SELAMAT DATANG!

Welkom! Wellcom!!benvenuto!willkommen!Bienvenue!!
Semua kata diatas berarti SELAMAT DATANG! dari Indonesia.
Semoga kalian-kalian yang mengunjungi blog ini akan merasa nyaman dan nggak pulang pulang kaya Bang Toyib, atau malah kesasar Nyari Alamat Palsu kaya Ayu Ting-Ting,,,,,,,
"DON'T COPAS PLEASE!!! TRY TO BE HONEST GUYS!!"
Semoga betah dan nggak kapok mampirr. :D

Friday, February 3, 2012

Protect Me!!! 2

Bel sekolah sudah berbunyi duapuluh menit yang lalu dan aku masih di sini, di gerbang sekolah menunggu dijemput Kak Lio. Aku sudah meneleponnya berkali-kali dan jawabannya selalu sama dia masih di jalan. Bita tadi sudah pergi ke Gramedia, ahh aku menyesal karena tidak ikut Bita. Kalau tahu Kak Lio bakal terlambat seperti ini aku pasti langsung kabur.
“Kak Lio mana sih? Lama banget!!!” kataku menggerutu di pinggir jalan
“Lamaaaa” aku mulai berjalan mondar-mandir, mengecek HP “Ahhhh lama!” Aku menghentak-hentakkan kakiku lalu berjalan menjauh dari sekolah menuju taman kota yang memang hanya berjarak 100 m dari sekolahku.
Kruuyuuuuukkk....
Perutku berbunyi,
aku mengelus-elus perutku. Lapeeerrrrrrr!! Aku melihat sekeliling dan hanya menemukan tukang gorengan. “Payah nih taman kota. Masa yang jual cuma tukang gorengan? Yah terpaksa deh, daripada mag gue kambuh” Ucapku, lalu berjalan menuju tukang gorengan. “Bang. Lima ribu bang” kataku sambil mengeluarkan uang lima ribuan dari kantong seragamku. Abang tukang gorengan dengan cekatan memasukkan gorengan dalam kantong kertas dan memberikannya padaku. Aku kemudian berjalan menuju bangku terdekat dari situ dan duduk sambil menikmati gorenganku.
“Nikmatnyaaaaaa” kataku menggigit lagi bakwan yang masih hangat itu ”Emang kalo lagi laper apa aja enak” saat sedang asyik menyantap gorengan HP ku berbunyi, aku tak mengacuhkannya dan terus melanjutkan kegiatanku makan gorengan. 10 menit kemudian HP ku terus berbunyi berulang-ulang, tapi aku masih tak mengacuhkannya sampai kulihat orang yang meneleponku berdiri di hadapanku dengan wajah marah.
Aku memasang wajah datar dan menyodorkan kantong gorenganku padanya
“Kak Lio mau makan gorengan?” tanyaku. Dia masih saja bergeming di posisi yang sama dan menatapku tajam. Aku sih cuek saja dengan menarik kembali kantong gorenganku dan mengambil satu gorengan lagi, tapi Hupp!!! Gorenganku jatuh ke tanah. Dibuang oleh Kak Lio.
“Kakak kenapa sih? Nggak mau gorengan yaudah, nggak usah pake jatohin punya gue dong” kataku kesal lalu bangkit dan membuang gorengan yang tersisa ke tempat sampah. Aku berjalan meninggalkan Kak Lio, aku ingin pulang.
“Nggak tau apa gue lagi kesel sama dia? Emang dia nggak tahu gue nungguin dia lama banget? Kak Lio jahat! Kenapa sekarang dia yang marah? Yang seharusnya marah kan gue” gerutuku sepanjang jalan. Aku yakin Kak Lio pasti mendengar apa yang aku bicarakan karena aku bisa mendengar langkah kaki teraturnya di belakangku. Sentuhan tangannya terasa saat kami sudah dekat dengan mobil Kak Lio, jarinya ditautkan pada jariku dan menghentikanku melangkah. Aku hanya menunduk, takut dimarahi lagi. Terdengar helaan napas panjang Kak Lio, aku menghitung dalam hati 1.... 2.... ...

“Lo nggak apa-apa?” Hah? Aku langsung mendongak dan menemukan wajah khawatir disana. Dia tidak marah, hanya khawatir. Aku hanya mengangguk
“Yaudah, ayo masuk” dia mendorongku ke pintu penumpang dan membukakannya untukku kemudian menutupnya kembali. Dia kembali terdiam dan wajahnya masih sama, kaku. Tangannya meremas kuat kemudi, sekarang dia kelihatan menahan marah.
“Kakak maafin Dinda yaaaaa” kataku saat mobil sudah berjalan, aku menghadap kak Lio. Dia mendengus saat aku menggunakan sapaan ‘Dinda’ padanya. Dia tahu kalau aku sedang berusaha bersikap manis.
“Kalau kakak mau marah, marah aja” Kataku, biasanya kata-kata ini akan membuat kak Lio menumpahkan kekesalannya. Dan benar saja, dia mulai memarahiku,
“Lo nggak bisa sabar ya? Gue bilang tungguin! Lo nggak ngerti arti kata TUNGGUIN???? Jalanan macet banget. Lo tahu kan sekarang lagi jam anak sekolah pulang? Apa susahnya sih nunggguin gue? Lo tinggal duduk manis di samping gerbang! Gue nggak nyuruh lo nyangkul sampai tua kok” Aku berada dalam situasi yang sulit, antara mau menangis atau malah tertawa dengan kalimat terakhir Kak Lio.
“A...”
“Lo nggak tahu gimana gue khawatirnya sama lo? Lo tuh masih kecil, dibilangin aja susah banget. Kalo lo ilang gimana? Kalo lo diculik gimana? Emang lo bisa apa? Badan kerempeng gitu” Ow ow ow....
“Kak Lio? Kak Lio tuh yang tahu apa! Gue udah nungguin kakak setengah jam! Kakak mikir dong, kalo emang niat jemput gue bangunnya jangan kesiangan! Udah jam setengah satu juga baru bangun??? Kalo tahu jalan macet harusnya kakak udah berangkat sebelumnya!” balasku berteriak “Dan gue bukan anak kecil lagi uhuk ugh Uhuk uhuk” tiba-tiba aku terbatuk-batuk. Aduh Ibuu, tenggorokanku rasanya seperti terbakar “Uhuk Uhuk”
“Lo kenapa?” Tanya Kak Lio
“Ugh! Uhuk Uhuk! Ka...kaak ber... hen...tiii” Kataku terbata-bata, tapi bisa di dengar karena Kak Lio langsung memberhentikan mobilnya. Aku langsung keluar dari mobil dan berlari ke parit. Aku muntah di sana.
Hueeeekkkk....
Uhuk uhuk!!!!
Aku merasakan ada tangan dingin mengikat rambutku asal dan menepuk- nepuk punggungku. Aku menangis, kak Lio memberiku air mineral dan aku langsung meneguknya. Kak Lio masih menepuk-nepuk punggungku.
“Lo nggak apa-apa?” tanyannya saat aku sudah berdiri dengan stabil. Aku hanya menggeleng sambil terus menangis, aku selalu begini, setiap aku muntah, pusing atau apapun yang berkaitan dengan fisikku yang lemah aku langsung menangis. Kak Lio mengungguku tenang sambil sesekali menghapus airmataku, aku bersandar padanya, kepalaku kusandarkan pada dadanya.
“Lo tadi makan gorengan berapa? Parah gini!” katanya sambil mengeratkan pelukannya padaku. Kak Lio memang selalu bisa diandalkan.
Aku hanya bisa menangis dan memeluknya, mengubur wajahku di dadanya. Aku tidak bisa menjawab karena suaraku langsung habis.
“Hummm,,, gue beliin sekarung deh, biar lo nggak bisa ngomong seminggu” Katanya, aku langsung menghadiahinya tepukan keras di dada.
“Abis lo dibilangin susah banget. Kayak batu” Dia mengelus-elus rambutku dan mendesah panjang. Dia sangat tahu aku suka sekali dielus rambutnya. Aku masih menangis dipelukan kak Lio, dia hanya menungguku dengan tenang. Untung jalan yang kami lalui tadi sepi jadi nggak ada orang yang bakali ngeliatin aku yang nangis sambil dipeluk cowok.
Setelah beberapa menit, Aku berhenti menangis dan melepas pelukannya.
“Udah nangisnya?” tanyanya, aku hanya bisa mengangguk. Tidak bisa bersuara.
“Yaudah, pulang yuk” ajaknya sambil membukakan pintu untukku.
Sampai di rumah, aku diturunkan sementara Kak Lio seperti biasa langsung pulang ke rumahnya di seberang rumah. Aku langsung masuk rumah dan pergi ke kamar, aku mau tidur. Masih jam 2 siang, jam segini Bunda masih kerja, ayah juga. Kak Dimas tadi pagi kan bilang mau ngedate sama pacarnya yang aku nggak tahu siapa, kak Dimas belum mau ngenalin sama aku. Aku langsung merebahkan diri di kasur tanpa mengganti baju. Saat detik-detik menuju tidur lelapku, aku mendengar suara langkah seseorang memasuki kamarku. Dia mengelus kepalaku dan membisikkan namaku.
“Dinda, bangun dulu” aku seperti bermimpi tapi suara ini sangat nyata.
“Dindaaa” suaranya lebih panjang. Aku hanya bergumam tidak jelas
“Dindaaaa, Gue cium kalo lo nggak bangun-bangun'' aku langsung heran. Mimpiku ini aneh sekali. Aku perlahan menemukan kesadaranku ''Gue hitung ya, 1....2....” aku membuka mata dan langsung kesal. Kak lio??? Lagi-lagi dia??
“Khee naaaphaa??” tanyaku dengan suara serak
“Hah! Suara lo jelek. Bangun dulu! Belum ganti baju juga? Jorok banget sih” aku langsung mengibaskan tangan sebagai isyarat 'Bukan urusan lo'. Dia sadar aku tidak suka dengan arah pembicaraan kami.
“Minum ini” katanya menyodorkan nampan berisi gelas dengan cairan kental putih kekuningan. Apa nih?? Aku menatap gelas dan Kak Lio bergantian
“Aphaaa??” aku menunjuk-nunjuk gelas
“Minum aja nggak usah protes!” dia langsung mengambil gelas dari nampan dengan tidak sabar dan meminumkan dengan paksa padaku.
Aku sudah ingin menyemburkannya, tapi Kak Lio terus memaksakan cairan itu masuk kerongkonganku sampai tandas.
“Ahhhh” aku mengibaskan tanganku dan lidahku melet-melet. Asam sekali. Kak Lio langsung mengambil gelas berikutnya yang berisi air putih. Aku langsung menenggaknya cepat-cepat.
“Gimana??” tanyanya
“Ughhh! Apaan sih itu?? Ehmm” Suaraku kembali??? Aku memegang leherku.
“Naahhh! Sembuh kan. Tadi itu sari jeruk nipis. Udah ganti baju sana. Gue balik”
Hah??? Dasar nggak sopan. Bangunin aku terus sekarang pergi seenaknya.
“Sama-sama” Katanya tiba-tiba setelah menutup pintu
“Siapa yang mau bilang makasih??” gerutuku. Tapi memang suaraku sudah kembali dan rasanya nggak sakit lagi.
Sudahlah, aku langsung pergi ke kamar mandi untuk berganti baju.
Mari tiduur siaang!
“Kenapa sih lo deketan terus sama Lio?” seseorang bertanya padaku dengan tajam
”Lio itu tetangga gue dari kecil, dia seperti kakak gue sendiri” Jawabku putus asa, aku sudah menjawab pertanyaan yang sama berkali-kali, tapi sepertinya perempuan di hadapanku tidak mau mengerti.
“Tapi lo tau kan gue sayang sama Lio dan gue yakin Lio sayang sama gue, tapi gara-gara dia nggak enak sama lo dia nolak gue” Tukasnya keras kepala sambil terus memojokkanku ke tembok belakang sekolah.
“Lo ngomong apa sih Vei? Nggak usah ngaco!” Tanyaku kesal
“Gue nggak mau sahabatan sama lo lagi, gue benci lo! Lo pilih aja, lo yang pindah atau gue. Gue nggak mau sahabatan sama orang yang nggak tulus sama gue. Lo bukan sahabat gue karena lo malah menusuk gue dari belakang” dia meracau tidak jelas, karena sudah keburu emosi. Dia seperti sudah kehilangan akal, Vei mulai mengacak-acak rambutnya sambil menggebrak-gebrak meja.
“Nggak gitu Vei” Aku menghentikan tangannya yang akan menggebrak meja lagi “Vei,,,, VEI!!! Stop Vei. Gue ngerti kalo lo kecewa ditolak sama Kak Lio, tapi lo mesti tau kalo gue tulus sahabatan sama lo. Gue nggak bisa apa-apa karena Kak Lio emang nggak suka sama Lo” Kataku kesal
“Gue cuma mau sama Lioooooo, gue sayang Lio” Katanya meraung-raung. Aku tahu bagaimana Vei begitu terobsesi dengan Kak Lio. Aku yang bersahabat dengan Vei dari kelas 1 SMP sangat tahu itu. Vei selalu bertanya padaku tentang Kak Lio, dia selalu mengikuti Kak Lio kemanapun, walaupun Kak Lio sendiri tidak menyadarinya. Sering memotret diam-diam, dia benar-benar seperti penguntit dan fans berat Kak Lio.
Aku langsung memeluknya, Vei malah terus meronta dan akhirnya berhasil mendorongku hingga terjatuh.
“Vei!! Apa-apaan lo???” Bentak Kak Lio yang entah sejak kapan berdiri di pintu kelas kami yang sudah sepi, sekarang 20 menit setelah bel pulang. Kak Lio mendekatiku dan membantuku berdiri.
“Kak Lio??? Kak Lio kenapa nolongin Dinda?? Apa kak Lio nggak tahu aku selalu sayang sama Kak Lio dari pertama kita ketemu?? Kak Lio nggak tahu kalo selama ini yang ngasih coklat itu aku??? Apa Kak Lio nggak sayang sama aku??” Dinda kelihatan sangat emosi dan semakin kacau
“Gue tahu! Gue tahu itu semua dari lo, gue tahu kalo lo yang ngasih coklat, gue tahu lo suka sama gue, tapi sorry gue nggak bisa sayang sama lo”
“Arggghhh! Apa sih kurangnya gue??? Gue udah coba baikin Dinda, padahal gue udah eneg banget liat muka sama kelakuannya. Gue tahan-tahanin temenan sama anak manja dan kekanakan kayak lo. Gue udah Gue benci lo berdua gue benci semuanya” Aku terperangah, ternyata dia berteman denganku hanya untuk mendapatkan Kak Lio? Teganya!!
“Gue nggak nyangka lo segini sukanya sama Kak Lio. Gue nggak nyangka kalo lo tega... lo” lalu semuanya gelap
Hahhh haahhh...
Aku terbangun dari mimpiku dan langsung terduduk. Kenapatiba-tiba aku jadi mimpi kejadian itu lagi? Memalukan!!
“Arrrgghhhh.. gue nggak mau inget itu lagi!!!” Ucapku sambil menarik selimut menutupi wajahku.
Itulah alasan kenapa aku pindah sekolah, itulah kenapa aku tidak ikut Bita ke Gramedia. Karena aku takut kalau Kak Lio bertemu Bita, kejadian dulu akan terulang kembali. Aku sangat ingin mempunyai sahabat yang baik seperti Bita yang sekarang. Au suka banget punya sahabat seperti Bita, karena aku hanya dikelilingi oleh cowok-cowok cakep, tapi super protektif itu.
Kriingggggg
BB ku berdering
“Halo” sapaku tanpa melihat siapa yang menelepon
“Halo sayang”
“Ibu??” aku melihat layar BB ku, memang Ibu yang menelepon
“Iya sayang, Ibu sama Ayah mau dinner berdua dulu ya. Kamu makan sama Lio deh, Ibu tadi udah kasih tahu” Ibu memang selalu begini, Ibu memang menikah muda, jadi rentang umur kami cuma 19 tahun. Ayah lebih tua 5 tahun dari Ibu, jadinya mereka masih suka pacaran dadakan seperti ini.
“Emang Kak Dimas kemana?” Tanyaku sebel, aku masih kesal sama Kak Lio gara-gara kejadian tadi siang. Iya sih, dia nolongin sakit tenggorokanku, tapi kalau aja Kak Lio nggak telat jemput aku nggak bakal makan gorengan terus sakit juga.
“Dimas lagi sama pacarnya, katanya dia diajak ke rumah pacarnya, ketemu calon mertua” Ibu terkekeh, dasar Ibu-ibu gaul, seharusnya Ibu khawatir.
“Iya deh, Have a nice date Ibu” Kataku sambil tertawa
“Iya sayang, cepat makan yaa, jangan sampai sakit, vitaminnya jangan lupa” Ibu lalu menutup teleponnya. Masih sempat mengingatkanku minum vitamin. Aku lalu menuju kamar mandi kamarku untuk mandi sore, sekarang sudah pukul 5 sore.
30 menit kemudian...
Aku seperti biasa perlu waktu lama untuk mandi karena aku belum merasa bersih sebelum sabunan tiga kali. Kebiasaan lama yang diajarin Ibu. J
Aku keluar kamar mandi dengan memakai handuk saja, karena ini kan kamarku sendiri jadi pasti tidak ada orang lain.
Tokk tokk tokk
“Dindaaaa, cepetan pake baju! Gue tunggu di bawah” Hah! Kak Lio tahu sekali bagaimana rutinitasku. Dulu saat baku masih berumur 2 tahun dan Kak Lio 6 tahun kami sering mandi bersama , Aku, Kak Dimas, dan Kak Lio (jangan berpikir aneh-aneh). Ibu sering memandikan kami bersama karena kami masih ingin terus bermain dan menolak mandi. Ibu akan membujuk kami agar bermain air di kamar mandi sebagai modus untuk memandikan kami bersama. Setelah itu aku akan diantar Ibu ke kamar dengan memakai handuk dan memakaikanku baju, sementara Kak Lio dan Kak Dimas memakai baju sendiri di kamar Kak Dimas. Dan itu bertahan sampai aku berumur 5 tahun, setelah itu Bunda memandikan aku sendiri di kamar mandi kamarku. Kak Lio memang tahu segalanya tentangku dan aku sering kesal karenanya.
Aku bergegas turun untuk menemui kak Lio yang ternyata sedang memasakkan sesuatu untukku, bocoran lagi, Kak Lio itu pintar memasak, sedangkan aku?? Aku bisalah, tapi hanya sebatas merebus mie dan mendadar telur. J
“Hummm, baunya enaaaakkk. Kakak masak apa?” tanyaku sambil mendekatinya. Tampilan Kak Lio tatap terlihat ‘cowok’ walaupun memakai celemek warna pink punya Ibu.
“Sup ayam, Gue banyakin wortelnya” aku langsung mengerang mendengar jawabannya. Aku benci wortel!!! Banget!! Aku melongok ke panci dan mendapati sayuran oranye yang diiris bulat.
“Hahahahaha, bantuin gue. Ambilin mangkuk!” Aku langsung menuju rak dapur bagian bawah dan mengambil mangkuk porselen warna putih. Kak Lio memang sering datang ke rumahku untuk memasak. Ya karena saat-saat seperti ini, saat aku ditinggal di rumah sendirian. Kak Lio lebih suka memasak sendiri daripada membawaku makan keluar.
“Kak, padahal gue mau makan bebek goreng di pertigaan situ” Kataku sambil menyerahkan mangkuk itu pada Kak Lio. Kak Lio blangsung menghadiahiku tatapan mautnya. Lalu mendesah panjang.
“Lo boleh makan itu satu bulan sekali, artinya masih lama, kemarin kan udah” Dia langsung memindahkan sup dari panci ke mangkuk.
“Tapi gue masih pengen kaaaakk” rengekku padanya. Dia tidak menghiraukanku, malah membawa mangkuk besar itu ke meja makan.
“Banyak makan bebek itu bikin kolesterol” Katanya menyendokkan sup ke mangkuk kecil dan menyerahkannya padaku. Aku menerimanya dengan enggan.
“Ini ayam juga banyak kolesterolnya” Aku masih protes, Kak Lio selalu seperti ini. Bahkan dia lebih keras padaku soal makanan daripada Ayah, Ibu, atau Kak Dimas.
“Kolesterol Ayam lebih sedikit dan ini tuh direbus. Tanpa vetsin atau bahan kimia yang nggak perlu lainnya. Dijamin sehat dan aman. Udah, jangan manja! Makan aja” Aku melihat Kak Lio, dia kelihatan lelah sekali. Entah apa yang baru dikerjakannya. Aku langsung menurut, tidak mau membuatnya marah lagi. Enaaaakkkkk!!
“Hummm, enakk kaaaakkk” Kak Lio hanya tersenyum dan mulai menyendokkan sup untuk dirinya sendiri.
“Iyalah, gue dong yang masak, Chef Lio” Ucapan yang sukses membuatku menyesal telah memujinya. Tapi sup ini memang E.N.A.K!! T.O.P!!
Tiba-tiba ponsel Kak Lio berdering, Kak Lio merogoh kantung celananya untuk mengambil BB-nya. Alisnya langsung berkerut dan wajahnya keruh. Dia menjauh dariku untuk mengangkat telepon.
Tidak seperti biasa,,,,,

2 comments:

al faatihah nurfilaily said...

lanjutkaan! ;)
penasaraaan :p

Unknown said...

Hahahahaha...
siaaappp...
tapi belom mau nulis apa-apa..
masih dipikir-pikir...
gimana-gimanaaaa???