SELAMAT DATANG!

Welkom! Wellcom!!benvenuto!willkommen!Bienvenue!!
Semua kata diatas berarti SELAMAT DATANG! dari Indonesia.
Semoga kalian-kalian yang mengunjungi blog ini akan merasa nyaman dan nggak pulang pulang kaya Bang Toyib, atau malah kesasar Nyari Alamat Palsu kaya Ayu Ting-Ting,,,,,,,
"DON'T COPAS PLEASE!!! TRY TO BE HONEST GUYS!!"
Semoga betah dan nggak kapok mampirr. :D

Wednesday, June 19, 2013

#20JANJINULISKU Thee - Kamu #4

Bahagia adalah sebuah kata yang sederhana jika disandingkan denganmu

               “Kamu bahagia bersamaku?” tanyanya dengan wajah sedih
               “Tentu saja, kenapa masih bertanya?” Walaupun aku merasa heran, aku tetap meneruskan kegiatan memasakku di apartemennya.
               “Bukankah aku menjadi beban bagimu?” Aku menghela napas, dia mengulanginya lagi. Aku menghentikan kegiatanku memasakkan sarapan untuknya. Lebih tepatnya aku memasakkan sarapan untuknya setiap hari, karena kami tinggal dalam satu gedung apartemen, tapi di lantai yang berbeda. Aku berlutut di hadapannya yang duduk lemah di kursi roda, menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya. Kami akan selalu mengulangi adegan ini, hal seperti ini sudah terjadi, setidaknya setiap dua minggu sekali dalam tiga bulan ini.

               “Frea...” Panggilku lemah, terkadang bersamanya bisa begitu melelahkan, bukan karena aku tidak bahagia atau aku ingin mengeluh, tapi karena sikapnya yang terus – terusan menolakku, walaupun aku satu – satunya tempatnya berpegang. Aku menggenggam tangannya yang kurus, aku terkadang berpikir, apa karena aku semua ini terjadi padanya? “Cukup karena kamu ada, cukup karena kamu di sisiku, bertahan di sini bersamaku, aku bahagia” Aku terdiam sebentar, lalu melanjutkan “Cukup aku bisa melihatmu, aku bisa memelukmu, merawatmu, aku bahagia” Aku menghela napas sebentar”
               Wajahnya masih datar “Jika bersamamu, bahagia adalah sebuah kata yang terlalu sederhana. Aku merasa luar biasa bahagia” Dia akhirnya bisa mulai tersenyum lagi, “Nah, cantik, sekarang saatnya kita makan” Aku mengambilkan salad buah dan sayur untuknya, tidak banyak karena baginya makanan adalah musuh. “Sekarang, makan yang cukup dan setelah ini kita akan ke dokter untuk check up rutin, kita lihat apa pekerjaanku selama ini berhasil,”
               “Menurutku kamu terlalu berhasil. Aku merasa semakin gemuk, apa kamu tidak berlebihan memberiku makanan terus? Aku merasa pipiku chubby sekali” dia masih saja mengeluh, aku menatapnya nanar, tapi aku masih mencoba tersenyum. Tubuh hanya berbalutkan kulit tanpa daging ini dia bilang gemuk? Oh Tuhan!
               “Kamu cantik, dan gemuk apa? Lihatlah, “ Aku meletakkan tangannya di atas telapak tanganku yang terbuka “Tanganmu terlihat kecil sekali di sini, kalau kugenggam terlalu kuat bisa hancur. Berarti kamu masih perlu menambah sedikit lagi agar tanganmu pas di genggamanku” Dia kembali tersenyum, senyum keduanya hari ini dan mulai menyuapkan salad ke mulutnya yang mungil.

Bertemu denganmu rasanya BAHAGIA, tahu kamu bukan untukku rasanya KECEWA, tapi kamu tahu rasanya melihatmu menderita? aku menyebutnya TERSIKSA

               Aku bertemu Frea dua tahun yang lalu, kami berada dalam satu lift di gedung apartemen kami. Saat itu bukan hari yang menyenangkan untukku, ada beberapa masalah yang mengganggu kelanjutan skripsiku, tapi dia dengan senyumannya menyapaku. Kami berkenalan,
               “Wira”
               “Frea, kamu kuliah juga?” Tanyanya saat melihat modul yang kubawa, aku hanya mengangguk.
               Frea saat itu adalah gadis muda, manis, bertubuh agak besar, tapi menurutku masih proporsional untuknya, wajahnya segar dengan semburat merah muda di pipinya. Dalam perjalanan dari lantai dasar dia terus saja berbicara, rasanya cukup lama karena aku tinggal di lantai 20 dan dia di lantai 21. Aku menyukainya, dia gadis yang menyenangkan. Tanpa dia tahu, dia telah meringankan hariku yang berat dengan senyuman dan ocehannya. Tapi hal itu berhenti begitu saja, tidak ada kelanjutan yang berarti dari pembicaraan kami saat itu. Kami masih bertemu,  walaupun hanya bertegur sapa saat bersama di dalam lift. Atau kebetulan kami bertemu di restoran di dekat apartemen dan makan bersama, dia masih gadis yang menyenangkan. Dia bahkan bercerita kalau dia sangat bahagia dengan kekasih barunya, bagaimana kekasihnya memperlakukannya, menyatakan cintanya, atau merayakan hari mereka semua diceritakan.
               Dia sangat terbuka walaupun membicarakan masalah pribadinya padaku yang sebenarnya masih tergolong asing untuknya, dia percaya padaku. Aku hanya mendengarkan semua ceritanya dengan tenang, sedikit kecewa karena gadis di hadapanku itu sudah dimiliki orang lain, tapi aku bahagia karena siapapun orang itu, dia telah membuat Frea bahagia.
               Semua berjalan seperti seharusnya, aku dengan duniaku dan dia dengan semua kegiatannya. Sampai suatu hari aku menemukannya pingsan di dalam lift, saat itu tidak ada orang lain. Aku yang bingung langsung bergerak cepat menggendongnya dan membawanya masuk apartemenku. Badannya lebih kurus daripada saat terakhir aku bertemu dengannya, kira – kira dua minggu sebelumnya. Aku tidak terlalu mengerti tentang hal – hal berbau kesehatan,  tapi aku tahu ada yang tidak beres dengan keadaan Frea. Aku memanggil dokter, menyelimutinya, membuat bubur, aku tidak bisa diam.  Terlalu mengkhawatirkannya. Sebelum dokter datang dia sudah terbangun,
               “Aku di mana?” Dia tentu saja merasa asing dengan ruang tamu apartemenku yang sedikit berantakan.
               “Ini apartemenku, kamu mau makan sesuatu? Aku membuatkanmu bubur” Tatapannnya berubah, dari semula bingung menjadi marah. “Kenapa? Ayo makan, mumpung masih hangat” Kataku menambahkan.
               “Aku tidak lapar, aku akan pergi” Dia bangit dengan cepat, tapi setelah itu jatuh dengan cepat juga ke sofa, sepertinya tubuhnya lemah sekali. Aku langsung membantunya berbaring dengan nyaman.
               “Kamu bangun saja tidak bisa, kenapa keras kepala? Dokter sebentar lagi sampai” Kataku sedikit membentaknya. Aku, entah kenapa, merasa ingin menangis saat itu. Setahun sebelumnya dia adalah gadis yang ceria, tapi gadis yang ada di hadapanku saat itu adalah gadis yang sangat lemah dan pucat.
               “Aku tidak sakit! Aku tidak butuh dokter” Katanya bersikeras, tentu saja aku tidak percaya, wajahnya begitu pucat dan kurus. Dia sakit! Aku tahu itu. “Aku ingin pulang, biarkan aku pulang” Dia memukuliku dengan tangannya yang kurus dan lemah sambil menangis, entah kenapa dia bisa selemah itu, sampai dia kelelahan dan pingsan untuk kedua kalinya. Aku duduk di sisinya, memandangi wajahnya yang sembab, pucat, dan kurus. Saat dokter datang dua puluh menit kemudian, dia masih belum bangun. Dokter memeriksa keadaan Frea dengan teliti, tiba – tiba wajah dokter itu berubah.
               “Kapan terakhir dia makan?” Aku hanya bisa menggeleng, tanda tidak tahu “Ini darurat, dia mengalami dehidrasi hebat. Mas, cepat hubungi ambulance, saya akan melakukan pertolongan pertama” Betapa kagetnya aku, saat dokter mengatakan kalau aku seharusnya membawanya ke rumah sakit sesegera mungkin, Frea sudah sekarat.
               Aku mencoba tetap tenang dengan tangan gemetar menghubungi rumah sakit terdekat untuk mengirimkan ambulance. Semua berjalan begitu cepat bagiku, ambulance datang, petugas membawa Frea yang masih pingsan untuk turun. Aku mengikuti mereka, bersama Frea sampai dia masuk ICU. Aku menunggu seperti orang gila, mengacak – ngacak rambutku, berjalan bolak – balik, ingin sekali aku memaki. Aku terus bertanya, apa yang terjadi dengan Frea? Apa yang mereka lakukan padanya? Apa Frea baik – baik saja? Ah bodoh! Aku terus – terusan menyalahkan diriku sendiri atas kebodohanku waktu itu. Seharusnya aku segera membawanya ke rumah sakit, memaksanya makan! Seharusnya aku,, seharusnya aku...
               “Arghhh” Aku mengumpat pelan sambil duduk berjongkok di depan ruang ICU. Beberapa minggu sebelumnya Frea memang lebih pucat dan lebih kurus dari biasanya. Aku sempat bertanya, tapi Frea terus mengelak dan mengatakan kalau itu hanya perasaanku saja sambil tersenyum. Aku tentu saja mengkhawatirkannya, tapi dia seperti menutup diri. Dia berubah.
               Suara pintu terbuka menyadarkanku, aku langsung mendekati dokter yang tadi memeriksa Frea. Kami berbicara sebentar, aku kaget dengan apa yang dikatakan oleh dokter. Aku langsung masuk ke ruang ICU, mencari Frea dan akhirnya menemukannya sedang terbaring tidur, dengan wajah pucat, tangan kurus, dan jarum infus menancap di punggung tangan kanannya. Itu pasti sakit.
               “Anoreksia” Aku membisikkan kembali pernayataan dokter padaku. “Anoreksia” aku mengulangnya sekali lagi, mengusap wajahku. Aku bukan hanya marah pada Frea, tapi aku marah pada diriku sendiri. Bahkan lebih marah, rasanya sakit sekali melihatnya begitu tidak berdaya. “Aku di sini, tersiksa karena kamu begini. Mulai sekarang entah apa yang terjadi padamu sekarang, aku akan selalu menjagamu, tidak membiarkanmu jatuh, tidak akan membiarkanmu seperi ini. Aku berjanji!”
               Tapi semuanya tidak semudah yang kuinginkan, tentu saja. Penolakannya, kemarahannya, rasa bersalahnya, semua berkumpul menjadi satu. Membuatku semakin tersiksa dan nyaris putus asa. Frea sering membuang makanan tanpa aku atau suster tahu, menyembunyikan buah yang dikirimkan teman – temannya saat menjenguk. Orangtuanya? Mereka seperti tidak peduli, hanya materi yang selalu mereka berikan. Saat aku menghubungi mereka, mereka mengatakan akan mengirimi uang dan aku harus memberi kabar pada mereka. Memangnya Frea bisa sembuh hanya karena uang?
               Setelah dua minggu Frea tidak mau bicara, seseorang datang menjenguknya. Aku yang setiap hari datang dan pergi menjenguk Frea heran dengan tingkah laki – laki itu. Karena dia langsung menangis di samping ranjang Frea, Frea sendiri juga langsung menangis dalam diam, tidak mengacuhkan semua perkataan laki – laki itu.
               “Maafkan aku, semua ini karena aku kan?” Frea diam
               “Aku memang brengsek, tidak bisa menerimamu apa adanya” Frea kembali menangis, tapi tidak memandang wajah laki – laki yang baru datang ini.
               “Aku ingin kamu lebih kurus karena mungkin kamu lebih percaya diri, bisa seperti perempuan lain” Aku dan Frea sama – sama memberi tatapan tajam pada laki – laki itu. Dia pikir dia siapa?
               “Aku ingin, kamu lebih cantik. Kurus itu cantik dan pastinya lebih sehat” Aku sudah ingin meremukkan wajahnya
               “Kamu pergi, bajingan!” Hanya tiga kata yang dikatakan Frea, dan dia mengatakannya dengan lirih. Tapi aku tahu, dia merasa sakit. Sangat sakit. Aku tahu kalau laki – laki yang bersamanya waktu itu adalah kekasihnya.
               “Aku sayang kamu, tentu saja. Lihatlah, sekarang kamu lebih cantik” Kata laki – laki itu dengan tersenyum. Aku tidak tahan, aku menarik kerah baju belakangnya, menyeretnya keluar dari kamar dan mendesaknya ke dinding.
               “Cowok berengsek! Lo pergi aja dari dunia ini”
               Buk!!
               Aku begitu marah sampai tidak tahu lagi apa yang harus aku katakan padanya. “Jangan sampai gue ngeliat lo sekali lagi. Kalau nggak, mungkin saja lo nggak akan selamat!!”
               Berani – beraninya dia berkata seperti itu pada Frea. Aku akan melindungi Frea sampai akhir, dan tidak akan membiarkan orang – orang sepertinya yang sangat mengagungkan penampilan menyakiti Frea. Frea-ku.
               Frea menjadi orang yang lebih pendiam, sampai akhirnya dia bercerita padaku sambil menangis. Frea ingin sekali memiliki tubuh yang kurus agar mantan kekasihnya memilihnya kembali. Dia terobsesi karena ingin mengubah pendirian kekasihnya yang sudah berpaling pada perempuan cantik dan berbadan kurus. Kekasihnya memang mengatakan kalau dia memilih perempuan lain itu karena Frea lebih gemuk dan  membuatnya malu untuk memperkenalkannya pada teman – temannya. Dia berjanji akan kembali pada Frea setelah Frea kurus, dia hanya ingin memotivasi Frea. Setelah Frea berhasil, setelah kurus, sakit, sekarat, dan hampir mati mantan kekasihnya memintanya kembali!
Laki – laki gila!


Hidup itu seperti memutar dadu, tidak ada yang pasti. Tapi aku meyakini sesuatu, aku menyayangimu dalam ketidakpastian itu

               Dan sekarang di sinilah aku, menemaninya melewati hari - hari penuh perjuangan. Melihatnya kesakitan setiap melihat makanan. Menyembunyikan makanan yang kumasakkan, membuangnya, bahkan memberikannya pada Patch, anjingnya. Ikut sakit saat dia sakit, menguatkannya agar tetap bertahan, meyakinkannya bahwa semua baik – baik saja. Bersamanya adalah sebuah perjuangan, dan aku tetap memilihnya.
               Suara kursi roda membuyarkan lamunanku, Frea sekarang lebih berisi, walaupun masih kurus untuk ukuran badannya, beratnya 37 kg untuk tingginya yang 165 cm, masih jauh dari target idealnya.  Frea juga masih susah makan, berbagai cara kulakukan untuk memaksanya makan. Mulai dari cara lembut, membentaknya, bahkan menangis di hadapannya.
               Aku membantunya melakukan apapun, melewati apapun. Bersama dengan mbak asih, perawat yang bertugas merawatnya selama Frea di rumah, aku mengusahakan yang terbaik untuknya. Tentu saja, sebenarnya dia lebih membutuhkan keluarganya, tapi untuk keadaan sekarang Mbak Asih dan aku sudah lebih dari cukup.
               “Hei” Aku tersenyum dan menarik kursi rodanya mendekat. “Kamu lapar?” Tanyaku lembut. Dia hanya menggeleng sambil. Meremas – remas tangannya, gugup.
               “Aku mau bicara” katanya lirih, jeda sebentar “tentang kita” lanjutnya.  Aku cukup kaget. Aku memang sudah menyatakan perasaanku, aku mencintainya, tapi Frea tidak pernah memberi jawaban. Aku memang tidak membutuhkan jawaban karena selama aku dibutuhkan di sampingnya, aku akan tetap di sisinya. Aku tidak mengharapkan lebih dari itu. “Aku, aku ingin berubah” Aku menjadi tegang,
               “Maksudnya?” Tanyaku hati – hati.
              

               Frea menggenggam tanganku lalu berkata “Aku ingin cantik,  jadi kamu akan lebih menyukaiku. Kalau aku sedikit gemuk, apa aku akan kelihatan lebih cantik?” Tidak terbayang rasanya, aku begitu bahagia mendengarnya. Aku memberinya senyuman terbaikku, kucium keningnya.
               “Terimakasih, terimakasih” Aku memeluknya sambil menangis, aku seorang laki – laki paling bahagia. “Terimakasih telah berusaha, terimakasih” Aku mengusap air mataku, sepertinya aku terlalu cengeng untuk ukuran laki – laki. “Kamu membuatku menangis, kamu harus bertanggung jawab” Kataku akhirnya
               “Hahaha,, kenapa begitu? Aku harus apa?” Tawa pertamanya hari ini, sepertinya hidup ke depan masih sulit, mengembalikannya seperti semula masih jauh, tapi aku akan berusaha, kami akan berusaha.
               “Sekarang masih jam lima sore, kamu boleh makan sore. Ayo kita berbagi isi kotak sereal terakhir”

Aku menyayangimu, terimakasih karena tetap berusaha hidup untuk bisa berada di sisiku.
Terimakasih cantik!

Nama: Aries Mawarni Putri
Fb: Aries Mawarni Putri
 






No comments: