SELAMAT DATANG!

Welkom! Wellcom!!benvenuto!willkommen!Bienvenue!!
Semua kata diatas berarti SELAMAT DATANG! dari Indonesia.
Semoga kalian-kalian yang mengunjungi blog ini akan merasa nyaman dan nggak pulang pulang kaya Bang Toyib, atau malah kesasar Nyari Alamat Palsu kaya Ayu Ting-Ting,,,,,,,
"DON'T COPAS PLEASE!!! TRY TO BE HONEST GUYS!!"
Semoga betah dan nggak kapok mampirr. :D

Saturday, March 3, 2012

Protect Me!!! 6 EXTENDED


Kita tidak akan tahu masa depan sebelum kita mengalaminya, yah akan berbeda lagi ceritanya kalau kamu anak indigo. Dan Aku bukan.

Aku sekarang di sini, di ruang TV rumahku, ditemani air es, handuk yang sudah basah, betadine, plester, kapas, dan alat P3K. Aku sedang mengobati luka memar Kak Lio, dia duduk di hadapanku sambil meringis-meringis jelek dan sebentar-sebentar mengaduh. Aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi, dan kapan?

"Aduhh" Untuk kesekian kalinya Kak Lio mengaduh.

"Salah sendiri, siapa suruh sok jagoan!!" Aku bersungut-sungut. Kak Lio bercerita bahwa dia tadi menyelamatkan anak SMA yang diganggu preman. Dia nekat karena melihat anak itu sangat ketakutan.

Bukannya bisa menolong, Kak Lio malah dikeroyok, 1 lawan 5. Aku hanya bisa menggeleng-geleng dan bergumam "Emang cari mati"

"Gue bukannya sok jagoan! Kalo aja mereka nggak main keroyokan pasti gue bisa menang" Kak Lio pintar sekali sesumbar

"Kan 'kalo', nah sekarang kan kenyataannya Kak Lio yang jadi korban" Aku selesai memasang plester pada luka di pipi kiri Kak Lio. Mereka memang tidak tanggung-tanggung, preman profesional. hahahaha

"Aduuuhhhh! Pelan-pelan doong" Dia menjauhkan mukanya dari jangkauanku "Yang penting kan gue bisa nyelametin tuh bocah. Dan gue merasa bangga" Katanya sambil menepuk-nepuk dadanya bangga.

"Ishhhhh, sini!!" aku meraih kepalanya dan mendekatkannya padaku untuk menempelkan plester lain di hidungnya, tanpa sengaja aku menariknya terlalu dekat. Aku tidak bisa berkata-kata, hanya terpaku menatap matanya yang berbalik menatap mataku. Jantungku serasa meloncat-loncat dari sarangnya, sumpah. Aku baru pertamakali merasa seperti ini. Ada apa? Kenapa?

Aku ingin menghindar, tapi tangan Kak Lio merengkuh wajahku dan menahan wajahku di posisinya. Aku bingung, apa yang harus kulakukan, aku sulit bernapas. Akuu...Aku....

Klek

Suara itu menyentakkanku kembali sadar. Kak Lio juga sudah melepas rengkuhannya dan menoleh.

"Kalian ngapain?" Tanya Kak Dimas tiba-tiba, melihat posisiku dan Kak Lio yang begitu dekat. Aku langsung menunduk untuk menyembunyikan rona merah di pipiku dan pergi ke dapur membawa baskom air es. Aku melirik Kak Lio dan Kak Dimas yang sedang bergulat lewat tatapan mata. Tatapan tidak setuju dari Kak Dimas dan tatapan menantang dari Kak Lio. Kak Dimas mendesah menyerah.

"Lo baik-baik aja?? Thank's udah jagain dia" Mereka kembali berahasia, aku langsung mendesah sedih.
Menjaga siapa? Memangnya aku kenapa?
♫♫♫
Hari yang aneh...
Aku tidak tahu ada angin apa hari ini, tapi hari ini Kak Lio mengantarku. Diulangi, Kak Lio mengantarku. Ada yang aneh? Yaiyalah, secara Kak Lio itu pengidap insomnia berat kenapa sekarang bisa bangun pagi dan mengantarku sekolah? Nggak mungin, tapi ternyata memang terjadi. Kak Lio menjemputku dengan wajah kucel dan berantakan,  walaupun tetap kelihatan cute. Sejak kejadian kemarin, aku merasa ada yang berbeda ketika menatap Kak Lio sekarang, aku bingung. 

"Kak lio kok bisa bangun pagi?" tanyaku sambil memasang seat belt

"Gue nggak tidur" Hah? Aku menatap kaget, Dia bilang apa?

"Kakak nggak tidur?" tanyaku sekali lagi. Dia mengangguk lalu menjalankan mobilnya "Kenapa?" Aku merasa aneh, kenapa Kak Lio sampai tidak tidur?

"Kalo gue tidur, nanti nggak bisa bangun pagi buat nganterin lo, Hoahhhm" kak Lio menutup percakapan kami dengan kuapan lebar. Kemudian menyetel CD dengan volume gila-gilaan, mungkin untuk mengusir kantuknya. Aku masih ternganga tidak percaya.
Untung saja kami sampai di sekolahku dalam keadaan selamat. Tanpa insiden yang berarti seperti menerobos lampu merah atau menyerempet seseorang. Sepertinya Kak Lio masih dalam konsentrasi penuh.
Fuiiihhh
"Nanti lo gue jemput, Jam berapa lo pulang?" tanya Kak Lio saat kami sampai di depan gerbang
"Jam 2 hari ini, bukannya Kak Dimas bilang dia bakal jemput gue?" Tanyaku heran
"Rencananya di ubah, gue besok nggak bisa jemput lo" Katanya lalu menambahkan "Gue harus ngurus sesuatu, udah cepet turun nanti lo telat" Sekali lagi Kak Lio menguap dan mengacak rambutku.
Aku dengan kesal keluar dari mobil Kak Lio dan langsung merapikan rambutku yang berantakan. Kemudian melambai ke arah Kak Lio.
Aku menatap langit pagi ini, mendung. Mungkin nanti sore akan hujan. Saat aku berjalan menuju kelas, tiba-tiba seseorang menghentikan langkahku. Aku hanya menatapnya bingung.
"Ini buat lo" Katanya lalu pergi
"Hah??" Aku belum bisa mencernanya, "Heiiii," Orang itu tidak terlihat lagi dan aku tidak mengenalnya. Ahh terserahlah!
Aku melihat kertas, lebih tepatnya amplop coklat berukuran sedang di tanganku. Ini benar untukku? Aku membaliknya dan menemukan namaku di sana.Dari siapa? Dengan penasaran Aku membukanya sambil berjalan di koridor menuju kelasku. Ternyata isinya foto.
Aku langsung menghentikan langkah dan mencari pegangan. Aku berpegangan pada pilar terdekat, mencegah aku jatuh terduduk.
Apa ini??
Aku duduk di kelas dengan wajah gusar dan tidak sabar, aku memang agak terlalu pagi. Pukul 6 lebih sedikit aku sudah sampai sekolah, tapi seharusnya dia juga datang pagi. Akhirnya dia datang, aku langsung tersenyum senang.
"Bitaaa" Aku mejemputnya di pintu, dia tersenyum ramah.
"Hei, lo pagi banget" Dia mengernyit heran, tapi tetap tersenyum. Memang sepertinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi aku tersadar kalau dia ternyata juga gugup, sebentar-sebentar melirik ke belakang.
"Kenapa sih lo Bit?" Dia hanya menggeleng "Ehh, tadi gue dapet sesuatu yang lucu deh, tapi bisa nggak kita bicara di ujung koridor aja?" Bita menoleh padaku kemudian mengangguk mengerti.
Aku dan Bita sekarang berada di ujung koridor, dengan aku membawa amplop cokelat tadi pagi. Bita berdiri di depanku dengan wajah semakin gugup saat melihat amplop di tanganku. Aku semakin merasa tidak nyaman, aku ingin loncat saja ke bagian akhir, tapi itu tidak mungkin.
"Tau nggak Bit, tadi pagi gue dikasih sama cowok. Pinter banget deh mereka ngeditnya, gue aja sampe sempet ketipu. Tapi tenaang aja, gue percaya lo kok" Suaraku bergetar, tanda bahwa aku mulai gugup dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku mulai mengeluarkan foto-foto itu dengan tangan gemetar, akhirnya foto itu sekarang sudah terpisah dari amplopnya. Aku memandang foto itu sekali lagi dan kemudian mendengar Bita terkesiap. Ahh, aku tidak menginginkan ini, tidak. Foto di tanganku bergetar, disana ada beberapa gambar yang memperlihatkan Bita, ya Bita yang itu, Bita sahabatku. Sedang memeluk seseorang dari belakang di dekat gudang dan aku tidak perlu alat bantu untuk bisa menyadari kalau orang itu aku. Jadi Bita yang mengunciku? Tapi kenapa?
Aku menarik foto di bawahnya, Foto Bita dengan cowok-cowok yang kelihatan seperti preman, 5 orang. Hari itu masih pagi karena aku bisa melihat background siswa SMA sedang berjalan menuju gerbang. Kemudian aku melihat lagi foto selanjutnya,hatiku teremas, disitu tergambar Kak Lio sedang dikepung oleh preman-preman di foto sebelumnya. Di belakangnya, aku mengamati di belakangnya, ada Aku dan Bita. Bita menengok ke arah Kak Lio sedangkan aku menyeret Bita untuk segera pergi. Aku tidak sanggup melihat foto-foto selanjutnya. Aku sudah melihat foto itu tadi, Kak Lio yang dihajar oleh preman-preman itu. Ternyata Kak Lio berbohong? Kenapaa??
Bita hanya bisa terdiam di tempatnya dan memandangku merasa bersalah.
“Gue salah kan Bit? Ini bukan lo kan? Lo nggak mungkin ngelakuin ini sama gue kan?” Bita hanya terdiam melihatku, wajahnya sudah pucat. Dia menggeleng padaku. Aku mencengkeram kedua sisi lengannya “Gue bisa percaya lo kan Bit?” Bita hanya bisa menggeleng dan bulir air mata jatuh dari kedua matanya yang bulat jernih.
“Maafin gue” Hanya dua kata dan itu membuat ku lemas. Aku menagupkan tanganku di depan mulutku.
“Kenapaa?” Tanyaku padanya, dia hanya bisa menggeleng. Aku berlari kedalam kelas dan mengambil tasku, aku tidak mau sekolah lagi, paling tidak sekarang. Aku belum siap, ralat, aku tidak akan pernah siap.
Aku berlari menyeberangi lapangan, kudengar Bita meneriakkan namaku,. Aku tidak mengacuhkannya dan terus berlari, untung saja aku berangkat pagi, jadi sekarang belum bel. Aku berjalan tak tentu arah, kemudian tanpa kusadari aku berhenti di taman kota, tempatku makan gorengan dulu. Aku duduk di salah satu bangkunya dan mencoba berpikir jernih. Ini tidak mungkin terjadi-lagi. Sahabatku, kepercayaanku.
Kilasan-kilasan kejadian sebelumnya menyadarkanku, kejanggalan-kejanggalan itu perlahan-lahan terkuak. Kak Lio yang bekata kalau ada yang memberitahunya bahwa aku terkunci di gudang, mungkin itu Bita yang sudah merasa puas dengan siksaannya padaku hari itu. Dan kenapa Bita merasa harus mengajakku ke mall, dan yang terakhir, Kak Lio yang datang ke rumah dengan wajah lebam dan langsung memelukku. Jadi semua itu karena Bita? Jadi persahabatan kami ternyata tidak nyata? Dan wajah bersalahnya itu karena dia ingin aku mempercayainya? Sungguh diluar dugaanku.

Aku beranjak dari dudukku dan berjalan-jalan pelan. Aku tidak tahu berapa lama aku berjalan, tapi kurasa cukup lama karena sekarang sudah pukul 11 siang. Langit kelihatan semakin mendung tanda hujan sebentar lagi turun. Aku menghentikan taksi, aku lelah dan hanya ada satu tempat yang akan membuatku tetap waras, Rumah!!
Aku masih berusaha terus mencerna semua yang telah terjadi, tapi hasilnya sama. Itu Bita, dia Bita. Bita yang itu, Bitaku.
Aku sampai rumah tepat saat hujan mulai turun, sepertinya di rumah sedang tidak ada orang. Aku langsung naik dan mengunci pintu kamarku. Aku bergelung di kasur besarku dan mulai menangis, tangis yang kutahan sejak bertemu Bita tadi. Aku tidak tahu kapan itu berhenti dan mulai jatuh tertidur.

Drttt.. Drttt... Drttt...
HP ku bergetar di atas kasur, membangunkanku. Aku melihat nama yang tertera di layar dan langsung mengabaikannya. Aku masih belum siap berbagi apapun dan aku belum siap untuk beradu mulut dengan Kak Lio karena dia menutupi ini.menutupi bahwa sahabatkulah yang menususkku dari belakang. Aku melihat jam di HP ku, memang sudah pukul 2, waktunya Kak Lio menjemputku, tapi aku sedang tidak ingin peduli.


♫♫♫
Tokk.. Tokk
Suara ketukan membangunkanku, Aku membuka mata. Ini jam berapa? Aku melihat ke arah jendela, hujannya deras sekali. Aku melihat jam beker di dekat tempat tidurku, 04:15 PM
Aku tidur lama sekali

Tokk tokk
Ternyata itu bukan mimpi, aku dengan malas keluar dari selimut hangatku dan berjalan terhuyung menuju pintu. Membuka kuncinya. Aku seharusnya tidak kaget melihat siapa yang datang. Tapi ternyata aku terkejut juga, aku refleks menutup pintu, tapi ditahannya.
“Kakak mau apa?” Tanyaku parau melihat Kak Lio kehujanan. Antara kasihan atau tetap marah padanya
“Lo baik-baik aja?” Aku hanya mendengus, dia masih berani bertanya?
“Lo pikir gue baik-baik aja setelah tau lo nutupin ini semua? Lo tau nggak apa yang tadi gue temuin? Bita kak Bitaaa!!!! Bita yang itu, sahabat gue kenapa lo bohong, kenapaa.. kenapa” aku terus memukuli dadanya dan menanyakan kenapa sambil sesenggukan. Kemudian kurasakan dia menghela napas dan merengkuhku dalam pelukannya. Membuatku basah.
“Lo tau? Tadi gue nyariin lo dari pagi setelah Bita telpon gue kalo lo pulang. Lo tau gimana kalutnya gue? Gue yang nggak tidur semalaman bingung banget gimana cara nemuin lo dan lo malah enak-enakan tidur? Gue kehujanan cariin lo selama berjam-jam” Dia menghela napas “Gue tau lo kecewa sama Bita, tapi lo harus tau, Bita itu sahabat lo, lo tau artinya sahabat? Sahabat nggak akan pernah berkhianat” Kemudian dia melepaskan pelukannya “Kalo lo mau marah sama gue, boleh. Kalo lo mau marah sama Bita boleh, tapi itu Cuma buat hari ini. Besok lo harus maafin gue” Kak Lio mencium keningku lembut “Lo istirahat aja” Lalu berbalik
Aku kembali ke kamar, berbaring di tempat tidur. Aku memikirkan perkataan kak Lio tadi tentang Bita. Apa benar? Kalau Bita menganggapku sahabat, kenapa dia mengunciku? Aku tidak bisa berpikir jernih.

Tokk tokk..
“Sayaang” Terdengar suara ketukan pintu lagi, aku yang baru keluar dari kamar mandi langsung membuka pintu.

“Ibuu? Ada apa bu?” Tanyaku sambil mengeringkan rambutku sehabis keramas.

“Makan yuk. Ibu udah siapin makanan kesukaan kamu, capcay” Kata Ibu tersenyum

“Yeiiii” Aku langsung berlari turun, disana ada Kak Dimas dan Ayah yang sedang bertaruh siapa yang menang hari ini, Arsenal atau MU.

“Hai Yah, Kak Dimas” Sapaku lalu duduk di sebelah Kak Dimas. Kak Dimas menatapku sekilas, lalu melanjutkan berbincang dengan Ayah. Kami makan seperti biasa, bercanda seperti biasa, tapi Kak Dimas sepertinya kesal padaku. Kenapa? Bukankah seharusnya aku yang kesal? Bukankah Kak Dimas juga merahasiakan semua dariku?
Setelah makan, Ayah dan Ibu menonton TV sementara aku pamit dengan alasan membuat PR. Aku tidak sanggup berlama-lama tersenyum palsu. Aku ingin mengasihani diri sendiri.
Aku sedang melamun dengan serius ketika Kak Dimas masuk ke dalam Kamarku.
“Ada apa?” Tanyaku singkat

“Lo marah sama Lio?” Tanyanya langsung, aku mendongak

“Iya, sebenernya sama Kakak juga” Jawabku sambil terus menatap keluar jendela

Kudengar Kak Dimas menghela napas, hari ini banyak sekali yang menghela napas. “Gue sama Lio khawatir banget tadi denger lo kabur dari sekolah. Dia cariin lo dari pagi dan gue nggak bisa apa-apa karena gue lagi ujian” Jelasnya tanpa kutanya.
“Itu gara-fara kalian juga kan? kalian juga udah bohongin gue, gue minta kalian itu jujur sama gue itu aja. Gue tahu kalo Bita begini juga bukan dari kalian, tapi dari orang lain”

“Kami Cuma mau yang terbaik buat lo, dan ini belum selesai. Percaya sama gue deh. Bita itu baik” Aku terperangah. Baik? Apa aku tidak salah dengar? Apa Kak Dimas baru saja membela dia? Aku menggeleng kecewa

“Gue nggak mau denger. Gue nggak tau apa-apa dan sekarang gue nggak mau tau. Kalo emang dari awal kalian pingin banget gue nggak tau jadi buat yang selanjutnya gue juga nggak mau tau”

“Hasss, gue benci sifat keras kepala lo ini. Pokoknya satu ya, Bita itu anaknya baik, terus lo harus minta maaf sama Lio. Walaupun ini semua gara-gara dia. Tapi Lo nggak inget apa siapa yang selalu nolongin lo?? Lio kan? Dan dia nggak bilang sama lo juga mau nolongin lo”
Tapp, Tappp.. Terdengar langkah kaki menuju ke atas.
Ibu masuk ke kamarku, melihat wajahku dan wajah Kak Dimas yang keruh Ibu pasti tahu kalau aku dan Kak Dimas sedang bertengkar.
“Kalian kenapa?” Tanya Ibu lembut. Aku hanya menggeleng sambil tersenyum.
“Nggak apa-apa Bu, Kak Dimas lagi rese” Aku tidak mau Ibu khawatir
“Ohhh, Kalian bisa liatin Lio nggak? Soalnya kata Via, Lio nggak bisa dihubungi. Mbok Minah lagi pulang kampung” Aku mengernyit, memang kenapa kalau tidak bisa dihubungi? Kak Lio kan sudah besar.
“Memangnya Bunda Via kemana Bu?” Tanya Kak Dimas
“Via lagi ada seminar di luar kota sama Danung. Tadi katanya pas telpon Lio bilang nggak enak badan, Takutnya dia kenapa-kenapa. Kalian bisa tolong liatin?” Pinta Bunda.  Aku langsung sok sibuk dengan bukuku.
“Biar Dimas aja deh yang liatin” Kata Kak Dimas. Bunda tersenyum dan mengalihkan pandangannya padaku
“Kamu nggak ikut sayang? Kamu nggak khawatir sama malaikat pelindungmu yang satu itu?” Aku langsung mendongak cepat.
“Ehhh, Biar Kak Dimas dulu deh yang jenguk. Kalo Kak Lio nggak apa-apa kan nggak usah dijenguk juga” melihat Ibu yang mengernyit heran aku langsung menambahkan “Ehh, aku juga masih ada PR yang harus dikumpulin besok Bu”Aku berbohong, Ibu hanya mengangguk dan meninggalkan aku dan Kak Dimas.
“Lo beneran nggak mau ikut?” Tanya Kak Dimas. Aku menggeleng ragu-ragu, aku masih marah pada Kak Lio. Kak Dimas mengangguk kemudian pergi.
Aku berusaha berkonsentrasi apapun kecuali Kak Lio, tapi aku hanya bisa menyediakan setengah kapasitas otakku untuk ini. Sebagian lainnya pergi bersama Kak Dimas. Kulirik jam, sekarang sudah pukul 09:12 PM. Kenapa Kak Dimas belum kembali? Saat angka menunjukkan 09:15 kudengar langkah kaki Kak Dimas dari bawah. Aku langsung keluar kamar dan menunggu Kak Dimas mencapai tangga teratas.
“Gimana Kak?” Tanyaku langsung dan membuat Kak Dimas kaget lalu mengelus dada.
“Lo bikin kaget aja deh!! Dia demam, parah. Katanya kepalanya pusing banget. Iya sih, kehujanan berjam-jam” Aku jadi semakin khawatir
“Iyaa? Terus kenapa nggak dibawa kesini aja, kan disini ada Ayah sama Ibu. Pasti lebih gampang ngerawatnya” Kataku mengikuti Kak Dimas ke kamarnya.
“Dia udah tidur, jadi gue nggak mau berat-berat ngangkat dia.” Melihatku akan berbicara lagi Kak Dimas menambahkan “Kalo lo mau jengukin dia besok aja, tadi dia udah gue kasih obat. Lo tidur aja sekarang” Aku hanya mengangguk pasrah mendengarnya.
Sampai di kamar, aku tidak bisa tidur. Terus berganti-ganti posisi tidur, tapi aku tetap tidak bisa tidur. Aku masih menghawatirkan Kak Lio. Kenapa Bita sampai melakukan ini semua? Apa dia juga menyukai Kak Lio? Tapi kan dia bersahabat denganku sebelum bertemu kak Lio?
♫♫♫

Aku tidak bisa tidur sampai pukul 03:00 pagi. Aku sepertinya terkena karma, Kak Lio sakit gara-gara aku, mungkin sekarang aku akan sakit karena memikirkan Kak Lio. Aku tidak sadar jam berapa ini sampai Ibu mengetuk pintu kamarku.

“Sayaaang, kamu masih mau sekolah nggak?” Aku hanya menggumam sebagai jawaban. Ibu masuk kamarku dan membelai dan mencium rambutku. “Bangun dong sayang” Kata Ibu lagi. Aku akhirnya membuka mata dan langsung menutup mataku lagi. Silau.
“Ibuuu, Aku ngambil jatah bolosku yaa. Aku baru bisa tidur jam 3” Aku berbicara dengan mata terpejam. Aku memang mendapat jatah bolos dari Ibu satu bulan 3 kali.
“Kenapa nggak bisa tidur?” Tanyanya lembut
“Nggak tau, Aku masih ngantuk” Jawabku lagi. Ibuu lalu mengecup keningku singkat.
“Yaudah, Ibu izinkan ke wali kelas kamu. Kamu tidur aja,  Ibu kerja dulu ya sayang” Ibu pergi dan menutup pintu kamarku. Aku malas sekali sekolah, pati ada Bita. Bagaimana aku menghadapinya? Aku masih perlu berpikir lagi.
Aku turun 3 jam kemudian, kulihat jam dinding di ruang makan. 09:00 pagi. Aku duduk di meja makan, disana ada sandwich. Aku langsung mengambil dan memakannya, lapar sekali. Di rumah sudah tidak ada orang. Aku memandang melalui jendela ke rumah seberang. Masih sepi, sepertinya Bunda belum pulang. Aku khawatir pada Kak Lio dan sudah melupakan rasa marahku. Aku memang lemah terhadapnya. Aku pergi ke atas untuk mandi kemudian turun lagi dan langsung menyeberang. Aku tidak perlu mengetuk atau apapun karena memang tidak dikunci.
Aku berjalan menuju kamar Kak Lio, aku langsung mendesah melihat kamar Kak Lio yang berantakan dengan tissue bertebaran. Gelas-gelas kosong dan sarapan tadi pagi yang belum tersentuh.
“Kak” Aku berjalan mendekati ranjangnya dan duduk di pinggiran tempat tidur. Kak Lio meringkuk di sana, berselimut tebal. Badannya menggigil, aku meraba keningnya, demamnya tinggi sekali.
“Hmmmhh” Kak Lio menjawab dengan erangan.
“Makan yukk” Ajakku lalu mengambil bubur yang sudah dingin. Kak Dimas sepertinya tadi kesini, tapi dia bukan orang yang akan melayani orang lain, terutama Kak Lio. Kak Lio mulai membuka mata dan menatapku lama.
Aku mengulangi ajakanku lagi “Makan yuk kak” Kak Lio berusaha bangkit duduk, aku membantunya. Menyendokkan bubur. Sekarang keadaannya berubah, aku yang memanjakan Kak Lio. Kak Lio dengan diam makam dengan lambat. Sepertinya dia tidak berselera.
“Kak, maafin gue ya” Kataku akhirnya
“Maafin kenapa?” Tanyanya bingung, suaranya sengau.
“Ohhh? Itu, yang kemarin. Gue udah buat lo jadi begini, gue minta maaf. Gue,,, gue” Kenapa hari ini aku cengeng sekali. Kak Lio mendesah dan mengangkat daguku.
“Lo nggak salah, udah jangan nangis lagi. Gue bakal maafin lo kalo hari ini lo ngerawat gue dan nggak pulang sampai nanti malam” Aku kaget sekali, permintaan yang aneh dan tatapannya membuatku sulit bernapas.
“Kakak” aku menarik napas lagi kemudian memeluknya. Aku beruntung karena ada Kak Lio di sisiku.
Hari ini kami menghabiskan waktu bersama, makan, bermain game, menonton DVD, dan mengobrol. 
Kami menonton DVD korea karena aku sedang tergila-gila dengan drama korea. Sementara Kak Lio sedikit alergi dengan mereka.
"Ceweknya cantik" Komentarnya, aku mendiamkannya dan serius menonton.
"Wiihh, cowoknya lebih cantik tuh" Aku sedikit terusik, tapi hanya melemparkan tatapan tajam padanya.
"Ih apa tuh gayanya? Alay banget!" Aku memberinya tatapan lebih sengit
"Tuhhh, dia lebai banget aktingnya!" Aku sudah tidak tahan! Aku menatapnya kemudian menghadiahinya cubitan bertubi-tubi.
"Aduh aduhh" Katanya sambil menghalau cubitanku.
"Diem aja kenapa sih?" Kataku sambil terus mencubitinya
"Hei, lo berhenti nggak? Kalo nggak gue cium nih!" Eh? Aku terdiam dan langsung menjauh.
"Kakak kenapa sih? Ngancemnya cium terus" Aku merajuk
"Apa lo berharap beneran?" Kak Lio menatap jahil dan terus mendekatiku yang sudah meringkuk di ujung sofa lain.
"Kak Lio mau apa?" tanyaku lemah melihat Kak Lio semakin mendekat.
"Menurut lo gue mau apa?"
"Gu,, Gue nggak tau" Aku menggeleng
"Lo maunya gimana?" aku sudah tidak mengatakan apapun. Hanya bisa menggeleng sambil memejamkan mata. Kak Lio terlalu dekat.
Kurasakan Kak Lio terus mendekat dan aku semakin kuat memejamkan mataku.
Brak!!!
Kami berdua terlonjak kaget, dan menoleh ke arah pintu.
Vei??
"Vei?" Aku tidak sadar mengucapkan nama tamu yang baru datang itu
"Mana janji kamu?" Aku menatap bingung pada Vei
"Apa Vei? Janji?"
"Katanya kamu mau nge date hari ini sama sama! Kenapa di sini?" Kusadari tatapan Vei bukan untukku, tapi orang yang tepat ada di sampingku. Kak Lio?
"Gue sakit" Jawab Kak Lio defensif, tapi sepertinya Vei tidak mendengarkannya. Kak Lio berdiri dan menarik tanganku. Tindakan Fatal!
Vas bunga di meja sudah melayang menunju kami.
Prang!!
Kak Lio menarikku di waktu yang tepat. Kami selamat.
"Lo gila?" Kak Lio terdengar marah
"Aku emang gila! AKU GILA SAMA KAMU!" Vei berteriak  histeris "Aku sayang banget sama Kamu, Lio sayang. Aku mau dapetin kamu gimanapun caranya"  Sekarang dia menangis? Ada apa ini? Kenapa Vei sekalut itu?
"Vei?" Ucapku lirih dan itu malah membuat Vei sangat marah.
"Lo? Lo lagi? Kenapa harus lo? Kenapa Lio mesti milih lo? Gue udah memakai segala cara. Gue jadi sahabat palsu lo, gue bikin lo pindah, gue udah ancam Dimas, tapi apa? Bahkan gue udah ngancam adik tiri gue buat nyelakain lo, tapi dia malah berkhianat!!" Dia kembali histeris, aku takut. Kak Lio memegang tanganku di belakang punggungnya.
"Adik tiri? Siapa?" Aku tidak yakin dengan pikiranku sekarang. Mungkin aku salah.
"Lo nggak kenal? Atau lo emang udah nggak mau kenal? Sabrinata Dirga Prameswari. Atau mungkin lo lebih ngenalin dia sebagai Bita?" Ucapnya angkuh. Aku langsung lemas, aku akan menangis.
"Sshhh, lo jangan nangis atau bersuara apapun! Diem! Ini urusan gue" Kak Lio berbisik padaku. Aku mencoba menelan air mataku dan mengangguk
"Vei? Gue tadi sakit jadinya nggak bisa nge date sama lo, lo terima SMS gue kan?" Tanya Kak Lio lembut, mengalihkan pembicaraan.
"Kamu sakit? Sakit apa? Kenapa nggak bilang?" Wajah Vei langsung   berubah cerah lagi. Apa Vei tidak mendengar jawaban Kak Lio sebelumnya? Aku sekarang berpikir bahwa Vei sangat mirip dengan psikopat. Apa dia begitu mencintai Kak Lio sampai seperti ini?
"Iya, jadi gue butuh istirahat. Lo pulang aja ya, gue mau istirahat lagi" Vei terdiam dan itu adalah diam yang menakutkan. Aku semakin merapat di punggung Kak Lio, tapi aku berusaha tidak terlihat oleh Vei. Tapi memang nasib buruk, Vei melihatnya dan kembali melempari kami dengan barang disekitarnya.
Praang!!
Prang!!
Kak Lio terus berada di depanku sebagai tameng, akibatnya pipi Kak Lio tergores besi kalender yang ada di meja "Jangan sentuh punya gue! Lio punya Gue! Lo nggak berhak! Pergi lo pergii" Vei berusaha mendekat dan terus mendekat. Menatap tajam dan garang kepadaku, aku hanya bisa memegang tangan Kak Lio lebih erat. Vei yang berkonsentrasi padaku tidak sadar kalau Kak Lio mengambil BB nya dari meja dan memencet speed dial.
"Lo emang cewek sialaan! Balikin Lio gue! Dia tuh cinta mati sama gue, jangan coba ngerebut apa yang jadi milik gue!" Aku hanya bisa menggeleng dan mencoba untuk tidak menangis.
Brak!!
*Suara Brak kesekian hari ini
Kak Dimas datang sambil berlari ke arah kami. Dia langsung menahan tangan Vei yang kembali terayun, kali ini membawa buku telpon.
"Gosh, untung lo cepet" Kak Lio mendesah lega, sementara Kak Dimas sepertinya kesulitan dengan Vei yang meronta. Vei juga mulai menjerit-jerit.
"Arggghhhh" Dia masih terus berusaha melepaskan diri, tapi tentu saja Kak Dimas lebih kuat. Aku sudah lelah, aku bingung. Jadi Vei itu saudara tiri Bita? Dan Bita diancam untuk mencelakaiku? Aku tidak percaya semua ini, aku tidak bisa percaya. Jadi ini semua gara-gara Kak Lio, lagi?
"Heii, Hei udah. Jangan nangis lagi" Kak Lio memelukku.
"Gue nggak nangis" Aku memang tidak menangis. Kak Lio mengernyit sambil mengurai pelukannya. Tangannya terulur padaku, menyentuh pipiku. Dia menunjukkan air mata di jarinya. Air mataku. Melihat itu aku menangis semakin kencang.
"Shhh shhhh" Kak lio kembali memelukku untuk menenangkanku
"Woii! Bisa kalian pelukannya besok aja?" aku kembali sadar situasi kami. Aku langsung menjauhkan tubuhnya. Kak Lio hanya nyengir.
"Kamu sama Dimas pulang ya? Biar dia aku yang urus" Aku mengangguk mengerti" Kak Lio dengan sigap mengambil alih Vei dari Kak Dimas, sementara Kak Dimas menggandengku keluar.
Aku sudah tidak bisa mendengar apa-apa yang terjadi di dalam. Aku sudah di luar, masih terguncang dengan peristiwa tadi. Vei, Bita, Kak Lio, Kak Dimas. Musuh, sahabat, saudara. Semuanya kabur.
"Kak?"
"Shhh, semua baik-baik aja" Aku mencoba menggapai kesadaranku lagi, tapi semuanya tiba-tiba gelap

5 comments:

Unknown said...

kak lio kasian bgt sihh, :(

di tunggu lnjutannya kak

Unknown said...

Iyaaaaa....
:)
Sipppp...
Tapi nanti-nanti yaaa...
:)

Unknown said...

okeeee,

semoga 'sang ide' selalu menyertaimu kak, hehhehee

Unknown said...

Aminn Ya ALLAH,,
wkwkwkwk..
Makasih yaa
:))))

Unknown said...

sama-sama :D