SELAMAT DATANG!

Welkom! Wellcom!!benvenuto!willkommen!Bienvenue!!
Semua kata diatas berarti SELAMAT DATANG! dari Indonesia.
Semoga kalian-kalian yang mengunjungi blog ini akan merasa nyaman dan nggak pulang pulang kaya Bang Toyib, atau malah kesasar Nyari Alamat Palsu kaya Ayu Ting-Ting,,,,,,,
"DON'T COPAS PLEASE!!! TRY TO BE HONEST GUYS!!"
Semoga betah dan nggak kapok mampirr. :D

Monday, February 20, 2012

Awful Love


ALICIA’s MIND

"Bye Guys" Gue melambai dengan kekuatan yang sedikit berlebihan pada mobil BMW merah mengkilat. Bukannya gue suka sama mereka, absolutely not, tapi karena gue ingin mereka cepat menyingkir dan membiarkan gue melepaskan benda-menda menyiksa di tubuh gue ini.

"Argghhh" Gue masuk gerbang rumah gue yang sudah dibuka oleh Pak Gilang satpam rumah gue, ralat, rumah Papa gue. Begitu sampai di dalam halaman rumah, gue langsung melepas heels yang tingginya sekitar 10 cm kemudian berjalan lagi ke dalam rumah, tanpa alas kaki. Kalo kalian tanya apa ini menyiksa? Gue dengan senang hati akan menjawab, SANGAT!

Pertanyaan selanjutnya yang biasa ditanyakan oleh Adik kecil rese gue dan Papa adalah, kenapa Gue masih aja pake heels kalo memang menyiksa? Kali ini gue bakal jawab dengan pandangan menusuk dan bilang, Hey I am a girl. I wanna everybody look at me as a beautiful girl. And beauty is pain. Mereka gila kalau Gue harus pergi tanpa heels.

Gue mencoba membuka pintu dan langsung mendesah lega, tidak dikunci. Gue melirik jam tangan di lengan kiri gue, 11:30, masih jam aman. Ini malam minggu berarti jam malam gue naik jadi jam 1. Gue langsung masuk dan naik ke kamar gue, menyeberangi ruang tamu yang bisa dibuat main basket sambil menenteng heels. Naik ke lantai dua dan langsung masuk kamar gue yang gue banget. Ranjang king size dengan bedcover warna merah maroon dan bantal-bantal hitam. Gue berjalan menuju kamar mandi setelah mengambil pants dan tanktop, menanggalkan tight dress gue yang bikin orang gendut sesak napas. Gue keluar kamar mandi dengan wajah lebih segar langsung menyingkap bedcover dan tewas di bawahnya.

Gue nggak tahu jam berapa ini, tapi gue merasa tidak nyaman. Badan gue terasa berat dan gue nggak suka. Gue menggeliat, tapi tetap saja rasanya tetap sama. Dengan perasaan frustrasi gue terbangun, gue mulai menerjemahkan apa yang terjadi. Ada tangan yang memeluk gue dari belakang dan gue merasa sebagian tubuhnya menekan gue. Ceska? Adik gue? Tapi kenapa tangannya sebesar ini? Ceska itu baru 8 tahun. Gue menoleh untuk tahu siapa yang ada di belakangku.

"Aarrrgghhhhhhhhh, What the hell are you doing here?"
###

Gue nggak habis pikir sama semua ini, seharusnya tuh cowok ditendang, diinjek-injek, dicincang, terus dibuang ke laut. Tapi apa yang papa tercinta gue ini lakukan? Papa tercinta gue malah menyambutnya dengan sarapan dan senyuman hangatnya itu? Papa pasti gila. Tapi Papa bilang dia itu anak teman lama Papa dan dulu aku pernah bertemu dengan si cowok tengil ini. Aku tidak ingat dan tidak mau ingat orang yang sudah masuk kamarku sembarangan.

"Kakak? What are you doing?" Ceska membuat gue tersentak dari usaha membolongi kepala cowok di depan gue ini dengan tatapan mata super tajam. Papa dan si cowok tengil yang baru saja gue tau namanya Malvin -gue lebih suka manggil dia Muffin- langsung menghentikan aktivitas makan mereka dan menapat gue. Gue cuma bisa menghela napas dan mencoba tersenyum.

Ceska tadi bertanya apa yang gue lakukan karena mereka semua makan sementara gue cuma bengong "Ceska, Gue lagi diet. Gue nggak bisa makan ini" Gue menunjuk nasi goreng berminyak yang dimakan para lelaki ini. "Mbook, mana pir-nya?" Tidak lama kemudian mbok Nami datang membawa sepiring kecil pir yang sudah dicuci, dipotong, dan tanpa dikupas. Semua orang tahu kalo pir itu mengandung antioksidan dan vitamin C jadi gue juga makan pir setiap pagi, tanpa nasi.

Sekarang gue masih di kamar, membereskan baju-baju belanjaan gue kemarin yang di dominasi mini dress dan heels. Sorry, gue memang gila belanja. Buat apa Papa gue kerja keras banting tulang membentuk Law firm kalo nggak gue manfaatkan? Mungkin agak kurang ajar ya, tapi Papa yang walaupun perhatian itu sering tidak ada di rumah dan gue perlu kegiatan untuk menghabiskan waktu luang gue selain kuliah. Dan, gue paling benci bicara soal ini, gue perlu keluar rumah sesering mungkin biar kangen gue sama Mama yang bikin gue merasa tercekik kalo ada di rumah ini pergi. Yah, Mama gue meninggal setahun yang lalu karena sakit. Klasik banget, tapi nggak seklasik itu sampai gue mengalaminya sendiri. Mama gue, partner belanja gue, sahabat gue, tempat curhat gue hilang setelah Mama kecelakaan dan akhirnya meninggal di rumah sakit. Gue nggak tahu pasti kenapa Mama bisa kecelakaan, kata orang-orang mobil Mama mencoba menghindari orang yang menyeberang sembarangan. Gue nggak tahu siapa dia dan bagaimana keadaannya, tapi gue nggak bakal ngapa-ngapain dia. Gue memang kehilangan Mama, tapi gue bakal iklas karena semua itu diatur sama Tuhan. Semoga orang itu baik-baik saja.
Klek
Gue menoleh malas ke arah pintu yang seperti gue duga Papa ada di sana. Kami bakal bicara serius kali ini.
“Papa harus usir dia, titik!” Kataku sambil menaruh baju-baju baruku ke kerangjang cucian, mereka perlu dicuci.
“Nggak bisa sayang, Papa kan sudah setuju sama Om Angga kalo Malvin bakal tinggal di sini selama dia liburan, Papa nggak enak dong kalo memulangkan dia sembarangan” Papa mencoba menjelaskan sambil duduk di sofa merah menyalaku di pojok. Om Angga itu Papanya Malvin dan lagi-lagi kata Papa, aku sudah bertemu dengannya saat aku berumur 4 tahun dan Malvin 6 tahun sebelum mereka sekeluarga pindah ke Batam.
Please Pa” Gue melipat tangan lalu menghadap Papa sambil berdiri. “Papa masih mau nampung dia ? Dia udah masuk kamar aku Pa, Tidur di ranjang aku ini dan meluk aku! Papa nggak takut apa kalo aku diapa-apain?” Gue menggebu-gebu, Hey ada cowok tidur sambil meluk anaknya yang masih gadis dan seksi ini, tapi Papa lempeng-lempeng aja?
“Nggak segitunya Cii” Papa menggunakan nama kecilku, Cia, Alicia. Papa memutar bola matanya, menandakan aku sedikit berlebihan. “Dia cuma salah kamar, That’s it. Dia nggak ngapa-ngapain kamu. Apa sih yang kamu harapkan dari orang yang kecapekan malam-malam buta?”
“Papa! Papa kenapa sih? Teman cowokku aja yang cuma main di rumah sampe jam 10 malam Papa marahi, tapi ini?” Aku menggeleng-geleng tidak habis pikir.
“Itu beda, Papa nggak kenal mereka, tapi Papa kenal Malvin. Dulu Papa suka gendong dia waktu dia masih kecil.” Papa masih juga mencoba meyakinkanku
“Paaaa, itu kan dia waktu kecil. Papa kan nggak tahu kalo dia itu sebenarnya PK” Kata-kata gue sengaja dibuat berlebihan. Gue cuma ingin cowok itu enyah.
“Hahahaha... kamu ini terlalu banyak menonton film. Nggak ada PK seganteng dia sayang. Sudah, ini penawaran Papa yang terakhir. Kamu milih mau nganterin dan nemenin dia, atau kamu nggak boleh jalan kemana-mana, cuma boleh kuliah. No facilities, berarti no mobil, no kartu. Pilih mana?” Gue cuma bisa bengong, siapa sih tuh cowok? Papa yang gue tahu sayang banget sama gue berubah. “Just think it first honey” Papa lalu menutup pintu. Gue langsung jatuh terduduk di lantai dan meneggelamkan wajah dengan tangan. It’s totally nightmare 
###
Masih hari minggu sore, tapi gue belum mau keluar kamar dari waktu Papa keluar tadi. Gue masih syok dan tidak percaya, Papa gue itu tadi berkata hal-hal yang tidak masuk akal. Tiba-tiba Gue tersadar, Oke kalo Papa maunya begitu. Gue bakal ajarin tuh cowok gimana caranya gaul di Jakarta. Gue langsung pergi ke kamar mandi dan bersiap-siap. Lo bakal nggak betah sayang.
Gue keluar kamar dengan wajah fresh dan wangi tentu saja. Rok lipit bahan jeans, tanktop biru gelap yang dibalut bolero biru juga. Tentu saja tidak terlewat, hidup dan mati gue, pump shoes setinggi 10cm berwarna putih.
      Gue harus tunjukin siapa yang berkuasa di sini.

MALVIN’s MIND
Gue sedang membaca novel terjemahan favorit gue ketika mendengar suara sepatu di lantai marmer ruang keluarga rumah besar ini. Gue mendongak dan melihat dia, the most beautiful girl in universe dan seksi dengan rok pendeknya itu. Kakinya yang jenjang terlihat semakin menggoda. Gue mencoba mengalihkan pandangan gue dari dia. Dosa!

“Hei” Sapanya halus. Dia sepertinya mencoba menggoda gue, gue cuma tersenyum-senyum dan mencoba ikut permainannya.
“Hei” Gue pura-pura cuek dan mulai pura-pura membaca. Gue mencoba menahan senyum ketika dia mendengus. Dia sangat marah ketika gue masuk ke kamarnya-yang sebenarnya sengaja- tapi sekarang dia mencoba sabar dan bersikap manis.
“Jalan yuk” Gue melihat wajahnya yang keruh mencoba dibuat ceria, menggemaskan.
“Mau ke mana?”
“Jalan-jalan keliling Jakarta abis itu kita ke klub. Gue ada janji sama temen gue” Gue langsung nggak suka sama acara ini. Gue terima kalo dia jalan sama gue keliling Jakarta pakai baju itu, tapi ke klub pakai baju itu? Gue nggak bisa bayangin gimana tampang cowok-cowok itu. Gue ingin sekali mengunci dia dikamar dan tidak menunjukannya pada siapapun, cuma buat gue. Gue mau menyuruh dia mengganti baju, tapi sepertinya nanti dia akan marah.
“Oke, bentar deh. Gue ganti baju dulu” Gue bangkit dan mengganti baju gue yang cocok juga buat clubbing.

Daaaaannn, sekarang di sinilah gue menenteng tas belanja yang gue bisa hitung ada beberapa lusin baju di dalamnya. Jadi ini yang dia maksud 'keliling' Jakarta, berkeliling dari satu mall ke mall lain. Gue cuma bisa geleng-geleng dan menghela napas, sumpah!!! Gue sudah mendengar dari Om Ervan kalau cewek ini gila belanja, tapi gue nggak tahu kalau dia segila ini. Sepertinya semua mall di Jakarta kami jelajahi dan hampir di semua tempat itu ada barang yang dibelinya.
“Mbak, Aku mau warna pastel dong. Ada nggak?” Gue melihatnya sedang mencoba dress yang menurut gue cantik banget.
“Sebentar ya mbak” Cia hanya mengangguk, Gue berjalan mendekatinya.
“Lo mau beli berapa karung lagi?” Tanya gue kesal. Iya gue tahu dia mencoba mengusir gue, tapi gue juga perlu marah.
“Karung? Lo pikir....” Kata-katanya terhenti, HP nya berdering. Tanpa memperdulikan gue dia mengangkatnya. Mukanya berubah keruh dan dia menggigit-gigit bibirnya. Marah aja dia masih cantik.
“Yaaahh, lo kok gitu sih Vin. Lo kan janji bakal bantuin gue!!!!” Dia melirik Gue, sepertinya rencana yang lain untuk menyingkirkan gue.  Sorry sayang gue bakal ngecewain lo.
Dia berjalan ke arah gue sambil cemberut.
“Gue nggak jadi beli baju itu, ayo makan” Tanpa melihat pegawai yang sedang membawakan baju yang diinginkannya. Gue hanya tersenyum minta maaf pada pegawai tadi dan tersenyum senang melihat tangan Gue yang dia gandeng.
“Kita mau kemana?” Tanya Gue lembut, menghadapi cinta Gue ini. Hahahaha. Ya seperti yang sudah dibicarakan Om Ervan. Papa gue sama Papanya Cia itu teman lama dan gue ingat pernah ketemu dan main bareng sama Cia waktu kecil, tapi dia nggak mengingat gue. Yah mungkin karena dia masih kecil waktu itu. Dan niat gue jauh-jauh datang dari Batam ya buat dapetin dia.
“Gue mau makan bubur, laper banget gue” Hahaha, mana ada orang malam-malam mau makan bubur kalau tidak sakit? Dia sedikit aneh dalam hal makanan. Sekarang-Gue ngeliat jam tangan gue, cukup susah karena tas-tas belanjaannya dia, 08:30. Gila uda 3 jam gue menemani dia belanja dan menghambur-hamburkan uang Om Ervan. Kalo dia jadi pacar gue dia bakal gue jadiin tobat buat belanja. Just wait and see babe.

Gue melihat langkahnya yang sedikit melambat, Gue melihat kakinya, sepertinya lecet. Pastilah, 3 jam berjalan naik turun dan dengan percaya dirinya dia menggunakan heels? I love you, just the way you are, Hon!! Lo nggak perlu sakit buat bersama gue, Janji gue dalam hati.
Kami sudah duduk dan sudah selesai memesan. Dia dengan bubur dan air putih sementara gue dengan sate ayam. Gue lapar!
“Gue capeekkk”
“Gue juga, dan sepertinya gue lebih capek” Ucapku sambil melirik barang belanjaannya
“Hehehehe,, sorry ya” Cia, seandainya dia tahu gue udah cinta sama dia, lagi. Semenjak kelas 1 SMA. Setelah Om Ervan bertamu ke rumah dan menunjukkan foto seorang gadis manis ini, Gue nggak bisa lepas dari foto itu sampai sekarang. Gue coba melupakan Cia karena gue menganggap ini semua bodoh dengan mencintai orang yang sama sekali belum gue temui selama bertahun-tahun, tapi nggak bisa.
“Abis gue suka kalap sih kalo ngeliat yang bening-bening begitu” Dia mengembangkan senyum bersalahnya. Arghhhh gue bisa gila kalo begini terus. Dia terlalu nyata dan gue nggak siap.
 Selanjutnya kami mengobrol banyak, sepertinya dia mulai menikmati kebersamaan kami. Gue suka cara makannya, cewek banget, makannya sedikit-sedikit. Akhirnya setengah jam kemudian dia baru selesai makan.
            “Gue ke toilet dulu ya”
            “Gue juga mau ke toilet” Setelah gue bayar, gue ikut dia ke toilet.
            “Kenapa lo ikut gue?” Dia berbalik menatapku tajam.
            “Hei, gue mau buang air kecil. Gue pergi ke sebelah” Tunjuk gue ke lambang cowok di toilet sebelah.
Setelah selesai gue keluar membawa tas belanjaan, tiba-tiba..
            “Aaaaaaaaaaa” Suara teriakan Cia menyentakkan gue. Gue lari dan melihat Cia sedang mengejar seorang laki-lagi. Refleks gue mengejar laki-laki itu dan menangkapnya, lumayan susah dengan tas-tas ditanganku ini. Cowok itu berusaha lepas tapi tidak bisa. Cia datang dari belakangku.
            “Mana HP lo!” Todongnya. Gue bingung, sejak kapan nih cewek tukang nodong? Dia lalu memukuli tuh cowok.
Laki-laki itu mengeluarkan Hpnya, Cia dengan cepat merebut HP itu dan langsung mengutak-atiknya.
            “Waahhh, lo emang PK ya? Sering banget ya lo nongkrongin toilet cewek?” Hah? Apa maksudnya? Gue langsung menatap cowok itu tajam.
            “Dia ngapain sih?” Gue penasaran juga
            “Dia fotoin gue lagi di toilet, untung gue bisa hapus” Mendengar itu amarah gue langsung naik dan dengan kalap gue menghajar cowok ini.
            “Stoop!!!” Gue dipeluk dari belakang sama Cia. “Udah, jangan diapa-apain, gue nggak apa-apa” gue akhirnya berhenti.
            “Heh banci!! Kalo lo keliatan lagi gue bunuh lo” Gue langsung berbalik melihat keadaan Cia. “Lo nggak apa-apa?” Tanya gue khawatir, untung cowok itu berlari ke lorong sepi di mall ini. Gue menengok Cia, Dia terlihat pucat dan gemetar, sepertinya keberaniannya hanya sebatas itu saja.
Gue langsung meluk dia.

Gue nggak tahu apa yang bakal terjadi kalau dia kenapa-kenapa
Mungkin gue nggak bisa hidup.

ALICIA’s MIND

            Gue nggak tahu kenapa gue membiarkan dia memeluk gue, tapi gue takut sekali. Rencana gue kan hari ini gue bakal ngasih pelajaran dia, tapi kenapa sekarang gue deg-degan begini? Oke gue akui dia cakep, banget. Tinggi, dengan wajah ganteng, bibir tipis kemerahan, sumpah gue pengen nyium. Gue bukan anak kecil lagi, gue sudah semester 5 di jurusan hubungan internasional dan sudah pernah pacaran. Gue yakin dia juga pernah, cowok seganteng dia pasti punya pacar sekarang. Gue harus fokus, gue akan menderita kalo nggak menyingkirkan nih cowok. Inget Cia, dia udah tidur bareng lo, cowok gue aja belum pernah dan nggak bakal lo izinin. Gue tahu gue dangkal, tapi sekarang gue cuma pengen nyium dia. Gue mendongak takut-takut, dimana-mana tuh cowok yang memulai duluan. Ahh Bodooo deh. Gue nggak perlu berjinjit karena gue pakai heels, Dia yang sadar gue perhatikan langsung merenggangkan pelukannya dan menatap Gue. Gue terpaku melihat bola mata coklatnya, gue merasa gemetar dan tanpa pikir panjang langsung menyatukan bibirku dengan bibirnya. Gue nggak tahu bagaimana itu bisa terjadi, tapi itu ciuman tersweet yang pernah gue alami. Gue harus meluk dia karena kaki gue ranyanya lemas banget, gue nggak bisa berhenti. Tiba-tiba dia menjauhkan kami. Shit, Gue lupa kalo dia juga bisa nolak. Malu banget gue.

"Ehhmmm," Gue salah tingkah" Sorry banget, gue, gue nggak sengaja" apa gue gila, nyium anak orang nggak sengaja? Dia hanya tersenyum-senyum dan akhirnya berbisik
"Nice babe, tapi lain kali gue aja yang nyium lo"

Shit!!

MALVIN's MIND

Hahahaha.. Seharusnya gue bawa kamera biar dia bisa lihat bagaimana wajahnya sekarang. Baru kali ini gue dicium cewek, biasanya selalu gue yang nyium duluan. Yahhh, kalau ceweknya secakep dia gue nggak nolak. Dalam misi mengenyahkan Cia dari otak, gue mencoba berpacaran, tapi nggak bisa. Cuma ada Cia.

Gue melepaskan ciumannya dan berkata "Nice babe, tapi lain kali gue aja yang nyium lo" Hahahaha, mukanya sudah mirip sekali dengan kepiting rebus.

Gue menggandeng dia dan mengajaknya pulang.

"Sorry" Ucapnya pelan dari belakang gue.

"Nggak apa-apa, tapi gue nggak nyangka lo segitu agresifnya" Gue menahan tawa sambil menoleh, hahahahaha. Mukanya semakin merah.
Mungkin sekarang dia sudah mengumpat dalam hati, tapi tidak apa-apa, Gue terlalu bahagia.
Tapi setelah ini mungkin lebih membahagiakan.

ALICIA's MIND
            Haaahh, gue nggak bisa bayangin muka gue tadi. Sumpah pasti konyol sekali. Untung gue cepett balik dari sana. Daannn sekarang gue ada di depan Skittles, tempat clubbing gue malam ini. Welcome to the jungle babe, Gue nggak yakin dia tahu tentang club di jakarta. Gue harap Dia akan merasa asing dan mengajak gue pulang. Tapi sorry, lo harus ikutin aturan gue.

"Hei babe, lo dari mana aja baru datang?" Tanya Tony begitu kami masuk club. Dia mengecup pipi gue. Gue bisa melihat kalau rahang Malvin mengeras, pasti dia jealous. Sebenarnya ini cuma harapan gue, tapi setelah ciuman tadi gue yakin ada sesuatu antara dia dan gue.

"Heii, Shopping dulu lah" Gue membalas ciumannya di pipi.
Gue yakin sekali kalau dia jealous, gue tahu kalo dia suka gue cium. Tapi ternyata gue salah, dia malah pergi ke bar, Sialan! Seumur-umur gue nggak pernah minum alkohol, haram! Dengan kesalnya gue jalan menggandeng Tony ke lantai dansa.

"Turun Yuk!!" gue teriak untuk mengalahkan suara musik menghentak ini. Tony yang bisa mendengar langsung tersenyum-senyum dan mengiyakan. Gue asyik nge-dance sama Tony. Gue perlu sesuatu yang bisa menghilangkan stress gue. Stress tadi pagi kebangun sama cowok itu, stress ancaman Papa, stress karena gue bisa ciuman sama cowok yang baru gue kenal kurang dari 24 jam, dan yang terakhir sekarang gue lihat dia lagi ngobrol sama cewek, gue cemburu. Gue pasti gila.
Lagi asyiknya nge-dance, tiba-tiba sepatu gue selip dan gue jatuh.

"Awwww" Shit tentu saja suara gue nggak terdengar dan orang-orang tidak memperhatikan. Tapi sumpah gue malu abis, gue mencoba berdiri dan awwww, gue nggak bisa berdiri. Gue melihat ke sepatu gue dan langsung mengerang. Hak sepatu gue patah. Bencana apalagi ini, niatnya mau ngasih pelajaran terus pamer sama tuh cowok, tapi malah jadinya begini.

"Lo nggak apa-apa?" Tony sudah ingin menolong gue, tapi tiba-tiba ada tangan yang mengangkat tubuh dan menggendong gue. Malvin!!!

"Apa yang lo lakukan??" Desis gue, malu gila, gue pingin banget ngumpetin muka, tapi dimana? Arghhh...

"Udah diem! Kaki lo sakit kan??" Tanpa mempedulikan tatapan aneh dari pengunjung lain termasuk Tony; Malvin menggendong gue sampai ke ruang privat kemudian mendudukan gue. Dia menunduk kemudian memeriksa kaki gue dan melepas heels kesayangan gue, rasanya nyaman. Seseorang masuk, sepertinya pelayan, dia membawa baki yang dilihat dari dekat ternyata isinya air es.

"Ini mas" Katanya sambil meletakkan baki itu di dekat kaki gue.

"Thanks" Ucapnya sambill menyelipkan 100ribuan ketangannya. Malvin beralih lagi ke gue yang masih meringis. "Masukin kaki lo ke sini" Gue masukin kaki gue, tapi dengan cepat mengangkatnya. Airnya terciprat ke kemeja hitam Malvin. Gue menatap takut-takut, mungkin dia marah.

"Sorry, dingin" Malvin menarik kaki gue dan memasukkannya perlahan ke air es itu.

"Ck, Lo itu kenapa jadi kalap begini sih? Kan nge dance nya bisa santai aja, Gue urut ya?" Tanpa menunggu jawaban gue dia menekan dan memijit kaki gue. Gue sudah ingin menendangnya karena sakit, tapi tangannya lebih kuat. "Kaki lo diem aja!"

Gue berdecak kesal "Sakit tau!"

"Ya berarti kaki lo memang bermasalah" Dia memijat kaki gue, gue Cuma bisa meringis-ringis kesakitan. “Udah” Setelah berkata itu dia pergi ninggalin gue keluar dari ruangan privat ini. Hah? Segitu doang? Dasar cowok nggak peka!! Gue langsung membereskan sepatu gue dan mencoba berdiri, rasanya nyaman. Ternyata Malvin bakat jadi tukang urut, tapi gue langsung cemberut lagi. Dia malah nggak bertanggung jawab, dengan kesal gue membuka pintu, tapi sudah didului oleh Malvin. Hampir saja gue kena daun pintu.

“Mau kemana lo?” Tanyanya sambil membawa paperbag

“Keluar lah” Jawab gue asal

“Lo mau keluar nggak pake sepatu?” Tanyanya lagi, gue langsung memutar mata

“Gue nggak ada sepatu flat, dan gue utuh itu sekarang. Kaki gue emang udah sembuh, tapi nggak bisa pake heels dulu” Dan lo tadi malah ninggalin gue, tambah gue dalam hati

“Makanya jangan pakai sepatu begituan, itu nggak sehat. Duduk lagi sana!” Perintahnya, lalu berjalan menuju sofa, gue mengikutinya duduk di sampingnya. Tiba-tiba dia berjongkok dan mengeluarkan sesuatu dari paperbag. Flat shoes? Cantik bangeet! Warnanya biru tua, seperti baju gue sekarang, dengan hiasan mawar besar di depannya. Dia menarik kaki gue dan memasangkannya. Gila, gue baru pertamakali diginiin sama cowok. Dia sweet banget sih? Kaki gue kotor gitu abis jalan ke pintu lagi.

“Nah” Dia tersenyum puas “Pulang yuk, gue nggak mau dimarahin Om Ervan, besok lo kuliah nggak?”  Dia mendongak dan gue nggak menyia-nyiakannya, dia terlalu sweet buat dianggurin. Gue meraih wajahnya dan langsung nyium dia, gue nggak tahu ada apa di otak gue sampai nyium cowok yang baru gue kenal dua kali, diulangi, dua kali!!! Dia langsung melepaskan ciuman gue dan berkata “Just like what i said, Gue yang bakal nyium lo” Dan kalian tahu apa yang terjadi selanjutnya. Dimulai dari dia menarik wajah gue dan selanjutnya dipikir sendiri.

MALVIN’s MIND
Hahahaha, gue nggak tahu mimpi apa gue tadi malam hari ini gue dapet dua ciuman dari Cia. Gue kaget banget melihat dia sebegitu agresifnya, Iya gue tahu kalo gue cakep tapi perasaan gue harus nge date sekali baru dapet cium.

“Pulang yuk” Ajak gue sekali lagi setelah satu sesi ciuman yang nggak terlupakan tadi. Muka Cia masih merah dan dia masih mencoba mengatur napas. Dia Cuma mengangguk. Gue gandeng dia keluar.
Dalam perjalanan pulang dia tidak  bersuara, tapi dia terus saja melirik jam tangannya.
“Kenapa?” Tanya gue murni khawatir.

“Sekarang mau jam 12” Katanya sedih, gue mengerutkan kening

“Oh, lo takut dimarahi Om Ervan? Santai aja, sebenarnya buat hari ini jam malam lo gue yang ngatur” Tapi dia masih murung. “Kenapa?” Tanya gue lagi

“Besok itu hari meninggalnya Mama” Gue langsung paham, gue meremas tangannya mencoba memberi dukungan. Gue tahu rasa kehilangannya dia, karena Om Ervan sudah cerita semuanya ke gue.

“Besok gue temenin ke makam ya?” Tawar gue, dia mengangguk lemah dan tersenyum

“Tapi sekarang gue mau ceritain sesuatu ke lo”

ALICIA’s MIND

“Viiiin” Gue mengetuk kamar Malvin yang berada di samping kamar gue, tapi tidak ada jawaban.

“Viiiiin” Gue ketuk lagi, kali ini ada suara. Ini cowok kebo banget ya tidurnya? Kemarin juga pas dia ‘nggak sengaja’ tidur di kamar gue. Kenapa pakai tanda kutip? Karena Malvin tadi malam sudah bercerita semuanya. Tentang dia yang sudah jatuh cinta sama gue dari kelas 1 SMA sampai dia akhirnya bisa ketemu gue lagi kemarin. Gue berpikir dia itu maniak saat pertamakali gue dengar ceritanya, tapi lalu gue sadar. Dia cinta banget sama gue dan gue juga mulai cinta sama dia. Gila ya? Satu hari aja dia bisa bikin gue cinta sama dia, apalagi nanti?

“Apaaaa” Jawabnya malas saat membuka pintu, wajahnya rusuh sekali, tapi tetap tampan.

“Katanya mau nemenin, Ayoooo!! Mandi dulu tapii” Gue mendorong dia ke kamar mandi tanpa persetujuannya. Dia berpegangan pada pintu kamar mandi dan menatap gue.

“Apaaa?” Tanya gue malas

“Cium dulu” Hah? Dasar!! Pagi-pagi juga, gue tau kemarin gue sudah kurang waras, tapi please deh! Sekarang? Dia aja belum sikat gigi.

“Nggaaak”

“Diiikkiiit aja, kemarin aja lo main nyosor aja, now is my turn babe” Ucapnya memohon, gue hanya bisa tertawa

“Nggaaaaak!!! Dasar genit” Akhirnya dia mendesah kecewa dan langsung masuk ke kamar mandi. Tapi tiba-tiba dia berbalik dan mencium pipi gue.

Arghhhh

Sekarang gue, Malvin, Ceska, dan Papa sudah berada di depan makam mama, Gue langsung duduk di samping makam Mama menaburkan bunga. Mama, Cia sama Ceska kangen Mama, Papa juga kangen. Kami berdoa bersama untuk mama, wajah kami tampak murung, bahkan Malvin. Mama, Cia nggak tahu kenapa dan bagaimana, tapi Cia kayaknya lagi jatuh cinta, curhat gue dalam hati.

“Pulang Yuk” Kata-kata Papa membuyarkan lamunan gue. Gue bangkit menyusul papa dan Ceska, tapi tangan Malvin menahan gue.

“Tante, saya calon suaminya Cia. Saya janji bakal jagain dia. Mungkin sebentar lagi mau ngelamar nih boleh ya?” Hah? Gue langsung menengok dan memberi tatapan LO-GILA-YA? Padanya.  Belum sempat gue bicara dia sudah bicara lagi “Oh boleh? Makasih tante”
Dia lalu menatap gue, “Tuh, gue udah boleh ngelamar lo, lo siap-siap aja”

Dia benar-benar gila!!

ALVIN’s MIND

Gue nggak tahu kalo dia bisa secakep ini tanpa make up berlebihan dan flat shoes yang kemarin gue kasih. Yah memang kostumnya pas sih kalo mau pergi ke panti asuhan begini, Yap, gue sama Cia dan Ceska lagi di panti asuhan. Heran kan? Kenapa seorang Cia yang gila belanja semua barang-barang branded malah pergi ke panti asuhan? Gue juga!! Dan sekarang calon istri gue ini –Dia memang calon istri gue sejak tadi pagi- sedang memberikan bingkisan pada adik-adik kecil di sini setelah pengajian.

“Ces? Kak Cia kok tumben mau panas-panasan begitu?” Tanya gue ke ceska yang lagi makan puding di samping gue.

“Katanya, Kakak mau berbagi sama orang nggak punya.”

“Iya, tapi kenapa?”

“Kata kakak, Mama kita udah dipanggil sama Tuhan, tapi kita lebih beruntung karena masih punya Papa” Gue bengong sendiri, Ternyata Cia dewasa dan memiliki pandangan luas juga. Gue kirain dia Cuma tahu gimana cara menghamburkan uang Om Ervan aja. Gue bangkit,

“Ces ikut nggak?” Tanya gue menunjuk Cia yang berulang kali menyeka peluh. Ceska hanya menggeleng sambil kembali menyantap pudingnya.

“Sayaang” Begitu ada di dekatnya, dia langsung mendelik. Dia sudah selesai membagikan bingkisan. Om Ervan-Maksud gue Papa mertua- datang mendekat

“Vin? Gimana? Seneng bisa ke panti?” Tanya Papa sambil mengamati anak-anak kecil berlarian

“Seneng dong Om, nanti kan rumah Malvin juga banyak anaknya” Gue menengok ke Cia “Iya nggak sayang?” Cia langsung tergagap. Gue sama Papa Cuma bisa tersenyum geli

ALICIA’s MIND

“Gimana nih? Kapan besan main ke rumah?” Mereka ngomong apa sih? Gue nggak ngerti

“Terserah papa mau kapan, tapi buat Malvin lebih cepat lebih baik” Mereka ngomong semakin nggak jelas “Tapi kalo Malvin maunya sekarang Pa. Papa..” Sejak kapan Malvin manggil papa gue papa? “Boleh nggak Cia nya jadi istri Malvin?” Gue langsung syok, apa-apaan lagi ini? Suara Malvin terdengar serius, gue langsung deg degan menunggu jawaban Papa, mana Malvin udah manggil Papa lagi..

“Sebenarnya Papa berharap kamu datang beberapa tahun lagi, tunggu sampai Cia selesai kuliah. Tapi melihat kamu sekarang Papa yakin kamu bisa membahagiakan Cia” Papa lalu menepuk pundak Malvin dan memeluknya “Selamat Datang Malvin” Malvin membalasnya, kemudian Papa menghadap gue dan mengelus rambut gue, gue masih speechless. “Congrats babe” Papa pergi.

“Hahahaha, ini pasti bercanda” tapi saat Malvin tiba-tiba mengeluarkan kotak cincin dari sakunya gue langsung  tersadar.

“Mau jadi Ibu calon anak-anak gue?” Tanyanya, gue langsung menariknya ke tempat sepi, berjinjit, memeluknya, lalu menciumnya sekali lagi. Dia tahu makasud gue langsung memeluk gue kuat. Membalas ciuman gue.
Gue nggak tahu apa yang pantes didapetin cewek yang agak baik-baik macam gue, tapi gue nggak berpikir ini. Menikah? Sama Malvin? Bermimpi aja gue nggak berani. Tapi tiba-tiba Malvin datang dan menawarkan, bukan hanya cinta tapi kepastian. Gue Cuma bisa menerimanya dengan senang hati.
Gue nggak peduli kelihatannya cinta ini singkat, tapi yang gue tahu,

GUE CINTA MALVIN!!
And this is my awful love

No comments: