“Selamat pagi, selamat datang di SMA Mahabakti, semoga kalian bisa belajar dengan gembira, bahagia... bla bla bla” Sorry sorry, kesalahan bukan di mata kalian, tapi di pikiranku. Aku agak – agak kurang mengerti, sebenarnya apa yang Pak Seno, Kepala Sekolah SMA tercintaku ini lakukan. Penyambutan murid baru? Bukannya kemarin sudah saat kami semua melakukan ‘penyiksaan’ kepada murid baru? Monday is Moanday
Aku mengedarkan pandangan ke deretan murid kelas satu yang masih culun dan semangat mengikuti upacara, maklum murid baru, jadi masih agak norak dengan upacara bendera hari senin di SMA. Tidak menarik,, tidak menarik,,, tidak me,,, aku berhenti menilai anak baru, semua cewek pastinya, karena ada pemandangan menyejukkan bagai oase yang mengubah gurun sahara sedingin kutub utara, dan STOP!!
Maaf sekali lagi, aku agak sedikit mudah terpecah fokus, kita kembali ke persoalan utama, cewek!! Dan cakep!!! Kenapa kemarin saat MOS aku tidak melihatnya? Mana mungkin bidadari terlewat dari mataku? Bukankah seharusnya dia bersinar – sinar terang bagai cahaya berlian? Ah HENTIKAN!!!
Cewek ini cakep, jelas! Manis? Banget! Dan sepertinya cewek ini punya sesuatu yang cewek lain tidak punya, dia punya kutub negatif, sehingga aku yang punya kutub positif bisa tertarik padanya. Aku terus memperhatikannya dari tempatku berdiri, sebagai anak kelas tiga dan memiliki kekuasaan penuh, aku dan seluruh angkatanku berdiri berhadapan dengan angkatan baru, sehingga sangat mudah memperhatikannya yang mulai bergerak gelisah karena kepanasan.
Oh Man!!! Buat cowok – cowok di luar sana, khususnya buat cowok – cowok di sekolahku, jangan sampai ada yang naksir dia, dia jatahku! Hak milik! Dan mutlak! Cewek yang aku belum mengenal namanya ini, semakin kuperhatikan semakin berdiri gelisah seperti cacing kepanasan di deretan paling depan barisannya. Aku memperhatikan mungkin dia akan pingsan, aku langsung bergerak cepat. Aku yang juga berdiri di deretan paling depan, mundur dan menghampiri temanku yang berdiri di belakang barisan sebagai PMR.
“Pinjem slayer PMR bentar Dik!” Kataku mengagetkan Dika, salah seorang teman sekelasku dari kelas satu.
“Buat apa?” Tanyanya bingung, aku memang sering bertingkah aneh, tapi pasti menurutnya permintaanku ini sangat aneh.
“Demi kemaslahatan umat” Jawabku kesal, aku langsung mencopot sendiri slayer PMR miliknya dan memakaikannya menggantung di leherku “Ganteng kan?” Aku nyengir pada Dika.
“Heh! Buat apa? Jangan aneh – aneh ah!” Protes Dika, dia tentu kesal, karena tanpa slayernya, dia harus berdiri di barisan, padahal kalau dia memakai slayernya, dia bisa berdiri di bawah pohon rindang sambil mengobrol dengan teman seorganisasinya.
“Sorry mas bro, pinjem sebentar, nanti kalo berhasil, kamu dapet bonus deh” Aku mengedipkan mata genit padanya lalu berlari melewati belakang barisan sampai ke belakang barisan kelas cewek yang bagaikan oase tadi. Fiuuhh!! Sampai juga, dan pastinya tepat waktu, aku Erlangga Dirgahari siap beraksi!
Aku melirik jam tanganku, 5... 4... 3... 2... 1
Bruk!!!!
“Aaaaaaa, Fika pingsan,, Fika pingsan!!!” Seorang teman perempuannnya langsung heboh sampai menghentikan pidato selamat datang Pak Seno. Yeaah, Bapak Kepala Sekolah tercintaku ini belum juga selesai mengucapkan selamat datang pada siswa baru, pantas sana cewek incaranku pingsan!
Aku berlari dengan wajar dari belakang, dan dengan beruntungnya bersama dua teman yang lain berhasil menolongnya sampai ke UKS. Satu UKS sibuk dan heboh karena ini adalah kejadian ini kejadian pingsan pertama semester ini. Menurutku sendiri sih biasa saja, tapi mungkin yang heboh ini adalah cewek – cewek labil yang sok gaul dan peduli, makannya berpikiran lain. Please ya adek, adek pingsan karena kepanasan itu kan hal yang wajar!
“Kalian semua yang tidak berkepentingan silahkan keluar, kembali ke lapangan upacara, ayo!” Mereka semua menggerutu, tapi tetap keluar, karena sebenarnya saat Fika, aku akhirnya tahu namanya, pingsan mereka ingin ikut melihat sekaligus berteduh dari teriknya matahari pukul 07. 30. Aku melihat ke lapangan upacara melalui jendela UKS, ahh gila! Pak Seno masih betah saja berpidato. Sekarang yang berada di ruang UKS ada Aku, seorang yang sakit juga, dan Bu Dian, Ibu perawat di UKS.
“Kamu nggak kembali juga mas PMR gadungan?” Tanya Bu Dian tiba – tiba saat selesai memeriksa Fika. Aku hanya meringis, Bu Dian adalah orang yang sering melihatku di UKS, bukan karena aku sakit, tapi karena ngantuk semalaman begadang bermain game. Bu Dian sudah seperti orangtuaku di sekolah, jadi dia kadang juga menjadi tempat curhatku. Dan ternyata, dia juga teman arisan Mamaku, dunia sungguh sempit.
“Saya kan PMR resmi bu, lihat, slayer ini adalah buktinya. Kalau saya bukan PMR resmi mana bisa saya memakainya?” Tanyaku sok serius, Bu Dian sendiri mulai melepaskan sepatu Fika. “Mau saya bantuin bu?” Tanyaku sesopan mungkin.
Bu Dian hanya mengangkat satu alisnya lalu bertanya, “Sejak kapan kamu jadi anggota PMR resmi?”
“Sejak hari ini” Jawabku santai, Bu Dian ingin mengambil minyak angin dari lemari obat, tapi aku dengan cepat mengambilkannya dan menyerahkan pada Bu Dian.
“Kamu naksir sama cewek ini? Nanti saya beritahu sama Mamamu lho”
“Eh jangan buu!! Jangan! Nanti saya bisa di sate Mama, please! Iya saya ngaku saya naksir cewek ini, tapi please jangan kasih tahu Mama!” Bisa kita skip pembicaraan ini? Aku sendiri tidak tega dengan pembicaraan ini, cowok macam apa aku ini yang tidak bisa menunjukkan kegantengan dan kebijaksanaannya?
Intinya pembicaraanku dengan Bu Dian adalah, aku ‘bernegosiasi’ membicarakan masalah Fika sampai pada akhirnya aku diizinkan menunggu dengan tenang di samping meja Bu Dian sementara Bu Dian merawat Fika dan seorang lagi yang sakit. UKS kami memang campuran, jadi perempuan ataupun laki – laki beristirahat di ruang yang sama.
Aku menunggu dengan sabar, sepuluh menit, dua puluh menit, sampai bel masuk sekolah berdering. Berarti pidato Pak Seno berakhir lebih cepat 10 menit, karena sekarang pukul 08.00 pagi. Sementara pada hari bersejarah seperti upacara penyambutan seperti ini, normalnya Pak Seno akan berakhir pukul 08.00 pagi, selanjutnya dilanjutkan dengan pembacaan doa 10 menit dan kemudian bubar. Ternyata pesona Fika tidak hanya melandaku, tapi juga melanda Pak Seno. Aku harus berhati – hati!
“Kamu nggak masuk Lang?” Tanya Bu Dian mengingatkan
“Aduh! Buu... Saya tiba – tiba sakit, saya pusing”
“Pusing apa sakit perut? Kok yang dipegang perut?” Aku langsung salah tingkah
“Yang pusing itu perut saya bu,,,”
“Kamu itu ada – ada saja, cepat kamu ke kelas!” Aku berjalan ke keluar UKS, tapi bukan ke kelas, melainkan masuk lagi ke UKS lewat pintu samping. Sehingga aku tidak melewati Bu Dian yang menjaga dari pintu depan, dan dengan seperti ini, aku bisa menjaga Fika saat sakit.
Tenang saja Fika, walaupun kita belum kenal, aku akan selalu menjagamu. Pasti! Dengan sabar aku menunggui Fika yang belum juga bangun. Yaaa,,, aku membolos pelajaran matematika, tapi tidak apa – apa, ini semua demi Fika. Beberapa menit kemudian Fika terbangun dari tidurnya.
Whoaaa,, cantik sekali, walaupun dia baru bangun dengan muka pucat, tetap saja cantik!
“Hai, aku Erlangga Dirgahari, senang ketemu kamu” Aku langsung menyodorkan tanganku padanya, dia hanya memandangnya bingung, lalu menjabat tanganku.
“Kamu siapa?” Tanyanya dengan suara serak, duh kasihan sekali, dia kelihatannya masih lemas.
“Erlangga Dirgahari, kelas IPA 3, anak kedua dari dua bersaudara, senang membaca, main game online, senang membantu orangtua, rajin beribadah, dan ganteng tentu saja” Aku menjelaskan profilku yang penuh catatan baik padanya, dia hanya tersenyu, lemah, seperempat detik kira – kira dan sepanjang 2 mikrometer. Ah! Fokus!
“Afika” Jawabnya singkat
“Afikaaa” Aku memanggil namanya sesuai dengan iklan di TV yang diperankan oleh artis cilik yang namanya mirip dengan Afika. Tapi Afika yang satu ini bukannya menjawab ‘iya’ tapi hanya memandangku dengan tatapan aneh. Oke sepertinya strategiku menyamakannya dengan artis cilik gagal. “EH? Heheheh,, Tadi kamu pingsan, terus aku anak PMR jadinya aku yang bawa kamu ke sini dan menjaga kamu”
Lagi – lagi Afika tersenyum tipis, “Makasih Kak, maaf ngerepotin” Aku ikut – ikutan tersenyum,
“Langga!” Suara Bu Dian menggelegar di belakangku, sampai – sampai siswa yang sedang tidur juga di perpustakaan terbangun. Bu Dian menggumamkan maaf padanya dan menyuruhnya beristirahat lagi. “Kamu itu ya!! Cepat keluar! Saya akan laporkan kamu ke Pak Burhan, biar dia tahu kelakuan anak walinya!” Saat Bu Dian keluar aku cepat – cepat beraksi, Pak Burhan bisa diatur!
“Eh Fika, bisa minta nomor HP nggak? Buat kepentingan PMR” Aku beralasan, memang kalau di saat kepepet seperti ini memang otak encer milikku ini sangat berguna. Fika kemudian menuliskan nomor HP- nya di tissue dengan menggunakan spidol yang kutemukan di meja Bu Dian. Tepat setelah digit terakhir nomor ponselnya selesai ditulis, suara menggelegar Pak Burhan memenuhi UKS, dan sekali lagi siswa yang tadi sudah tenang setelah bentakan Bu Dian terbangun. Kasihan!
“Langga! Erlangga!” Aku langsung bergegas bangkit, dan malah bingung sendiri, bukan malah langsung pergi.
“Fika! Nanti aku SMS ya! Daa,, cepet sembuh!!!” Aku langsung kabur melalui pintu samping, selamat – selamat, paling tidak sampai setelah jam istirahat.
Teet,, Teeet!!!
Bel dua kali, tandanya istirahat! Aku menurunkan tanganku dari posisi hormat, rasanya pegal sekali. Ughh! Pak Burhan tidak berperikesiswaan dan berperikegantengan, kenapa masih juga di zaman sekarang menggunakan hukuman menghormati bendera sampai istirahat?
Aku menemukan tissue dari saku depanku, mengelap keringatku dalam sekali usap. Tunggu! Sejak kapan aku mempunyai barang perempuan seperti tissue? Dan sejak kapan barang seperti ini ada di sakuku. Aku mengingat – ingat, bangun tidur, mandi, gosok gigi, membantu Ibu, membersihkan tempat tidurku, Arghhhh!
Kenapa di saat seperti ini aku masih juga tidak bisa fokus sih? Oke tadi berangkat, upacara, cewek cakep, Afika, Tissue, spidol, NOMOR HAPE!
Aku membalik tissue di tanganku, Oh Man!! 08125678754? Angkanya yang satu terhapus? Ini angka berapa? Ini angka berapa?
Aku yang sedang frustrasi parah tidak bisa melakukan apa – apa, aku seperti membatu. Apa yang terjadi padaku? Apa ini semua? Ini kutukan?
Kemana angkanya? Aku berlari ke toilet laki – laki dan berkaca, mungkin saja ada cap angka di mukaku, ini kan spidol. Kuperiksa – periksa, tapi nihil. Satu angka paling belakang nomor Fika hilang!
Aku berjalan gontai menuju kelas, arghh,, kenapa bodoh sih??
Sesampainya aku di rumah, hal yang sama terjadi, aku masih juga lesu, lelah, letih. Yang kulakukan hanya menonton TV sambil memandang nanar pada tissue keramat itu.
Fika! Apa kita memang tidak ditakdirkan bersama? Bahkan hanya untuk PDKT?
Aku hanya mengganti – ganti saluran televisi, sampai akhirnya ada iklan pencerahan. Iklan provider! Seorang pria kehilangan nomor pak Haji? Kemudian dia mengirim SMS ke semua nomor yang mungkin? Astagaa!! Langga, Allah memang maha mengetahui apa yang dibutuhkan umatnya, kalau mas – mas di iklan butuh banyak, sebenarnya aku hanya butuh 10 kali SMS, hahahaa! Iriit!
08125678754 – 0
Aku mengedarkan pandangan ke deretan murid kelas satu yang masih culun dan semangat mengikuti upacara, maklum murid baru, jadi masih agak norak dengan upacara bendera hari senin di SMA. Tidak menarik,, tidak menarik,,, tidak me,,, aku berhenti menilai anak baru, semua cewek pastinya, karena ada pemandangan menyejukkan bagai oase yang mengubah gurun sahara sedingin kutub utara, dan STOP!!
Maaf sekali lagi, aku agak sedikit mudah terpecah fokus, kita kembali ke persoalan utama, cewek!! Dan cakep!!! Kenapa kemarin saat MOS aku tidak melihatnya? Mana mungkin bidadari terlewat dari mataku? Bukankah seharusnya dia bersinar – sinar terang bagai cahaya berlian? Ah HENTIKAN!!!
Cewek ini cakep, jelas! Manis? Banget! Dan sepertinya cewek ini punya sesuatu yang cewek lain tidak punya, dia punya kutub negatif, sehingga aku yang punya kutub positif bisa tertarik padanya. Aku terus memperhatikannya dari tempatku berdiri, sebagai anak kelas tiga dan memiliki kekuasaan penuh, aku dan seluruh angkatanku berdiri berhadapan dengan angkatan baru, sehingga sangat mudah memperhatikannya yang mulai bergerak gelisah karena kepanasan.
Oh Man!!! Buat cowok – cowok di luar sana, khususnya buat cowok – cowok di sekolahku, jangan sampai ada yang naksir dia, dia jatahku! Hak milik! Dan mutlak! Cewek yang aku belum mengenal namanya ini, semakin kuperhatikan semakin berdiri gelisah seperti cacing kepanasan di deretan paling depan barisannya. Aku memperhatikan mungkin dia akan pingsan, aku langsung bergerak cepat. Aku yang juga berdiri di deretan paling depan, mundur dan menghampiri temanku yang berdiri di belakang barisan sebagai PMR.
“Pinjem slayer PMR bentar Dik!” Kataku mengagetkan Dika, salah seorang teman sekelasku dari kelas satu.
“Buat apa?” Tanyanya bingung, aku memang sering bertingkah aneh, tapi pasti menurutnya permintaanku ini sangat aneh.
“Demi kemaslahatan umat” Jawabku kesal, aku langsung mencopot sendiri slayer PMR miliknya dan memakaikannya menggantung di leherku “Ganteng kan?” Aku nyengir pada Dika.
“Heh! Buat apa? Jangan aneh – aneh ah!” Protes Dika, dia tentu kesal, karena tanpa slayernya, dia harus berdiri di barisan, padahal kalau dia memakai slayernya, dia bisa berdiri di bawah pohon rindang sambil mengobrol dengan teman seorganisasinya.
“Sorry mas bro, pinjem sebentar, nanti kalo berhasil, kamu dapet bonus deh” Aku mengedipkan mata genit padanya lalu berlari melewati belakang barisan sampai ke belakang barisan kelas cewek yang bagaikan oase tadi. Fiuuhh!! Sampai juga, dan pastinya tepat waktu, aku Erlangga Dirgahari siap beraksi!
Aku melirik jam tanganku, 5... 4... 3... 2... 1
Bruk!!!!
“Aaaaaaa, Fika pingsan,, Fika pingsan!!!” Seorang teman perempuannnya langsung heboh sampai menghentikan pidato selamat datang Pak Seno. Yeaah, Bapak Kepala Sekolah tercintaku ini belum juga selesai mengucapkan selamat datang pada siswa baru, pantas sana cewek incaranku pingsan!
Aku berlari dengan wajar dari belakang, dan dengan beruntungnya bersama dua teman yang lain berhasil menolongnya sampai ke UKS. Satu UKS sibuk dan heboh karena ini adalah kejadian ini kejadian pingsan pertama semester ini. Menurutku sendiri sih biasa saja, tapi mungkin yang heboh ini adalah cewek – cewek labil yang sok gaul dan peduli, makannya berpikiran lain. Please ya adek, adek pingsan karena kepanasan itu kan hal yang wajar!
“Kalian semua yang tidak berkepentingan silahkan keluar, kembali ke lapangan upacara, ayo!” Mereka semua menggerutu, tapi tetap keluar, karena sebenarnya saat Fika, aku akhirnya tahu namanya, pingsan mereka ingin ikut melihat sekaligus berteduh dari teriknya matahari pukul 07. 30. Aku melihat ke lapangan upacara melalui jendela UKS, ahh gila! Pak Seno masih betah saja berpidato. Sekarang yang berada di ruang UKS ada Aku, seorang yang sakit juga, dan Bu Dian, Ibu perawat di UKS.
“Kamu nggak kembali juga mas PMR gadungan?” Tanya Bu Dian tiba – tiba saat selesai memeriksa Fika. Aku hanya meringis, Bu Dian adalah orang yang sering melihatku di UKS, bukan karena aku sakit, tapi karena ngantuk semalaman begadang bermain game. Bu Dian sudah seperti orangtuaku di sekolah, jadi dia kadang juga menjadi tempat curhatku. Dan ternyata, dia juga teman arisan Mamaku, dunia sungguh sempit.
“Saya kan PMR resmi bu, lihat, slayer ini adalah buktinya. Kalau saya bukan PMR resmi mana bisa saya memakainya?” Tanyaku sok serius, Bu Dian sendiri mulai melepaskan sepatu Fika. “Mau saya bantuin bu?” Tanyaku sesopan mungkin.
Bu Dian hanya mengangkat satu alisnya lalu bertanya, “Sejak kapan kamu jadi anggota PMR resmi?”
“Sejak hari ini” Jawabku santai, Bu Dian ingin mengambil minyak angin dari lemari obat, tapi aku dengan cepat mengambilkannya dan menyerahkan pada Bu Dian.
“Kamu naksir sama cewek ini? Nanti saya beritahu sama Mamamu lho”
“Eh jangan buu!! Jangan! Nanti saya bisa di sate Mama, please! Iya saya ngaku saya naksir cewek ini, tapi please jangan kasih tahu Mama!” Bisa kita skip pembicaraan ini? Aku sendiri tidak tega dengan pembicaraan ini, cowok macam apa aku ini yang tidak bisa menunjukkan kegantengan dan kebijaksanaannya?
Intinya pembicaraanku dengan Bu Dian adalah, aku ‘bernegosiasi’ membicarakan masalah Fika sampai pada akhirnya aku diizinkan menunggu dengan tenang di samping meja Bu Dian sementara Bu Dian merawat Fika dan seorang lagi yang sakit. UKS kami memang campuran, jadi perempuan ataupun laki – laki beristirahat di ruang yang sama.
Aku menunggu dengan sabar, sepuluh menit, dua puluh menit, sampai bel masuk sekolah berdering. Berarti pidato Pak Seno berakhir lebih cepat 10 menit, karena sekarang pukul 08.00 pagi. Sementara pada hari bersejarah seperti upacara penyambutan seperti ini, normalnya Pak Seno akan berakhir pukul 08.00 pagi, selanjutnya dilanjutkan dengan pembacaan doa 10 menit dan kemudian bubar. Ternyata pesona Fika tidak hanya melandaku, tapi juga melanda Pak Seno. Aku harus berhati – hati!
“Kamu nggak masuk Lang?” Tanya Bu Dian mengingatkan
“Aduh! Buu... Saya tiba – tiba sakit, saya pusing”
“Pusing apa sakit perut? Kok yang dipegang perut?” Aku langsung salah tingkah
“Yang pusing itu perut saya bu,,,”
“Kamu itu ada – ada saja, cepat kamu ke kelas!” Aku berjalan ke keluar UKS, tapi bukan ke kelas, melainkan masuk lagi ke UKS lewat pintu samping. Sehingga aku tidak melewati Bu Dian yang menjaga dari pintu depan, dan dengan seperti ini, aku bisa menjaga Fika saat sakit.
Tenang saja Fika, walaupun kita belum kenal, aku akan selalu menjagamu. Pasti! Dengan sabar aku menunggui Fika yang belum juga bangun. Yaaa,,, aku membolos pelajaran matematika, tapi tidak apa – apa, ini semua demi Fika. Beberapa menit kemudian Fika terbangun dari tidurnya.
Whoaaa,, cantik sekali, walaupun dia baru bangun dengan muka pucat, tetap saja cantik!
“Hai, aku Erlangga Dirgahari, senang ketemu kamu” Aku langsung menyodorkan tanganku padanya, dia hanya memandangnya bingung, lalu menjabat tanganku.
“Kamu siapa?” Tanyanya dengan suara serak, duh kasihan sekali, dia kelihatannya masih lemas.
“Erlangga Dirgahari, kelas IPA 3, anak kedua dari dua bersaudara, senang membaca, main game online, senang membantu orangtua, rajin beribadah, dan ganteng tentu saja” Aku menjelaskan profilku yang penuh catatan baik padanya, dia hanya tersenyu, lemah, seperempat detik kira – kira dan sepanjang 2 mikrometer. Ah! Fokus!
“Afika” Jawabnya singkat
“Afikaaa” Aku memanggil namanya sesuai dengan iklan di TV yang diperankan oleh artis cilik yang namanya mirip dengan Afika. Tapi Afika yang satu ini bukannya menjawab ‘iya’ tapi hanya memandangku dengan tatapan aneh. Oke sepertinya strategiku menyamakannya dengan artis cilik gagal. “EH? Heheheh,, Tadi kamu pingsan, terus aku anak PMR jadinya aku yang bawa kamu ke sini dan menjaga kamu”
Lagi – lagi Afika tersenyum tipis, “Makasih Kak, maaf ngerepotin” Aku ikut – ikutan tersenyum,
“Langga!” Suara Bu Dian menggelegar di belakangku, sampai – sampai siswa yang sedang tidur juga di perpustakaan terbangun. Bu Dian menggumamkan maaf padanya dan menyuruhnya beristirahat lagi. “Kamu itu ya!! Cepat keluar! Saya akan laporkan kamu ke Pak Burhan, biar dia tahu kelakuan anak walinya!” Saat Bu Dian keluar aku cepat – cepat beraksi, Pak Burhan bisa diatur!
“Eh Fika, bisa minta nomor HP nggak? Buat kepentingan PMR” Aku beralasan, memang kalau di saat kepepet seperti ini memang otak encer milikku ini sangat berguna. Fika kemudian menuliskan nomor HP- nya di tissue dengan menggunakan spidol yang kutemukan di meja Bu Dian. Tepat setelah digit terakhir nomor ponselnya selesai ditulis, suara menggelegar Pak Burhan memenuhi UKS, dan sekali lagi siswa yang tadi sudah tenang setelah bentakan Bu Dian terbangun. Kasihan!
“Langga! Erlangga!” Aku langsung bergegas bangkit, dan malah bingung sendiri, bukan malah langsung pergi.
“Fika! Nanti aku SMS ya! Daa,, cepet sembuh!!!” Aku langsung kabur melalui pintu samping, selamat – selamat, paling tidak sampai setelah jam istirahat.
Teet,, Teeet!!!
Bel dua kali, tandanya istirahat! Aku menurunkan tanganku dari posisi hormat, rasanya pegal sekali. Ughh! Pak Burhan tidak berperikesiswaan dan berperikegantengan, kenapa masih juga di zaman sekarang menggunakan hukuman menghormati bendera sampai istirahat?
Aku menemukan tissue dari saku depanku, mengelap keringatku dalam sekali usap. Tunggu! Sejak kapan aku mempunyai barang perempuan seperti tissue? Dan sejak kapan barang seperti ini ada di sakuku. Aku mengingat – ingat, bangun tidur, mandi, gosok gigi, membantu Ibu, membersihkan tempat tidurku, Arghhhh!
Kenapa di saat seperti ini aku masih juga tidak bisa fokus sih? Oke tadi berangkat, upacara, cewek cakep, Afika, Tissue, spidol, NOMOR HAPE!
Aku membalik tissue di tanganku, Oh Man!! 08125678754? Angkanya yang satu terhapus? Ini angka berapa? Ini angka berapa?
Aku yang sedang frustrasi parah tidak bisa melakukan apa – apa, aku seperti membatu. Apa yang terjadi padaku? Apa ini semua? Ini kutukan?
Kemana angkanya? Aku berlari ke toilet laki – laki dan berkaca, mungkin saja ada cap angka di mukaku, ini kan spidol. Kuperiksa – periksa, tapi nihil. Satu angka paling belakang nomor Fika hilang!
Aku berjalan gontai menuju kelas, arghh,, kenapa bodoh sih??
Sesampainya aku di rumah, hal yang sama terjadi, aku masih juga lesu, lelah, letih. Yang kulakukan hanya menonton TV sambil memandang nanar pada tissue keramat itu.
Fika! Apa kita memang tidak ditakdirkan bersama? Bahkan hanya untuk PDKT?
Aku hanya mengganti – ganti saluran televisi, sampai akhirnya ada iklan pencerahan. Iklan provider! Seorang pria kehilangan nomor pak Haji? Kemudian dia mengirim SMS ke semua nomor yang mungkin? Astagaa!! Langga, Allah memang maha mengetahui apa yang dibutuhkan umatnya, kalau mas – mas di iklan butuh banyak, sebenarnya aku hanya butuh 10 kali SMS, hahahaa! Iriit!
08125678754 – 0
08125678754 – 1
08125678754 – 2
08125678754 – 3
08125678754 – 4
08125678754 – 5
08125678754 – 6
08125678754 – 7
08125678754 – 8
08125678754 – 9
Ini adalah semua kemungkinan – kemungkinan nomornya Fika, nah sekarang coba satu – satu, biar lebih ngirit! Lagian, malu juga, karena salah SMS beberapa kali. Aku mulai mengetikkan SMS.
Afika? Ini Langga, pahlawanmu tdi pgi
Ah lebay! Aku kemudian menghapusnya
Afika ya? Hai mlem, ini Erlangga, yg tdi pgi, PMR PMR, msak nggak inget sih?
Ah! Kok nakutin sih? Aku kemudian juga menghapusnya
Hai Dek Fika, Aku Erlangga, salam kenal :)
YES! Begini lebih baik
To: 081256787540
Terkirim!
Aku bersemangat, tapi sampai angka ke tujuh, aku juga belum menemukan Afika, Fika, Afik, atau siapapun yang memang Afika. Dua cowok, Dua ibu – ibu arisan, dan tiga anak SMP.
“Mungkin yang ini, Bismillah”
Ya, benar. Langga siapa ya?
Wahh,, ini beneran Fika? Balasku
Iya ini Fika, Langga siapa?
Oh? Dia tidak ingat padaku? Oh tidak apa – apa, aku kemudian mengenalkan diriku lagi cukup nama dan tempat tinggal. Ini awal yang baik!
Empat hari aku ber – SMS dengan Fika, ternyata dia cukup menyenangkan, walaupun ternyata selera musiknya agak jadul, dia menyukai Nia Daniati dan Nikki Astria. Ternyata juga, dia ikut ekstrakurikuler yang sama denganku. Pecinta alam! WOW! Kami memang berjodoh!
“Eh Lang, jangan diliatin terus! Dia itu yang kamu incer waktu upacara penyambutan” Aldi mengganggu acaraku memperhatikan Fika, saat ini sedang ada rapat diklat Mapala untuk angkatan baru. Aku hanya mengannguk, tanpa menoleh, “Cakep juga, dia juga salting tuh kamu lihat terus” Aku sekarang tersenyum lebar, karena Fika memang sedang salah tingkah.
Gayung bersambut saudara – saudara!
“Kamu udah minta nomor HP – nya belum? Aku punya nih” Aldi belum puas menggangguku.
“Eitss, sorry, aku punya duluan”
“Wahh,, hebat hebat!” Puji Aldi tulus, tentang kegesitanku.
Sekarang, hari demi hari kulwati dengan SMS Fika, bangun tidur SMS Fika, mau sekolah SMS Fika, mau pergi makan siang SMS Fika. Ah, hidupku penuh dengan Fika. Sebenarnya kami tidak membicarakan hal – hal remeh, ternyata SMS dengan Fika membuatku berwawasan luas, kami sering berdiskusi. Tapi di luar itu, Fika dingin dan sok jual mahal. Di sekolah saja salah tingkah, tapi kenapa di SMS malah galak ya? Rayu dikit ah,, Aku menigriminya SMS
Afika| Iya| Kamu tahu nggak bedanya gurun sama kamu?| Nggak tau, emang apa?| Gurun itu panasnya bikin mau mati, tapi kamu bikin meleleh
Tidak dibalas? Rayuan mautku tidak dibalas? Oh Man!!! Aku menunggu SMS dari Fika sampai frustrasi, sampai akhirnya suatu pagi di hari minggu, aku mendapat SMS darinya.
Udah satu minggu nih kita SMS-an, tapi kapan ketemuannya?
Aku mengerutkan kening, perasaan kemarin saat rapat Mapala, ada Fika, dia juga tersenyum padaku, lagipula kami kan memang lumayan sering bertemu akhir – akhir ini. Ah tapi mungkin maksudnya ini karena aku tidak bertemu dengannya secara kusus, dia mau bertemu denganku? Oke, siapa takut?
Besok di taman deket SMA Mahabakti ya!
Sent!
Ok!
Yes!!!!! Fika, tunggu akuuuu!!
Aku berangkat sekolah dengan hati ringan, di dalam kelas belajar dengan serius, sampai saat pulang aku masih saja tersenyum. Sebelum aku pergi ke taman tempat kami janjian, aku pergi ke toilet dulu. Hal yang membuatku terlambat 20 menit dari waktu janjian kami. Semoga dia masih di sana. Aku berjalan cepat menuju gerbang sekolah, tapi saat aku melewati taman sekolah aku melihat Fika duduk sendirian. Kok masih di sini? Apa salah tempat ya dia janjiannya? Aku mendatangi Fika.
“Lho kamu kok masih di sini sih Fik? Bukannya kita janjian di taman pojok deket sekolah sana? Aku udah telat lho?” Aku bertanya berturut – turut, tapi herannya Fika hanya diam sambil memandangku aneh, “Kenapa sih Fik? Kita nggak seharusnya ketemuan di sini, tapi di taman deket sekolah di sana” Aku bertanya heran, aku melihat bajuku, masih rapi kok, baunya? Masih wangi kok. Apa yang salah?
Kening Fika berkerut heran, “Kakak ngomong apa sih? Janjian apa?”
Aku mendesah keras “Fika Please! Jangan tiba – tiba amnesia ya! Atau kamu beneran amnesia? Astagfirullah, Astagfirullah, Astaghfirullah..” Aku memukul kepalaku karena sudah mulai berpikir aneh – aneh lagi.
“Aku nggak ngerti kak!” Katanya dengan muka serius, ooo,, ini pasti ada yang salah.
Aku kemudian menceritakan semuanya, mulai dari aku mendapat nomornya saat kami di UKS, Aku kehilangan satu digit nomor yang paling belakang, aku mencoba semua nomor dari 0 sampai angka 8 dan akhirnya kutemukan bidadari cantik ini, tapi kemudian dia sekarang berkata kalau itu bukan dia? Aku salah nomor? Kok bisa?
“Coba lihat nomornya?” Aku menyerahkan HP-ku yang berisi kontaknya dengan nama ‘my sweety’. Dia menggumamkan nomor – nomor yang dibacanya lalu berseru, “Itu bukan aku, kakak nggak pernah SMS aku. Beneran! Suer!” Dia sampai mengangkat kedua jarinya membentuk huruf ‘V’.
“Pasti boong ya? Biar aku bisa ketipu! Bohong yaaa” Aku masih saja menggodanya, aku tahu, dia pasti bohong.
“Itu bukan nomorku kakak, nomorku belakang sendiri itu angka 9. Kakak aku tunggu – tunggu SMS- nya dari pas kita di UKS, tapi kakak nggak pernah SMS”
“Hah?”
Jadi yang selama ini SMS-an denganku? Itu siapa?
“Jadi yang selama ini SMS- an sama aku itu bukan kamu? Yang aku rayu – rayu aku gombalin itu siapa? Bukan kamu? Terus siapa?” Tanyaku linglung, mengulangi pertanyaan di kepalaku sebelumnya.
Fika berwajah bingung, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal “Aku juga kurang tau kak Langga, coba aku lihat nomornya” Dengan gerakan kaku aku mengeluarkan ponsel dari sakuku, oh please!! Biarkan ini terjadi di mimpi saja!! Biarkan ini hanya ilusi ya Allah, tolong aku juga ya Allah, jangan hanya Engkau menolong Baim. Ya Allah, tolong Langga Ya Allah.
Kulihat Fika mengetikkan beberapa nomor ke HP-nya. Mukanya berkerut aneh, aku berfirasat buruk, pasti terjadi hal yang tidak kuinginkan. Mungkin memang Allah sedang menolong Baim. Hikssss... Kemudian wajah Fika berubah menjadi senyum, semakin lebar, semakin lebar dan akhirnya meledaklah tawanya.
Hah? Apa yang lucu sih? Apakah nomor tadi ketika dipanggil melalui HP Fika bisa mengeluarkan game lucu? Atau sesuatu yang lucu lain? Tapi tidak mungkin! Arghhh,, pikiranku terpecah lagi!
“Apanya yang lucu ya Fik?” Karena tidak tahan, aku bertanya juga. Dia tertawa dua menit tanpa berhenti, aku takut sendiri jadinya.
“Kamu... Kamu.. Huaahahahahaha” Dia kembali tertawa terbahak – bahak. Dia kembali berbicara lagi “Kamu... huahahahahahahaha” Tawanya semakin lebar. Ada apa dengan perempuan ini? Apakah dia kerasukan? Atau dia hanya ilusiku sekarang? Mungkin dia bukan Fika, tapi ‘Fika’ ? Huss!!! Aku menggelengkan kepalaku, dia nyata Langga! Akhirnya dia terus tertawa dua menit kemudian, sampai dia capek sendiri.
“Sorry kak, pfftttt...” Dia menahan tawanya “bentar,, pffttt,,, aku telepon orang yang kakak ajak SMS dulu” Dia menekan tombol hijau di HP- nya. Menunggu sebentar, dan “Halo, nggak apa – apa kok, bentar, temenku mau bicara. Kenalan dong” Fika menyerahkan HP-nya padaku, aku dengan ragu – ragu mengatakan halo.
“Halo” Sapa suara di seberang, jadi sekarang sudah pasti kalau yang selama ini kuajak SMS bukan Fika yang di depanku? Bukan Afika Nurfikah? tapi ‘Fika’ yang lain? Arghhh!! Aku ingin mengubur diri! Kenapa aku bisa sebodoh ini? “Halo” Sapanya lagi “Ini siapa?”
“Ini siapa?” Refleks aku menanyakan siapa yang di seberang
“Lho kok tanya, ini Fika, Rofikah, tapi biasa dipanggil Fika. Kamu temennya Fika ya? Kenapa telepon tante nak? Tante lagi ada acara ketemu cowok nih, dia gangguin Tante terus, pengen Tante liat mukanya gimana? Mau Tente laporin Om, abis ganggu banget sih” Seperti di sinetron – sinetron, setelah mendengar perkataan mengguncang dunia dari Fika alias Rofikah alisan Tantenya Afika, aku langsung merasa pusing, duniaku berputar, dan gelap.
Aku pingsan.
Ya Allah, ini semua karena sms? Gara – gara SMS aku sepanjang minggu merasa berbunga – bunga tapi ternyata semuanya salah? Aku tidak tahu lagi bagaimana nanti mukaku, mau ditaruh di mana?
SMS!!! I hate you!!
08125678754 – 2
08125678754 – 3
08125678754 – 4
08125678754 – 5
08125678754 – 6
08125678754 – 7
08125678754 – 8
08125678754 – 9
Ini adalah semua kemungkinan – kemungkinan nomornya Fika, nah sekarang coba satu – satu, biar lebih ngirit! Lagian, malu juga, karena salah SMS beberapa kali. Aku mulai mengetikkan SMS.
Afika? Ini Langga, pahlawanmu tdi pgi
Ah lebay! Aku kemudian menghapusnya
Afika ya? Hai mlem, ini Erlangga, yg tdi pgi, PMR PMR, msak nggak inget sih?
Ah! Kok nakutin sih? Aku kemudian juga menghapusnya
Hai Dek Fika, Aku Erlangga, salam kenal :)
YES! Begini lebih baik
To: 081256787540
Terkirim!
Aku bersemangat, tapi sampai angka ke tujuh, aku juga belum menemukan Afika, Fika, Afik, atau siapapun yang memang Afika. Dua cowok, Dua ibu – ibu arisan, dan tiga anak SMP.
“Mungkin yang ini, Bismillah”
Ya, benar. Langga siapa ya?
Wahh,, ini beneran Fika? Balasku
Iya ini Fika, Langga siapa?
Oh? Dia tidak ingat padaku? Oh tidak apa – apa, aku kemudian mengenalkan diriku lagi cukup nama dan tempat tinggal. Ini awal yang baik!
Empat hari aku ber – SMS dengan Fika, ternyata dia cukup menyenangkan, walaupun ternyata selera musiknya agak jadul, dia menyukai Nia Daniati dan Nikki Astria. Ternyata juga, dia ikut ekstrakurikuler yang sama denganku. Pecinta alam! WOW! Kami memang berjodoh!
“Eh Lang, jangan diliatin terus! Dia itu yang kamu incer waktu upacara penyambutan” Aldi mengganggu acaraku memperhatikan Fika, saat ini sedang ada rapat diklat Mapala untuk angkatan baru. Aku hanya mengannguk, tanpa menoleh, “Cakep juga, dia juga salting tuh kamu lihat terus” Aku sekarang tersenyum lebar, karena Fika memang sedang salah tingkah.
Gayung bersambut saudara – saudara!
“Kamu udah minta nomor HP – nya belum? Aku punya nih” Aldi belum puas menggangguku.
“Eitss, sorry, aku punya duluan”
“Wahh,, hebat hebat!” Puji Aldi tulus, tentang kegesitanku.
Sekarang, hari demi hari kulwati dengan SMS Fika, bangun tidur SMS Fika, mau sekolah SMS Fika, mau pergi makan siang SMS Fika. Ah, hidupku penuh dengan Fika. Sebenarnya kami tidak membicarakan hal – hal remeh, ternyata SMS dengan Fika membuatku berwawasan luas, kami sering berdiskusi. Tapi di luar itu, Fika dingin dan sok jual mahal. Di sekolah saja salah tingkah, tapi kenapa di SMS malah galak ya? Rayu dikit ah,, Aku menigriminya SMS
Afika| Iya| Kamu tahu nggak bedanya gurun sama kamu?| Nggak tau, emang apa?| Gurun itu panasnya bikin mau mati, tapi kamu bikin meleleh
Tidak dibalas? Rayuan mautku tidak dibalas? Oh Man!!! Aku menunggu SMS dari Fika sampai frustrasi, sampai akhirnya suatu pagi di hari minggu, aku mendapat SMS darinya.
Udah satu minggu nih kita SMS-an, tapi kapan ketemuannya?
Aku mengerutkan kening, perasaan kemarin saat rapat Mapala, ada Fika, dia juga tersenyum padaku, lagipula kami kan memang lumayan sering bertemu akhir – akhir ini. Ah tapi mungkin maksudnya ini karena aku tidak bertemu dengannya secara kusus, dia mau bertemu denganku? Oke, siapa takut?
Besok di taman deket SMA Mahabakti ya!
Sent!
Ok!
Yes!!!!! Fika, tunggu akuuuu!!
Aku berangkat sekolah dengan hati ringan, di dalam kelas belajar dengan serius, sampai saat pulang aku masih saja tersenyum. Sebelum aku pergi ke taman tempat kami janjian, aku pergi ke toilet dulu. Hal yang membuatku terlambat 20 menit dari waktu janjian kami. Semoga dia masih di sana. Aku berjalan cepat menuju gerbang sekolah, tapi saat aku melewati taman sekolah aku melihat Fika duduk sendirian. Kok masih di sini? Apa salah tempat ya dia janjiannya? Aku mendatangi Fika.
“Lho kamu kok masih di sini sih Fik? Bukannya kita janjian di taman pojok deket sekolah sana? Aku udah telat lho?” Aku bertanya berturut – turut, tapi herannya Fika hanya diam sambil memandangku aneh, “Kenapa sih Fik? Kita nggak seharusnya ketemuan di sini, tapi di taman deket sekolah di sana” Aku bertanya heran, aku melihat bajuku, masih rapi kok, baunya? Masih wangi kok. Apa yang salah?
Kening Fika berkerut heran, “Kakak ngomong apa sih? Janjian apa?”
Aku mendesah keras “Fika Please! Jangan tiba – tiba amnesia ya! Atau kamu beneran amnesia? Astagfirullah, Astagfirullah, Astaghfirullah..” Aku memukul kepalaku karena sudah mulai berpikir aneh – aneh lagi.
“Aku nggak ngerti kak!” Katanya dengan muka serius, ooo,, ini pasti ada yang salah.
Aku kemudian menceritakan semuanya, mulai dari aku mendapat nomornya saat kami di UKS, Aku kehilangan satu digit nomor yang paling belakang, aku mencoba semua nomor dari 0 sampai angka 8 dan akhirnya kutemukan bidadari cantik ini, tapi kemudian dia sekarang berkata kalau itu bukan dia? Aku salah nomor? Kok bisa?
“Coba lihat nomornya?” Aku menyerahkan HP-ku yang berisi kontaknya dengan nama ‘my sweety’. Dia menggumamkan nomor – nomor yang dibacanya lalu berseru, “Itu bukan aku, kakak nggak pernah SMS aku. Beneran! Suer!” Dia sampai mengangkat kedua jarinya membentuk huruf ‘V’.
“Pasti boong ya? Biar aku bisa ketipu! Bohong yaaa” Aku masih saja menggodanya, aku tahu, dia pasti bohong.
“Itu bukan nomorku kakak, nomorku belakang sendiri itu angka 9. Kakak aku tunggu – tunggu SMS- nya dari pas kita di UKS, tapi kakak nggak pernah SMS”
“Hah?”
Jadi yang selama ini SMS-an denganku? Itu siapa?
“Jadi yang selama ini SMS- an sama aku itu bukan kamu? Yang aku rayu – rayu aku gombalin itu siapa? Bukan kamu? Terus siapa?” Tanyaku linglung, mengulangi pertanyaan di kepalaku sebelumnya.
Fika berwajah bingung, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal “Aku juga kurang tau kak Langga, coba aku lihat nomornya” Dengan gerakan kaku aku mengeluarkan ponsel dari sakuku, oh please!! Biarkan ini terjadi di mimpi saja!! Biarkan ini hanya ilusi ya Allah, tolong aku juga ya Allah, jangan hanya Engkau menolong Baim. Ya Allah, tolong Langga Ya Allah.
Kulihat Fika mengetikkan beberapa nomor ke HP-nya. Mukanya berkerut aneh, aku berfirasat buruk, pasti terjadi hal yang tidak kuinginkan. Mungkin memang Allah sedang menolong Baim. Hikssss... Kemudian wajah Fika berubah menjadi senyum, semakin lebar, semakin lebar dan akhirnya meledaklah tawanya.
Hah? Apa yang lucu sih? Apakah nomor tadi ketika dipanggil melalui HP Fika bisa mengeluarkan game lucu? Atau sesuatu yang lucu lain? Tapi tidak mungkin! Arghhh,, pikiranku terpecah lagi!
“Apanya yang lucu ya Fik?” Karena tidak tahan, aku bertanya juga. Dia tertawa dua menit tanpa berhenti, aku takut sendiri jadinya.
“Kamu... Kamu.. Huaahahahahaha” Dia kembali tertawa terbahak – bahak. Dia kembali berbicara lagi “Kamu... huahahahahahahaha” Tawanya semakin lebar. Ada apa dengan perempuan ini? Apakah dia kerasukan? Atau dia hanya ilusiku sekarang? Mungkin dia bukan Fika, tapi ‘Fika’ ? Huss!!! Aku menggelengkan kepalaku, dia nyata Langga! Akhirnya dia terus tertawa dua menit kemudian, sampai dia capek sendiri.
“Sorry kak, pfftttt...” Dia menahan tawanya “bentar,, pffttt,,, aku telepon orang yang kakak ajak SMS dulu” Dia menekan tombol hijau di HP- nya. Menunggu sebentar, dan “Halo, nggak apa – apa kok, bentar, temenku mau bicara. Kenalan dong” Fika menyerahkan HP-nya padaku, aku dengan ragu – ragu mengatakan halo.
“Halo” Sapa suara di seberang, jadi sekarang sudah pasti kalau yang selama ini kuajak SMS bukan Fika yang di depanku? Bukan Afika Nurfikah? tapi ‘Fika’ yang lain? Arghhh!! Aku ingin mengubur diri! Kenapa aku bisa sebodoh ini? “Halo” Sapanya lagi “Ini siapa?”
“Ini siapa?” Refleks aku menanyakan siapa yang di seberang
“Lho kok tanya, ini Fika, Rofikah, tapi biasa dipanggil Fika. Kamu temennya Fika ya? Kenapa telepon tante nak? Tante lagi ada acara ketemu cowok nih, dia gangguin Tante terus, pengen Tante liat mukanya gimana? Mau Tente laporin Om, abis ganggu banget sih” Seperti di sinetron – sinetron, setelah mendengar perkataan mengguncang dunia dari Fika alias Rofikah alisan Tantenya Afika, aku langsung merasa pusing, duniaku berputar, dan gelap.
Aku pingsan.
Ya Allah, ini semua karena sms? Gara – gara SMS aku sepanjang minggu merasa berbunga – bunga tapi ternyata semuanya salah? Aku tidak tahu lagi bagaimana nanti mukaku, mau ditaruh di mana?
SMS!!! I hate you!!
No comments:
Post a Comment