SELAMAT DATANG!

Welkom! Wellcom!!benvenuto!willkommen!Bienvenue!!
Semua kata diatas berarti SELAMAT DATANG! dari Indonesia.
Semoga kalian-kalian yang mengunjungi blog ini akan merasa nyaman dan nggak pulang pulang kaya Bang Toyib, atau malah kesasar Nyari Alamat Palsu kaya Ayu Ting-Ting,,,,,,,
"DON'T COPAS PLEASE!!! TRY TO BE HONEST GUYS!!"
Semoga betah dan nggak kapok mampirr. :D

Monday, June 11, 2012

Kita? Part 2


Part 2 hadir, :)

"Pagi"

Udara pagi masih terasa menggigit karena sekarang masih pukul 5 pagi, tapi Veya dan Dania sudah bersiap-siap keluar rumah. Mereka sudah mandi dan membawa bekal untuk acara hari ini. Rencananya mereka akan pergi bersama anak-anak kasih Ibu ke water park. Tiket masuk dan transportasi ditanggung Yayasan (sebagian besar berasal dari donatur) dan Dokter Dana. Dokter Dana bersikeras menggunakan uangnya dalam perjalanan ini. Veya mencoba membantu dengan membawakan bekal makan untuk mereka semua, Dia bangun pagi buta untuk memasak.

"Gue masih sebel deh sama si dokter Dana itu, gue masih agak sakit hati gara-gara dia kayak anti gitu pas meriksa gue" Ucap Veya tiba-tiba pada Dania setelah gadis itu menutup pintu mobil. Dia masih sedikit tidak rela karena Dokter Dana ikut dalam perjalanan mereka kali ini.

"Pagi-pagi udah ngomong begituan sih? Mungkin dia punya alasan, bukannya semua hal pasti ada alasannya?" Veya hanya menggeleng tidak percaya, pasti memang dokter Dana begitu orangnya. Angkuh! "Eh ngomong-ngomong Donnie mana? Gue kok nggak liat dia seminggu ini?" Dania langsung mengalihkan pembicaraan.


"Nggak usah dibahas" Veya langsung berubah defensif

"Haha, dia ngilang lagi? Lo itu ya, udah gue bilangin jangan percaya sama Donnie. Lo kan nggak tau dia beneran suka apa nggak? Udah lupain dia!"

"Gue juga udah bilang ya, Donnie itu sayang banget sama gue. Dan gue juga gitu. Kalo dia nggak sayang, nggak mungkin dia segitu perhatiannya sama gue. Dia nggak akan balik sweet begini lagi" Veya sebenarnya tidak hanya meyakinkan Dania, tapi juga dirinya sendiri.

"Tapi Donnie kadang nggak kasih kabar kan? ngilang nggak jelas kan? Apa yang bisa lo harapin dari cowok nggak jelas begitu?" Veya menghela napas dan tidak menjawab. Sejak mereka putus dan akhirnya Donnie kembali padanya, Veya jadi memperhatikan kalau Donnie lebih tertutup dan sering tidak memberi kabar. Donnie datang dan pergi sesuka hatinya, tapi Veya tidak terlalu mempermasalahkannya. Saat Donnie bersamanya dia merasa sangat diperhatikan dan sangat bahagia, itu saja. Donnie sering hilang seminggu, dua minggu lalu kembali padanya. Veya yakin Donnie memiliki alasan. Bukannya semua hal pasti ada alasannya?

Semoga alasannya bagus
***

"Selamat pagi anak-anak, banguuunn!!!" Veya yang baru datang langsung menuju kamar anak-anak berumur 2-4 tahun untuk membangunkan mereka. Mereka anak-anak yang paling susah dibangunkan. Di panti ini memang kamarnya dibedakan, ada kamar bayi sampai umur dua tahun, ada kamar untuk anak umur 2-4 tahun, dan yang terakhir ada anak umur empat tahun ke atas. Hanya sampai umur 5 tahun mereka hidup di panti, karena saat umur mereka 5 tahun pasti mereka sudah menemukan orang tua asuh. Yayasan Kasih Ibu ini memang cukup terpercaya, anak asuh yang berasal dari panti ini dapat dipastikan tidak akan bermasalah nantinya.

"Banguunn,," Veya menggelitiki salah seorang anak, namanya Bima. Umurnya 4 tahun. "Bimaaa,," Dia yang paling susah dibangunkan.

"Hahahaha,, ampun tann teee,, hahaha.. Amm..puuun,, u.. Hahaha"

"Banguuuuun!" Veya menarik tangan Bima untuk bangkit. "Mandi ganteng" Veya kemudian meninggalkan Bima yang sudah bersiap-siap mandi. Veya lalu beralih ke anak-anak yang lain, sebagian sudah terbangun karena suara tawa Bima, tapi masih ada juga yang tidak terpengaruh.

“Litaaaa, Angga, Vitaaa,, banguuunnn” Veya berlari kesana kemari karena anak-anak yang sudah bangun malah tidur lagi. “Bimaaa” Veya menghembuskan napas keras dan langsung tersenyum jahil, dia tiba-tiba berlari cepat dan langsung menggelitiki mereka satu persatu. Berpindah dari satu anak ke anak yang lain, mereka akhirnya malah saling kejar-kejaran sampai lelah.

“Hahh,, hhh,, hhh... Amp.. unnn Tan teeee” Anak-anak langsung duduk kelelahan, veya lebih lelah lagi karena dia yang harus mengejar enam anak umur 2-4 tahun yang lincah.

“Hahaha,, makannya kalian harus rajin bangun pagi dan mandi biar sehat, masak begitu aja kalah sama tante yang masih muda dan cakep ini” Veya langsung menyombongkan diri, dia sangat suka bermain dengan anak-anak ini, mereka sangat menyenangkan. “Jadi--“

“Seraaaaang”

Bruukk Bruukk brukkkk

“Aduuuuhh” Tanpa diduga anak-anak tadi langsung menubruknya, karena kaget dan dalam posisi duduk Veya malah terjatuh telentang. Sebelum dia sempat membalas, anak-anak tadi sudah berlarian menuju kamar mandi tempat suster-suster menunggu untuk memandikan mereka. “Dasar, awas ya, gue bales! Aduuuh” Veya merasakan punggungnya sakit saat akan bangkit, jadi dia kembali berbaring telentang di lantai. Sebuah tangan muncul mengulurkan bantuan, Veya sempat ragu karena tangan itu milik Dokter Dana. Tapi kemudian Veya merasa konyol, dokter Dana tidak pantas melihatnya takut, Veya menerima uluran tangan dokter Dana.

“Makasih Dok” Ucap Veya saat sudah berhasil berdiri salah tingkah, sejak kapan dia di sini? Apa sejak gue bertingkah konyol dengan anak-anak?

“Panggil Dana aja, Gue nggak perlu lo panggil dokter untuk menegaskan gue dokter” Veya langsung melongo mendengar jawaban Dana, Sialan! Pede banget sih ni dokter???

“Oke Dana” Veya langsung berlalu.
***
Dana memandang punggung gadis lucu itu. Dia hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum geli. Gadis itu pasti sangat kesal, Dana sengaja menyombongkan diri di hadapan Veya untuk menguji bagaimana reaksi Veya. Gadis itu cukup sopan, itu yang menjadi kesimpulan Dana. Saat akan masuk ke ruang anak umur 2-4 tahun dia merasa heran mendengar  suara gaduh teriakan dan tawa lepas dari anak-anak itu. Kemarin mereka bersikap biasa saat dia datang untuk pemeriksaan rutin, mereka semua memang cerdas, tapi Dana tidak menyangka bahwa mereka bisa segaduh itu. Dan dia lebih tidak menyangka lagi kalau sumber kegaduhan mereka adalah seorang gadis mungil dan lincah yang berlari-lari dari satu tempat tidur ke tempat tidur lain. Wajahnya tidak menyiratkan sedikitpun kekesalan, malah raut bahagia yang jelas terpancar dari wajahnya. Senyumnya manis.

Dana tiba-tiba tersadar, Apa yang baru saja gue pikirkan? Ini aneh. Gadis itu gadis berbahaya, tidak boleh di dekati. Dana langsung menghapus segala kekaguman yang dirasakannya pada Veya. Dia harus fokus! Dia di sini selain untuk membantu adik-adik ini juga sedang mencari tahu, apa yang membuat gadis ini spesial.
***

“Pak dokteeeellllll,,” Dana menoleh melihat seorang anak perempuan berumur 3,5 tahun, namanya Lita, berjalan ke arahnya sambil membawa eskrim. Dana berjongkok agar bisa sejajar dengan Lita, saat sudah dekat Lita malah terpeleset dan hampir jatuh. Untung saja Dana dengan sigap menangkap tubuh Lita dan langsung menariknya bangun, tapi Lita melihat eskrim di tangannya jatuh mengenai kaos Dana yang berwarna putih. Insting Lita sebagai anak kecil mendorongnya untuk menangis, bibirnya mulai bergetar dan wajahnya mulai merah.
“Hikkss,, hiksss” Lita mulai menangis, Dana walaupun seorang dokter tetapi dia masih agak kaku menghadapi anak kecil yang menangis. Di rumahnya belum pernah ada anak kecil tinggal, jadi dia tidak tahu apa yang mestinya dia lakukan, semua yang dipelajari kan kebanyakan teori. Dana mencoba tersenyum kepada Lita dan berbicara hati-hati.

“Lita sayang,, uhhh,, udah ya nangisnya,, nggak apa-apa kok” Dana akan bergerak menggendongnya, tapi Lita malah mundur. Dana mencoba mendekatinya lagi, tapi Lita semakin mundur dan menangis lebih keras. Veya datang dengan cepat dan langsung menggendong Lita dalam pelukannya. Lita menarik leher Veya mendekat dan menyembunyikan wajahnya di sana, tangisannya berangsur reda. Dana mengehembuskan napas lega sambil tersenyum, dia sungguh merasa bodoh karena kalah pada seorang perempuan yang bekerja sebagai akuntan.

"Dia baik-baik aja? Apa gue melakukan sesuatu yang salah?" Veya menatap Dana tidak percaya, bisa-bisanya dia menanyakan itu? Dia kan seorang dokter?

"Lo kan dokter, lo harusnya lebih tau daripada gue" Veya menghembuskan napasnya keras-keras. Lita yang ada di pelukannya sudah mulai bersikap biasa.

"Gue kan baru dokter umum dan pasien gue biasanya langsung diem begitu gue ajak ngomong sedikit terus dikasih permen, tapi kenapa Lita masih terus nangis?" Bukannya menjawab pertanyaannya, Veya malah berjalan menjauh. Dalam hati Dana mengumpat, gila! Gue lagi serius malah ditinggal? Sebelum Dana berbalik, ternyata Veya mendatanginya lagi dan menyodorkan satu sachet tissue basah.

"Bersihin tuh, sebelum kering" Dana sempat bengong sebentar lalu segera membuka sachet tissue dan membersihkan noda eskrim. "Lita dibawa Ibunya ke Panti satu bulan yang lalu" Dana langsung menghentikan aktivitasnya dan memandang Veya, tapi gadis itu sedang menenangkan Lita yang karena kelelahan menangis akhirnya mengantuk. Dana menunggu "Ibunya nggak tahan karena Lita sering menangis di rumah. Lita menangis bukan karena keinginannya, kedua orangtuanya hidup sendiri di kota ini. Saudara mereka jauh sekali, di kalimantan. Jadi secara nggak langsung mereka tidak punya saudara. Semua karena kondisi Ayahnya, setiap melakukan sesuatu yang salah menurut Ayahnya, Lita akan dibentak-bentak. Dia jadi menangis setiap hari, Ibunya tidak tahu harus berbuat apa. Ayahnya memang mengalami gangguan jiwa, Ibunya bingung antara harus merawat anaknya dengan meninggalkan suaminya atau meninggalkan anaknya untuk merawat suaminya"  Veya berhenti untuk mengambil napas berat, dana menahan napas menunggu kelanjutan ceritanya. "Ibunya memilih Ayahnya" Suara Veya bergetar, Dana dengan refleks meremas bahu Veya untuk memenguatkan. Veya hanya tersenyum lalu melanjutkan ceritanya "Pertimbangannya karena sang Ayah sakit sementara Lita normal dan sehat, ughh,, gue benci cerita ini" Tanpa sadar Veya menitikan air mata, cepat-cepat dia menghapusnya. Dana sudah ingin memeluk Veya untuk menenangkannya, tapi kemudian terdengar teriakan

"Kaliaann ngapaian di situ? Ayo makaan!" Sebuah teriakan Dania yang menyentakkannya pada sebuah kesadaran. Dia sudah duduk tenang sebuah gazebo yang memang disediakan untuk istirahat, semua anak sudah berkumpul.

"Iyaa" Veya berteriak juga, kemudian dia berbalik menghadap Dana "Yuk kita makan" gadis itu kemudian berjalan menjauh.

Dana mengusap wajahnya dengan cemas. "Gue pasti gila, apa yang tadi gue mau lakuin?" Dana mencoba menetralkan perasaannya dan menyusul ke gazebo.

Suasana makan tentu saja riuh sekali, dengan jumlah anak kecil sekitar 12 orang yang berumur 2-5 tahun yang sangat aktif, adik-adik bayi tetap tinggal di panti, merepotkan suster-suster yang mencoba menertibkan makan mereka yang berlarian. Dana dan Dania malah makan dengan tenang sambil memandangi tingkah anak-anak, sedangkan Veya sendiri duduk tidak jauh dari mereka, menyuapi Lita yang sudah bangun. Dana melihat Veya dengan kagum, ternyata Veya tidak seperti apa yang didengarnya. Veya adalah perempuan lembut penuh kasih, bukan gambaran seseorang yang mampu merebut kekasih orang. Atau ini hanya kedok? Apakah ini bukan Veya yang sebenarnya? Dana jadi pusing memikirkannya.

"Mie-nya enak Dan?" tanya Dania tiba-tiba

"Hah? Enak, enak banget" Jawab Dana spontan dan langsung menyendokkan makanannya. Hal yang membuat Dania tertawa terbahak-bahak. Tentu saja Dania tertawa, masalahnya yang mereka makan adalah sayur bayam, sambal, plus nugget. Dana yang menyadari mengapa Dania tertawa langsung berubah malu.

"Gue nggak konsen" Kata Dana sambil menyuapkan lagi nasi ke mulutnya. Ini adalah makanan rumah terenak setelah masakan mamanya, tapi sayang kurang sehat. "Enak banget nih, katering ya?"

"Eitss, jangan salah! Si Veya yang masak tuh" Dania memprotes keras, Veya langsung berbalik. Membuat Dana salah tingkah.

"Ada apa sih?" Veya bertanya.

"Itu Vey, masakan lho dibilang masakan kareting"

Veya langsung tersenyum senang "Bagus dong, berarti masakan gue enak"

"Tapi nggak sehat, nugget-nya maksud gue"

"Sehat kok, gue bikin sendiri. Beli daging sendiri. Terus baru gue goreng tadi pagi"

"Eh? Emang bisa bikin nugget sendiri?"

"Dasar cowok! Bukan karena lo nggak bisa, terus artinya mustahil. Ya bisa lah. Emang lo nggak ngerasain ada potongan sayur di dalemnya?"

Dana memotong dan memeriksanya dengan serius, "Iya ada potongan wortel sama bayam, ternyata ini tadi yang gue rasa aneh." Dana kemudian tersenyum meminta maaf pada Veya "Gue suka cewek yang pinter masak"

Veya langsung membeku di tempat, mencoba berpura-pura bahwa Dana tidak mengatakan apapun. Dia terselamatkan oleh HP-nya yang bergetar. Dengan perasaan aneh, Veya berjalan menjauh untuk mengangkat telepon.

Dania yang mendengar pembicaraan mereka langsung menegur Dana, "Dia udah punya cowok Dan, lagian lo kan baru kenal dia?" Insting Dania sebagai sepupu yang melindungi keluar. 

"Gue tahu, tapi gue nggak peduli" Kata Dana sambil menghabiskan makanannya. 




No comments: