SELAMAT DATANG!

Welkom! Wellcom!!benvenuto!willkommen!Bienvenue!!
Semua kata diatas berarti SELAMAT DATANG! dari Indonesia.
Semoga kalian-kalian yang mengunjungi blog ini akan merasa nyaman dan nggak pulang pulang kaya Bang Toyib, atau malah kesasar Nyari Alamat Palsu kaya Ayu Ting-Ting,,,,,,,
"DON'T COPAS PLEASE!!! TRY TO BE HONEST GUYS!!"
Semoga betah dan nggak kapok mampirr. :D

Tuesday, November 13, 2012

Lovegoistic


Tokk Tokkk

Aku menggeliat di tempat tidur, menulikan telinga dan berusaha kembali tidur.

"Bangun!" Dia kembali mengetuk pintuku.

"Bangun! lo pilih aja. Lo mau gue dobrak apa pake cara alus?" Aku terpaksa bangun karena memang dia akan melakukannya, seperti kemarin.

"Gue bangun" Aku bangkit membuka pintu. Wajah tegas seperti kemarin menyambutku di depan pintu. Hanggara Prastowo, seorang anak sahabat kecil Bapakku yang juga seperti kakak yang tidak pernah aku punya. Aku seperti tidak mengenal laki – laki ini sekarang ternyata Mas Hangga berubah. Sekarang Dia adalah pengawasku.

Bapakku sendiri masih berada di Inggris, Ibu sudah meninggal sebelum aku berumur 5 tahun. Tiga bulan yang lalu Aku memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Aku ingin merawat nenek yang kesepian, walaupun aku sering mengunjungi nenek- salah satu hal yang membuat bahasa Indonesiaku lumayan gaul- aku ingin lebih dekat dengannya. Aku juga sempat berpikir, Bapak yang kesepian ditinggal sendiri, tapi sepertinya kesibukan tidak akan membuatnya kesepian. Apesnya nenek malah berencana pindah ke Inggris, urusan kepindahanku selesai bersamaan dengan selesainya proses kepindahan nenek, Bapak entah kenapa seperti sengaja tidak memberi tahu. Lalu untuk apa Aku ke Indonesia dan terjebak dengan Mas Hanggara yang walaupun umurnya baru 24 tahun, tapi tingkahnya seperti kakek - kakek 100 tahun?

"Jam 6 belum bangun? gue aja udah bangun dari jam 5 tadi. Belum salat subuh kan? Salat dulu, mandi, kita sarapan jam setengah 7. Jangan telat!" Kata Mas Hangga galak. Aku hanya bisa cemberut dan melaksanakan perintahnya. Entah sejak kapan Mas Hangga jadi begini dingin dan galak? dulu dia baik dan hangat, Kenapa waktu yang cukup singkat ini bisa mengubahnya?

Jam setengah tujuh tepat, Aku sudah duduk di depan meja makan. Aku tidak terbiasa telat. Aku hanya agak sedikit kurang bisa menyesuaikan diri dengan perbedaan zona waktu. Mas Hangga duduk diam sambil membaca koran, tidak mengacuhkanku. Aku sedikit kecewa, kukira aku di sini akan mendapat keramahan yang sama, kehangatan yang sama, yang dulu bisa membuatku menyukainya.

Apa yang baru saja kukatakan?
Itu sudah berlalu, walaupun aku tidak sepenuhnya yakin.

"Lo nanti Mas antar daftar sekolah, sekolah di SMA swasta biasa aja" Kalimat pertamanya hari ini

"Noooo,, I used to with my subject before, Kenapa nggak masukin Gue ke sekolah internasional aja sih?" Aku sebal, Mas Hangga mulai seenaknya.

"Oom setuju aja dengan pilihan gue, dia bilang kalau sekarang gue di sini wali lo. Jadi terserah gue lo mau di sekolahin di mana, lagian lo sekarang lebih bule daripada yang dulu"

"Gue nggak mau! Mas berubah!" Aku langsung berdiri dan masuk kamar. Aku menelepon Bapak, ingin mengadu. Internationall call biarin deh, biar bokek tuh Mas Hangga. Jangan – jangan yang bayarin juga Bapak? Ah bodo!

Tuutt,,, Tuttt...

"Assalamualaikum cantik" 

Aku mendesah lega, suara bapak memang menenangkan "Waalaikumussalam, Bapak kenapa setuju aku masuk sekolah swasta sih? Yang bener aja?" Aku langsung menyerocos

"Masmu sekarang sudah dewasa, jadi Bapak percaya sama pilihan Masmu saja. Kamu kan pintar cantik, pasti kamu bisa, Bapak yakin. Yaudah, baik - baik sama Masmu, jaga diri. Salam buat Hangga ya" 

&#*@%€#!!!!

♫♫♫

"Selamat pagi, nama saya Almera Bramantyo, Kalian bisa memanggil saja Ame (Baca: Ami) "

Kata - kata itu yang mengawaliku berkenalan dengan teman - teman baruku di SMA Verdinia ini. Untung saja Mas Hangga masih memiliki akal sehat, jadi walaupun aku berada di sekolah biasa, tapi kelasku tetap Internasional.

"Yasudah, Ame, kamu duduk di deretan kedua dari belakang" Setelah aku duduk seorang murid disampingku memperkenalkan diri "Hai, gue Kalvin, gue tahu gue bukan pangeran, tapi boleh kan gue temenan sama lo, Putri" Dia menggodaku, flirty banget.

"Hahaha,,  I like you Mr. Flirty, gue Ame" 

Kami mengobrol seru setelahnya, “Jadi lo pindah dari Inggris buat nemenin nenek lo, tapi malah terjebak sama mas mas galak? Kasihan, kenapa nggak balik aja lagi kesana?”

“Nggak ah, birokrasinya ribet, gue tahun ini udah kelas 9 jadi yaudah deh, lagian kayaknya asyik juga kok di sini” Kami bertukar senyum, Kalvin orang yang baik.

Pelajaran hari ini berjalan cukup menyenangkan, teman – teman baruku juga baik. Kalvin ramah dan membantuku bergaul. Benar, mungkin hariku di sini tidak terlalu buruk. Apalagi, masuk dan liburnya sekolah ini mengikuti sister school-nya yang memang di Inggris, jadi aku tidak ketinggalan banyak. Dan ada summer holiday-nya juga. Yeaaa,, Aku bisa pulang deh.

♫♫♫

“Ahh,, filmnya bagus banget” Kalvin belum berhenti memuji film yang baru saja kami tonton. Hari ini setelah pulang sekolah hari pertamaku, kami memutuskan untuk pergi menonton. Kata Kalvin ini adalah perayaan perkenalan kami berdua. Ada – ada saja.
Aku tidak meminta izin Mas Hangga, karena pertama, aku tidak memiliki nomor ponselnya, bagaimana bisa? Itu terjadi karena semenjak aku tinggal di rumahnya sampai tadi pagi, interaksi kami hanya berisi kejutekan Mas Hangga. Kedua aku masih kesal dengan perlakuannya padaku selama aku berada di Indonesia. Aku yang tidak tahu jalan seharusnya sih dijemput. Saat pulang sekolah, aku menunggu Mas Hangga selama satu jam, tapi dia belum juga muncul. Kalvin yang menemaniku menunggu langsung mengusulkan agar aku pergi bersamanya.
Lagipula Mas Hangga aneh sekali, dia tidak berkata apapun saat aku akan berangkat sekolah tadi. Apapun yang terjadi nanti, pastinya aku bukan orang yang pantas disalahkan. Kami akhirnya memutuskan makan di food court. Sedang asyik – asyiknya makan aku melihat Mas Hangga sedang makan bersama seorang perempuan cantik. Siapa? Pacarnya? Oh, jadi dia tidak menjemputku karena perempuan ini? Dasar tidak bertanggung jawab! Kenapa juga  perasaanku jadi aneh? Rasanya sesak! Dadaku sesak! Apa aku cemburu? Tidak, tidak mungkin!
Kemarin saja aku ingin mengutuknya, karena membentakku untuk mencuci baju sendiri. Memang dari dulu aku sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah, tapi kenapa mintanya harus pakai tarik urat sih? Tiba – tiba Mas Hangga berbalik dan tatapannya bertabrakan dengan tatapanku. Aduhh,, kualat deh ngomongin orang.
Aku sudah akan memalingkan tatapanku dan berpura – pura tidak melihatnya, tapi Mas Hangga sudah bangkit dan berjalan menghampiriku dengan tergesa – gesa. Perempuan cantik pacarnya itu juga mengikuti dengan bingung.
“Lo!” Nadanya kasar tapi hanya berupa bisikan. Aku hanya memandanginya “Kemana aja lo?”
“Gue.. Gue..”
“Pak Hadi yang gue suruh jemput lo sampai nungguin lo berjam – jam tau! Lo emang udah biasa jadi tuan putri buat Oom Bramantyo, tapi dia lagi nggak di sini. Jadi jangan sok jadi tuan putri!”
Dia jahat!
Aku langsung menarik Kalvin pergi, tidak memperdulikan panggilan Mas Hangga. Aku tidak mau mendengar apapun lagi. Bisa – bisanya dia bilang aku sok jadi tuan putri?
Aku benci Mas Hangga.
“Ame, Stop! Gue gue nggak kuat lari lagi” Kalvin sepertinya merasa tidak nyaman karena dia belum menyelesaikan makannya, belum sempat minum. Aku pergi ke Hypermart dan membeli air mineral untuknya.
“Sorry ya. Lo pasti nggak nyaman sama kejadian tadi” Aku menunduk
Tangannya tiba – tiba mengusap rambutku, aku menatapnya “Nggak apa –apa. Gue yang harusnya tanya, lo nggak apa – apa kan?”
“Nggak apa – apa kok”
Bohong, aku berharap bahwa Mas Hangga masih Mas Hangga yang dulu.
♫♫♫
“Baru pulang?” Mas Hangga ternyata sudah menunggu kepulanganku di teras rumahnya. Sekarang sudah pukul 11 malam. Aku diam, kecuali dia meminta maaf sampai bersujud sujud, oh nggak, walaupun dia bersujud aku juga tidak akan memaafkannya.
“Lo itu ya, ditanyain sama Mas kok nggak dijawab?” Mas Hangga mulai membentakku, aku tetap saja bergeming. “Gue khawatir sama lo! Jangan kayak anak kecil!” bentaknya sambil mencengkeram lenganku.
Just shut up! What's wrong with you? Gue nggak tau apa yang lo omongin! Memangnya Pak Hadi itu siapa? Lo aja nggak pernah ngomong sama gue"
“Begitu ya ngomong sama Mas?” Kurasakan cengkeraman tanggannya semakin kuat
"Mas Hangga sakit!” Aku mendesis marah. Apa karena umurku masih 16 tahun lalu Mas Hangga bisa seenaknya? Nggak bisa! “Kalau mas Hangga memang mau jadi musuh Gue, fine!” kataku tegas. Mas Hangga langsung melepas cengkeraman pada lenganku. Aku langsung masuk ke kamar.
“Bukan begitu maksud gue” Aku mendengarnya menggerutu.
Keesokan harinya kudengar ketukan di pintu kamarku, disusul suara lembut.
"Ame, bangun" Aku bangun tiba - tiba. Ahh,, pusing. Aku baru bisa tidur nyenyak pukul lima pagi setelah menangis sepanjang malam. Sepertinya mataku bengkak, rasanya pedih.
Klek...
Mas Hangga agak kaget melihat wajahku, pasti wajahku memang bengkak dan kacau. Mas Hangga langsung mengalihkan pandangannya dariku.
"Lo nggak sekolah?" tanyanya lembut, masih mengalihkan pandangannya. Aku masih diam. Mas Hangga yang dulu tiba - tiba kembali. Aku menggeleng pelan " Mas udah masak pasta kesukaan lo. Ya emang seharusnya kita makan yang lebih enak dari sekedar mie bersaus, tapi lo suka sih. Gue kan mau minta maaf" Aku tersenyum geli. Mas Hangga benci pasta, sangat berlawanan denganku yang bisa dikategorikan pastaholic. Dia masih menganggap bahwa spaghetti dan kawan - kawannya adalah mie bersaus yang rasanya aneh. Ternyata Mas Hangga belum berubah.
Aku menyuap spaghetti dengan penuh semangat, "Uhmm,, Yum.,, Yum" Aku memuji masakan Mas Hangga, dulu aku juga belajar memasak dari Mas Hangga, dan walaupun dia tidak suka pasta, tapi dia bisa memasak semua jenis pasta dengan rasa luar biasa .
Mas Hangga tersenyum senang, kami makan dalam diam, tiba - tiba Mas Hangga berdeham "Siapa cowok yang kemarin?"
"Temen" Jawabku santai
"Anak mana?"
"Nggak begitu tau sih"
"Rumahnya maksud gue?"
"Nggak tau, kan gue baru kenal kemarin itu---"
"Nggak tau? Dan lo udah mau jalan sama dia?" Nada bicara Mas Hangga berubah tajam. Aku hanya menatapnya tidak mengerti. "Gimana kalo dia orang jahat, Jangan temenan sama dia, dengerin kata – kata Mas!" Aku hanya menghela napas, kelakuan seperti kakek - kakeknya mulai kambuh.
"Mas, gue kan sekarang di sini, selamat. Berarti Kalvin orang bener dong"
"Kalo lo melanggar aturan gue, Gue nggak bakal tanggung jawab, itu urusan lo" Dia menatapku tajam.
Aku membalas tatapannya, "Belum puas ya nyakitin gue?"
Mas Hangga kaget dengan jawabaanku, dia terdiam sebentar sebelum menjawab dengan lebih lembut "Gue cuma nggak mau lo jadi anak - anak lain yang yang salah bergaul. Anak yang nggak mau diatur, anak - anak li---"
Aku tercengang "Liar? Maksud Mas Hangga liar? Mas Hangga nggak kenal gue!" aku langsung berlari masuk kamar dan mengunci diri sampai Mas Hangga berangkat ke kantor. Rasanya benar - benar hancur, kenapa mas Hangga bisa - bisanya menghawatirkanku nantinya akan jadi cewek liar? Liar? Kasar sekali kata – katanya.
Setelah itu hubunganku dengan Mas Hangga jadi semakin dingin. Mas Hangga sering pulang malam dan tidak pernah lagi membangunkanku. Aku semakin merasa sendiri di sini, tapi untung ada Kalvin yang selalu menghiburku, orang yang dianggap Mas Hangga sebagai orang yang akan merusakku. Aku tidak lagi mengadu ke bapak karena sepertinya bapak sedang sangat sibuk.
Mas Hangga selalu memberikan uang saku dan pesan apapun dengan note  yang diletakkan di meja makan. Urusan mencuci, memasak, membersihkan rumah, semuanya dilakukan Mas Hangga sendirian. Memangnya aku peduli? Aku seperti tinggal serumah dengan Pak Pos saja. Terserahlah...
Kuakui atau tidak, Aku kesepian.
Aku merindukan perlakuan Mas Hangga yang dulu, he always treats me well, ya seperti dia bilang juga, seperti Putri. Tapi sekarang dia melihatku seperti melihat bakteri. Ingin sekali dihindarinya.
“Ame? Ame? Almera?” Panggilan Kalvin menyadarkanku. Sahabatku yang selalu ada. Bahkan Mas Hangga tidak bisa memberikanku rasa aman seperti Kalvin. Lihat mas Hangga, ini adalah orang yang kamu anggap sebagai orang yang jahat, tapi ternyata Mas Hangga sendiri yang menyakitiku.
“Eh? Apa Vin? Sorry ya, gue agak nggak konsen. Gue—“ Kataku hampir menangis, aku sudah tidak tahan tinggal serumah dengan orang yang tidak menginginkanku.
“Iya gue tau” Dia merengkuhku ke dalam pelukannya. Tanpa kusadari, mobil Mas Hangga terparkir tidak jauh dari tempat kami berdiri.
“Makasih ya, gue nggak tahu kata apa yang bisa mewakili perasaan gue selain terimakasih. Gue mau pulang aja” Kalvin memang bisa diandalkan
Kreekk,, Bruk
Aku terbangun ketika mendengar suara pintu terbuka dan benda terjatuh. Aku melirik jam dinding, pukul 01.00? Aku berjalan ke ruang tamu, apa pencuri ya?
“Astagfirullah, Mas Hangga?” Bukan pencuri, Aku malah melihat Mas Hangga tergeletak di lantai. Aku mencoba mengangkatnya, berat. Saat seperti ini sepertinya lebih baik kalau Mas Hangga mempunyai pembantu.
Bruk...
Aku melemparkan tubuh Mas Hangga ke sofa besar ruang tamu. Untung di sini ada sofa, coba kalau tidak, masak aku harus menyeretnya sampai kamar? “Mas? Mas Hangga? Aw” Mas Hangga menarikku sampai terjatuh di atasnya, ugh bau alkohol. Mas Hangga kenapa sih? Stress karena pekerjaannya? Apa gara - gara perempuan cantik di mall itu?
Tiba – tiba Mas Hangga menarik wajahku mendekat, kuat! Jangan – jangan dia mau menciumku? “Jangan Mas! Mas Hangga sadar doong. Mass” Aku merengek seperti anak kecil, tapi Mas Hangga tidak mau mendengarku. Menarikku lebih dekat sampai bibir kamu bertemu.
“Hmmmpppp” Mas Hangga tidak membiarkanku melawan, ciumannya serasa menguasaiku, menyuruhku takluk pada ciumannya. Aku meleleh detik  demi detik hingga habis.
Mas Hangga akhirnya melepasku dan tersenyum sangat manis, memelukku dengan kuat, membiarkanku mendengar debaran jantungnya yang kuat dan berkata “Jangan jauhin aku lagi ya, jangan pergi. Rasanya mau mati serumah sama kamu, tapi seperti orang yang tidak saling mengenal. Siapa cowok yang sama kamu itu? Rasanya mau bunuh siapa aja yang deketin kamu. Kamu milikku! Aku kangen kamu. Jangan kemana – mana lagi!” Lalu Mas Hangga terdiam dan bernapas teratur. Dia tertidur
Apa yang baru saja dia katakan? Aku langsung bangkit. Ciuman pertamaku? Dengan Mas Hangga? Kata – kata Mas Hangga? Itu untukku? Mas Hangga menyukaiku?
Tidak bisa dipercaya
Kamu milikku?
♫♫♫
Tokk.. tokk...
Aku terlonjak. Sudah setengah tujuh pagi, aku seperti orang bodoh belum beranjak dari tempat tidurku sambil memandangi kebun belakang. Aku masih belum percaya dengan apa yang terjadi tadi malam, sehingga tidak bisa tidur sampai sekarang dan seperti orang bodoh malah tidak bisa melakukan apa – apa.
Tokk.. Tokk...
“Ame, Kamu nggak sekolah?” Terdengar suara Mas Hangga, aku langsung pura – pura tidur. Tindakan bodoh lagi karena pintu kamarku selalu kukuci. “Almera, Please, keluar” Suara Mas Hangga semakin lirih, seperti sebuah kepasrahan yang diserahkan. Aku keluar, wajah yang menyambutku bukan lagi wajah tegas seperti biasanya, tapi seorang Mas Hangga dengan wajah lelah. “Kamu nggak usah sekolah, hari ini kita ke Dufan!”

“Aaaaaaaa” Teriakan demi teriakan menyusul keseruan kami bermain di berbagai wahana Dufan. Turangga – rangga, Histeria, kora – kora, sampai halilintar.
“Kamu nggak capek?” Tanya Mas Hangga saat kami selesai naik kora – kora untuk kedua kalinya. Aku menggeleng sambil tersenyum ke arahnya. Selama kami bermain di Dufan aku jarang mengeluarkan kata, menikmati saat bersama kami. Mas Hangga sendiri tidak berhentinya memberi perhatian. Aku juga mengamati kalau Mas Hangga menggunakan “kamu” menggantikan “lo”. Ahh apa yang kupikirkan? Apa mungkin aku menyukai Mas hangga? Cinta monyet zaman SMP- ku dulu pada Mas Hangga apakah malah berkembang semakin jauh?
Sret,,
“Kamu keringetan” Mas Hangga mengelap keringatku, aku hanya duduk tegang sambil meresapi setiap detik tangan Mas Hangga di wajahku.
“Ma—makasih, Kenapa Mas Hangga tiba – tiba berubah?” Dadaku bergemuruh, mungkin benar, aku sudah jatuh cinta lagi pada Mas Hangga.
“Maafin Mas Hangga soal tadi malam, mas nggak sengaja”
Deg!!
Apa yang coba dia katakan? Ciuman tadi malam yang membuatku sampai tidak bisa tidur itu ternyata sebuah ketidaksengajaan?
"Jadi apa maksud mas tadi malam?"
Ah? Apa yang baru saja kukatakan tadi? Aku belum siap dengan apapun jawaban Mas Hangga.
"Mas lagi ada masalah di kantor, mas.. Mas kira kamu orang lain" Dia berbohong!
"Mas Hangga bohong! Mas kira aku bakal percaya?”
“Maafin Mas, tapi itu kenyataannya”
Aku langsung berlari sekuat tenaga, aku ingin pulang. Tadi malam adalah pengakuan Mas Hangga,  Mas Hangga menyukaiku, tapi tidak berani menyatakan perasaannya. Berarti aku tidak sebegitu berharganya sehingga dia tidak mau memperjuangkanku.
Aku langsung pergi ke bandara, tidak perlu mengambil paspor karena aku selalu membawanya, aku langsung membeli tiket ke Inggris. Kalau memang aku sebegitu tidak diinginkan, lebih baik aku pulang.
♫♫♫
Udara terasa hangat, saat ini bulan Mei, bulan hangatnya London. Aku tinggal di Kawasan Perkotaan London Raya, kawasan perkotaan terbesar di Inggris. Jadi di sini terasa ramai dan penuh sesak orang, yah dengan populasi 8.278.251 orang tentu saja hal ini sangat wajar. Aku baru sampai tadi malam, tapi sampai sekarang, sudah pukul 02.00 siang, aku tidak bisa tidur. Aku merindukan kasurku di Jakarta? Atau mungkin karena masalah yang kutinggalkan di Jakarta? Atau karena kata – kata Bapak tadi pagi?
Bapak tidak marah dengan kepulanganku tiba – tiba, mungkin karena wajahku yang sangat kacau, aku tidak bisa berhenti menangis di pesawat. Bapak hanya mengatakan beberapa fakta yang mengganggu,
You have a problem” Itu kalimat pertamanya saat sarapan. “Pasti masalah Hangga, nanti Bapak kasih tau semuanya”
“Kamu sudah dilamar Hangga” Aku kaget saat mendengar kalimat Bapak. Kami baru selesai sarapan dan sekarang sudah berada di ruang kerja Bapak. “Kalian sudah dijodohkan sejak Hangga tinggal di sini untuk kuliah”
“Bapak pasti bercanda!”
“Nggak, Hangga menyetujuinya, tapi menurutnya kamu belum bisa menyayanginya, selain kamu masih kecil, jarak antara kalian menempatkan Hangga lebih cocok jadi kakakmu” Bapak tersenyum sangat manis “Saat Hangga pindah, Bapak masih terus berhubungan dengannya, bergosip tentang kamu. Dia tidak bisa berhenti bertanya, dia sangat menyayangimu”
“Saat kamu memutuskan pindah, Bapak langsung menyuruh nenek kamu pindah, Jangan melotot!” Aku mendengus, dasar Bapak! “Bapak pikir ini bagus, tapi ternyata kalian malah tidak akur. Seminggu yang lalu, saat kalian masih nggak ngomong, Hangga minta kamu dari Bapak. Dan bapak nggak ada alasan untuk menolak”
“Haahhhhh...” Beberapa orang di dekat danau dalam Regent's Park memandangiku, terserah apa yang mereka pikirkan yang penting aku sedang kesal. Ini beban yang cukup berat untuk ditanggung anak high school sepertiku. Banyak pertanyaan yang menggantung di benakku. Kenapa Mas Hangga berubah padahal dia bahkan sudah melamarku? Dia menciumku, tapi dia menolaknya?
“Arghhhh” Aku berteriak menghadap danau.
“Kamu bisa nggak sih nggak teriak – teriak?” Suara itu? Aku berbalik, Mas Hangga. Khas sinetron banget sih?
“Mas Hangga kenapa di sini?” Aku berkata ketus, oh please, dia sudah menyakitiku sampai ke akar -  akarnya dan dia bilang maaf?
“Menurut kamu Minta maaf lah, kalo boleh sih rujuk” Dia tersenyum bersalah, tapi tetap sok tidak bersalah.
“Rujuk? Emang kita pernah nikah?” Aku berbalik menghadap danau.
“Maafin aku,” Tangannya yang besar dan hangat menyentuh tanganku, mengirimkan getaran – getaran ganjil. Getaran yang nyaman. “Maafin aku karena bersikap egois, aku bukannya benci kamu kalau itu yang mau kamu tanya. Aku sayang sama kamu, bukan cuma sayang, aku cinta kamu”
Aku berbalik menghadapnya, memeluknya dalam diam. Aku juga cinta sama Mas Hangga. Bisikku dalam hati.
“Aku begitu senengnya kamu pindah ke Indonesia, aku bersihin rumah seminggu full lho”
“Tapi Mas Hangga jutek banget” Dia mengeratkan pelukannya, meminta maaf sekali lagi.
“Aku merasa nervous banget pas jemput kamu, terlalu excited tapi nggak bisa ngungkapin apa – apa, jadinya malah ngeluarin kata – kata yang nggak bener”
“Terus soal itu?”
“Soal apa?”
“Ituuuuu...”
“Ciuman kita? Maafin ya, pas aku pulang mabuk itu, aku lihat kamu dipeluk Kalvin, aku marah banget, mau ngejauhin kamu, tapi kamu malah balik ke Inggris. Nakal yaaa” Katanya sambil mencubit hidungku
“Oh? Cemburu? Mas ngerti kan kalau aku cuma sayang sama Mas?”
“Aku emang bodoh, baru sadar waktu kamu pulang ke Inggis dan aku nggak bisa nemuin kamu di sudut rumah. Aku takut nggak bisa ketemu kamu lagi”
“Jadi masalah kita ini simpel kan? Mas nggak boleh egois mikir perasaan mas sendiri. Aku di Indonesia nggak ada temennya, Aku butuh Mas, tapi Mas malah musuhin aku ditambah dengan cemburu sama Kalvin anak SMA? Daripada jadian sama anak SMA aku lebih milih dilamar sama Mas – mas 24 tahun yang kelakuannya mirip kakek – kakek 100 tahun”
Dia tersenyum, senyum paling tulusnya selama dua bulan aku tinggal di rumahnya “Aku boleh egois lagi?” Aku mengangkat alis
“Boleh nggak kamu lulus SMA kita nikah aja?”
“Nggak!!!”
Kamu boleh kok mencintaiku dengan egois

No comments: