dinda belajar yang bener, Lio juga" Aku hanya geleng-geleng, senang sekaligus malu, aku semakin menyayangi Kak Lio.

Semua mata sekarang mengarahkan pandangannya pada Kak Dimas, dia belum mengucapkan sesuatu, sadar kalau dipandangi, dia berdehem "Gue oke kok sama kalian, cuma gue nggak mau dipanggil Kakak sama Lio, enak aja, tuaan dia tauk!" Kami semua tertawa mendengar omelan Kak Dimas yang kekanak-kanakan.

***
Srett,,,
Bunyi gesekan ban mobil dengan aspal mengantarkanku sampai ke sekolah.

"Jangan lupa pulang sekolah gue jemput, jangan lupa minta maaf sama Bita, kan sahabat harus cepet baikan, jangan jajan sembarangan, jangan minum es lagi sekarang aja tenggorokannya udah sakit, jangan.." cupp!

Aku mencium pipinya singkat, "Bawel ihhh,," Aku memeletkan lidah dan membuka pintu untuk keluar "Daa kakakk" Aku melambaikan tangan lalu berlari menuju kelas, meninggalkan Kak Lio yang bengong. Sekolah sudah ramai karena sekarang sudah pukul setengah tujuh. Aku mencari-cari Bita, tapi tidak ketemu sampai bel masuk berdering. Aku mengambil BB dari kantung seragamku, tapi hanya kupandangi. Aku ragu, nanti Bita masih mau mengangkat teleponku? Setelah 15 menit memandangi nomor Bita, akhirnya aku memberanikan diri meneleponnya, dering pertama, kedua, sampai deringnya mati Bita tidak mengangkat teleponku. Aku mencoba sekali lagi, tetap tidak diangkat. Mungkin Bita sibuk, atau dia masih marah padaku??? Aku berhenti mencoba meneleponnya karena guru matematikaku sudah datang. Sepanjang pelajaran yang memang sulit, aku semakin tidak mengerti karena konsentrasiku terbelah. Ditengah - tengah lamunanku tentang x dan y BB di kantungku bergetar, aku mengambil dan melihat layarnya, Bita? Aku segera izin ke guruku untuk ke toilet, aku berlari terburu-buru, takut kalau teleponnya keburu putus.

"Ha.. Lo" kataku terputus saat sampai di toilet.

"Halo manis?" aku langsung berdiri tegak setelah mendengar siapa yang menyapa.

"Ve.. Vei??" aku ingin sekali salah dengar, tapi aku diyakinkan dengan suara yang begitu jelas.

"Iya manis, kaget?" sayup-sayup aku mendengar erangan dibelakang suara Vei.

"Itu Bi,," sebelum aku selesai mengatakannya, terdengar suara brak!

"Diem nggak lo? Diem! Diem diem!" Terdengar suara bergantian antara benda dipukul, teriakan tertahan, dan bentakan Vei. Kemudian tidak lagi terdengar suara, aku menahan napas."Adik tiri gue itu emang nyusahin ya,," suara Vei kembali terdengar.

"Lo apain Bita? Dimana lo?" Vei malah tertawa mendengar nada mendesakku.

"Bisa juga lo galak, kesini lo, gue tunggu. Sendiri! Kalo lo nggak mau sahabat tercinta lo ini.. lewat" lalu Vei menyebutkan alamatnya, aku segera berlari ke UKS untuk meminta surat izin pulang. Melihat wajahku yang sudah pucat karena mendengar kabar dari Vei, perawat percaya kalau aku sakit. Aku keluar dari gerbang sekolah dan langsung mencegat taksi, aku tidak akan memberitahu Kak Dimas atau Kak Lio, aku takut Bita akan semakin terancam.

***
Duapuluh menit kemudian aku sampai di depan rumah kosong di pinggiran kota, rumahnya sepi sekali.

BB di kantung seragamku bergetar lagi. Sebelum aku sempat mengucapkan halo, sebuah suara memotongku, "Bagus, lo dateng sendiri" aku tidak heran kalau Vei mengawasiku dari dalam rumah berukuran sedang ini. "Lo masuk cepetan!" aku langsung membuka pagar yang tidak terkunci, dan masuk ke halaman lalu terus menuju pintu depan. Aku membuka pintu yang ternyata tidak terkunci juga. Aku masuk, tapi sebelum menutup pintu seseorang menutup pintu dengan keras, aku terlonjak lalu berbalik. Vei disana mengunci pintu, berbalik padaku dan dengan tiba-tiba langsung memukulku dengan tongkat baseball, membuatku tidak bisa mengingat apapun setelahnya. Aku tidak tahu berapa lama aku pingsan, aku tersadar karena mendengar suara yang semakin lama semakin terdengar jelas,

"Dinda? Din?" Aku membuka mata, ternyata tadi suara Bita yang berbisik memanggilku. "Lo nggak apa-apa?" tanyanya, wajahnya terlihat khawatir. Aku langsung tersadar penuh, meringis sakit saat menggerakkan leherku, tempat pukulan Vei tadi. Aku juga diikat di sebuah kursi di samping Bita. Melihat wajah Bita sekali lagi membuatku ngeri dan sedih, wajahnya penuh luka, sudut bibirnya pecah memar-memar di bagian pipi, dia juga diikat.

"Lo diapain aja?" tanyaku serak, kenapa Vei segini teganya pada Bita? Wajah Bita langsung berubah, dia menahan tangis "Ini gara-gara gue sama Kak Lio ya?" tanyaku sekali lagi. "Iya kan? Bit? Kenapa Vei tega banget sama sodaranya?"

"Nggak kok, nggak. Kak Vei aja yang lagi kesel" Kelihatan sekali, Bita berbohong untuk menenangkanku, kenapa dia begini baik? Masih juga memanggil Vei dengan sebutan kakak.

"Bit, gue minta maaf. Semua gara-gara gue sama Kak Lio. Nggak seharusnya lo menanggung ini semua" suaraku lirih, aku ingin menangis. "Gue juga minta maaf soal kemarin"

"Minta maaf kenapa?"

"Masalah kemarin, foto itu. Gue sekarang tau kalo itu semua kerjaannya Vei. Tapi kenapa Vei masih bebas? Kata Kak Lio, Vei udah diamanin. Gue,, gue nggak tega ngeliat lo begini gara-gara gue Bit" Pertahananku jebol, airmata jatuh satu persatu di pipiku.

"Jangan nangis! Please! Nggak usah dipikirin. Gue juga minta maaf, gue nurutin kemauan Kak Vei. Gue terpaksa, lo tau kan? Lo tau kan? apa yang bisa Kak Vei lakuin?" Kata Bita sesenggukan sambil menggerakkan kepalanya pada kami yang diikat di kursi "Tadi malem dia ngamuk di rumah, terus gue diseret ke sini. Gue,, gue dipukulin" Aku tidak habis pikir, Vei memang psikopat. Apa ini semua gara-gara Kak Lio saja? Aku semakin merasa bersalah pada Bita, ini memang gara-gara aku.

"Sekarang Vei dimana?"

"Gue denger tadi dia ditelepon, terus pergi" tiba-tiba Bita terisak "Gue bingung gimana caranya kita keluar. Kita nggak bisa ngelawan Kak Vei. Gue udah nggak tahan, gue mau pulang"

"Maafin gue, tahanin bentar ya Bit. Sekarang udah sore, semoga Kak Lio bisa nemuin kita, maafin gue ya Bit"
Kak Lio tolong!

***
Aku dan Bita terdiam dalam waktu yang cukup lama, kami sama-sama berpikir apa yang harus kami lakukan, bagaimana ini semua bisa cepat berakhir? Aku tidak tahu jam berapa sekarang, tasku tergeletak di meja sudut, di sampingnya terlihat BB-ku yang sudah hancur dihantam tongkat baseball.

Klek,

Suara pintu tebuka lalu terkunci terdengar. Aku mendengar langkah kaki yang terburu-buru mendekat, Vei disana. Vei berjalan semakin mendekat kearahku, wajahnya terlihat marah.

"Aaawww,, aduhhh,," Tiba-tiba saja dia menarik rambutku dengan kuat.

"Lo! Lo udah jadian sama Lio? Lo emang cewek nggak tau malu ya? Kenapa lo ngerebut cowok gue? Lo nggak bisa ya cari cowok lain? Lio itu buat gue" Darimana dia tau? Dia baru bertemu Kak Lio? Aduhh,, Semakin lama dia berbicara, semakin kuat dia menarik rambutku.

"Kak Vei! Lepas!" Bita berteriak melihatku kesakitan. Aku sekarang merasa sebagian rambutku yang ditarik Vei mulai rontok. "Kak Vei lepas!" Vei akhirnya melepas tarikannya, benar saja, ada rambutku yang tertinggal di sela-sela jarinya.

"Lo cewek nggak berguna, penyakitan! Seharusnya lo mati!"

Plak! Plak!
"Aw,, sakit Vei, sakitt.. Ampunn"
Dia menamparku berkali-kali. Aku merasakan bibirku pecah, berdarah. Pusing!

Dia kemudian mengeluarkan benda dari saku jaketnya, pisau lipat.

"Lo tau ini tajem? Gimana kalo gue buat garis di sini?"

Sret!

Aku berteriak tertahan, rasanya perih sekali. Bita sudah menangis di sebelahku, bau amis darah tercium di hidungku, pusing sekali. Pipiku digores pisau Vei yang tajam, memanjang ke bawah. Aku tidak tahu bagaimana bentuk wajahku sekarang. Aku butuh Kak Lio, aku sudah tidak tahan.

"Vei, stop! Berhenti berhenti berhentiiiiii!" aku berteriak histeris "Mau lo apa sih?" aku terisak hebat, Bita di sampingku juga ikut menangis.

"Masih mau tanya mau gue apa? Gue mau lo mati! Lio cuma buat gue, Ridho buat gue,, Ridho buat gue,, Ridho nggak boleh mati,, Ridho nggak boleh jadi milik orang lain. Dia buat gue!" Ridho? Siapa dia? Aku melirik ke arah Bita, dia menggeleng sedih. Bita mengetahui sesuatu. Melihat Vei histeris begini, aku jadi merasa kasihan. Siapa Ridho? Apa hubungannya dengan Kak Lio? "Dan Lo, lo udah ngerebut dia dari gue! Nggak tau malu" Dia mulai menampariku lagi, kali ini lebih keras.

Plak! "Ini buat lo yang udah jauhin lio dari gue!"

Plak! "Ini buat lo yang beraninya jadian sama Lio!"

Plak! "Ini buat lo yang ngehalangin rencana gue"

Plak! "Ini buat lo yang berani hidup di dan muncul depan gue!" Rasanya perih sekali, tamparan bertubi-tubi menyerangku. Rasanya sudah tidak karuan, teriakan Bita menjadi backsound-nya. Aku sudah tidak sanggup berteriak atau terisak, hanya air mataku yang terus meleleh.

"Udah cukup!" Teriakan kembali menggema, Vei menghentikan tamparannya. Seseorang menahan tangannya yang sudah melayang di atas wajahku, aku mendongak

"Kak Lio?" Aku tidak bisa menggambarkan perasaanku saat ini. Lega, bahagia, tapi mungkin lebih dari itu. Aku berada diantara keadaan sadar dan tidak sadar memandangi Kak Lio, percaya atau tidak, aku merindukannya.

Vei terdiam di tempat memandang Kak Lio ,aku menelan ludah, dengan sayang. Entah apa yang terjadi pada Vei, tapi dia mendapatkan ketenangannya lagi. Kak Lio seperti menahan diri untuk tidak memelukku, dia harus mengurus Vei lebih dulu.
 
"Vei?" Panggilnya lembut "Vei?" panggilnya sekali lagi, setelah panggilannya diabaikan. Vei mengerjapkan mata, lalu mulai merespon panggilan Kak Lio. Vei menggenggam tangan Kak lio yang mencekalnya.

"Lio? Kenapa di sini? Udah makan?" Perubahan sikap Vei terjadi lagi, seperti saat di rumah Kak Lio. Vei seperti lupa segalanya, yang dia tahu hanya Kak Lio yang sekarang ada di dekatnya. Kami semua terdiam, Kak Lio tiba-tiba memelintir lengan Vei dan menguncinya.

"Lepasin! Lepas! Lepasin!" umpatan dan makian meluncur dari mulut Vei, dari belakang terlihat Kak Dimas berlari dan langsung menghampiriku. Sementara Vei terus berteriak-teriak histeris.

"Lo nggak apa-apa Din?" Aku mengangguk lemah, dengan sigap Kak Dimas melepaskan ikatanku dan langsung memelukku saat semua ikatanku terlepas. "Maafin gue, gue nggak bisa jagain lo" aku menggeleng sambil terus menangis. Kak Dimas menghapus airmataku, aku mengangguk. Kak Dimas lalu beralih ke Bita, melepas semua ikatannya.

"Lepasin gue! Arghhh,, lepasin!" Vei terus bergerak liar. Kak Lio yang ada di belakangnya mendapat sayatan di tangan kirinya, karena Vei ternyata masih membawa pisau lipat yang tadi dipakainya untuk menggores wajahku.

"Arghh" Dengan sekali sentak Vei berhasil melepaskan diri dan langsung berlari kearahku, saat pisau Vei nyaris menggores wajahku lagi dia sudah diringkus oleh beberapa orang, Kak Dimas salah satunya. Mereka menggunakan baju berwarna putih, baju rumah sakit! Vei terus meronta, tapi tentu saja kalah kuat dan akhirnya bisa dibawa pergi dengan ambulance.

***
Sebulan Kemudian

Semua kembali tenang, aku tetap bersekolah seperti biasa, Bita juga. Vei ternyata mengalami depresi berat karena Ridho, pacarnya meninggal dalam kecelakaan mobil. Sangat kebetulan, wajah Ridho dan Kak Lio itu mirip sekali, bahkan seperti anak kembar. Sejak melihat Kak Lio untu pertamakali, Vei langsung menyangka itu Ridho, atau penggantinya. Dengan segala cara Vei mendekati dan mencoba mendapatkan kembali “Ridho”-nya, tapi selalu terhalang karena ada aku. Aku jadi mengerti semua perbuatan Vei, sebenarnya Vei juga menderita. Aku tahu semua cerita ini melalui Bita dan Kak Lio. Aku merasa, setelah kejadian ini, aku dapat berpikir dari dua sisi, baik dan buruk. Baik menurutku belum tentu baik orang lain, dan sebaliknya. Aku sedikit lebih dewasa, ehm sedikit, karena pacarku yang satu itu tidak pernah menganggapku dewasa, aku seperti bayi yang harus terus dilindungi, tapi aku suka.

Sangat suka!!!

Sebulan belakangan ini kugunakan waktu untuk memperbaiki hubunganku dengan Bita dan terus meyakinkan Kak Lio, kalau aku baik-baik saja dan dia tidak bersalah atas apapun yang terjadi padaku.

Flashback On
Setelah aku diperiksa dokter, dibalut luka-lukaku, Kak Lio datang menghampiriku. Langsung memelukku. Tubuhnya terasa dingin, sayatan di lengan Kak Lio juga sudah diobati.

“Maafin gue, maaf” Aku yang tidak mengerti hanya diam “Kalau aja gue nggak ada di deket lo terus, kalo gue bisa sedikit aja nahan diri buat nggak ketemu lo terus, Vei pasti bisa nahan diri juga, pasti nggak begini” Aku mulai mengerti kalau kak Lio merasa bersalah atas semua yang dilakukan Vei padaku. Tapi tentu saja ini bukan salahnya.

“Yang” Panggilku lembut, aku bisa terbiasa memanggilnya sayang “Aku sayang kamu” Cukup tiga kata itu, apapun yang terjadi aku  akan terus menyayanginya. Dia telah menjagaku bertahun tahun, He protects me!! Dia menjagaku seumur hidupnya, bersamaku dan selalu bersamaku. Tubuh Kak Lio bergetar seperti menahan tangis, aku memeluknya semakin erat.

“Aku nggak tau gimana tadi kalau aku telat? Gimana kalo Vei berbuat lebih? Aku takut, takut nggak bisa liat kamu lagi. Aku akan merasa paling bodoh kalau sesuatu yang lebih buruk terjadi sama kamu”

“Tapi nggak ada apa-apa kan? Aku di sini, sama kamu, yahh dengan beberapa luka sih, tapi yang paling penting dari itu semua, aku bahagia” Kak Lio membalas ucapanku dengan membenamkan tubuhku lebih dalam.

Flasback Off

Ciuman kecil di pipiku menyadarkanku dari lamunan. Aku tersenyum dan balas menciumnya di pipi. Aku sedang berada di teras belakang, mendengarkan musik dengan iPod ku. Dan aku tahu kata pertama yang akan dia katakan padaku,
“Udah makan?” Nah!! Aku dengan enggan menggeleng, aku lupa waktu karena sempat tertidur di kursi ini dari tadi siang.

“Tuh kan, kamu tuh magh akut, makannya harus teratur,, bla bla bla..” Tidak penting! Aku langsung mengambil tindakan, kupeluk lengannya dan bersandar di bahunya. Menatapnya dengan wajah memelas.

“Suapin dong” Aku nyengir lebar, karena melihatnya mendesah menyerah. Aku sekarang tahu kelemahannya, dia tidak tahan dengan wajah memelas dan tatapanku. Ahhh aku akan selalu menang. Kak Lio, pacarku, berjalan masuk ke dapur untuk mengambil makan siangku, atau makan agak sore, sekarang pukul tiga sore.

Aku pikir ini hampir sempurna, Aku, Kak Lio, Ibu, Ayah, Kak Dimas, Bita dan semua orang di sekitarku. Berbicara, berdiskusi, bertengkar, ngambek, saling menyayangi, menegur, meminta, dan memberi. Semua ini bisa terjadi karena ada malaikat pelindung di sampingku, menjagaku agar aku tidak jatuh, atau malah jatuh bersamaku. My guardian angel will always protects me!!

“Yang, ayo makan!” Yak ayo makan sebelum pak tukang maksa ini ngambek ;)



THE END

4 comments:

Unknown said...

horeeeee, akhirnya selesaiiii !! :D
yeyeyee happy ending :D
nice story kak :D

Unknown said...

Makasih udah ngikutin dari awal sampe akhir, makasih udah nungguin juga,,,
Support kamu dan pembaca yang lain bisa bikin cerita ini selesai
*lebaii deh* :P

MAKASIH!!!

Unknown said...

sama-sama :)
seneng bisa baca karya punya kakak.
ttp semangat yaaa :D

Unknown said...

Makasiih :)))
Iya semangat!!! :D
*hugs*