Aku merasakan sebuah rasa dimana rasanya berbeda. Ini rasa yang terlalu manis ketika hanya dibandingkan dengan gula apapun. Ini rasa yang terlalu manis, bahkan nyaris pahit seperti kulit jeruk. Ini rasaku padamu, ini rasa yang kurasakan saat bersamamu.
Aku menyebutmu cinta,
"Kamu sedang apa?" Tanya suara seseorang di belakangku, aku refleks menutupi layar laptop-ku dengan tangan. Perbuatan yang sia - sia, aku tahu.
"Tidak,, sedang tidak melakukan apa -apa" Sekali lagi hanya jawaban dan tindakan bodoh yang aku lakukan. Dia memperhatikan laptop-ku sebentar, lalu tersenyum, seakan mengerti kalau ini adalah rahasiaku. Atau sesuatu yang berusaha aku rahasiakan, tapi gagal. Dia adalah orang yang tahu segalanya, tapi lebih memilih diam dan memahami.
"Kamu sudah makan?" tanyanya sambil menuangkan sereal dalam mangkuk kemudian mengambil susu dari kulkas di dapurku. Dia tahu kalau aku belum makan, tapi tetap menanyakannya.
"Belum" Jawabku bersamaan dengan diletakkannya semangkuk sereal di hadapanku.
"Kamu mau aku tinggal saat makan? atau mau kutemani" Pertanyaan sulit, tapi jawabannya mudah sekali.
"Tentu saja aku ingin ditemani, untuk apa kau di sini? hanya memberiku makan? memangnya aku hewan peliharaan?" Tanyaku pura - pura tersinggung. Dengan diam, dia duduk di hadapanku, memperhatikanku dengan wajah serius. Sial! Umpatku dalam hati, kenapa ada perempuan sepertinya? Aku yang seorang lelaki tulen, dengan wajah keras dan dingin, tapi bisa salah tingkah saat berada di hadapannya.
"Kamu ingin mendengar jadwalmu hari ini?" Aku mengangguk. Ya, dia adalah asisten pribadiku, satu - satunya wanita yang tahan berada di dekatku saat hari terburukku sekalipun. Aku cenderung kasar dan menyebalkan saat kesal, mulutku tidak bisa dikontrol. Aku juga seseorang yang memiliki mood yang labil, atau mungkin bisa disimpulkan, aku lelaki yang dingin, tapi sangat kekanak - kanakan. Flea menyebutkan jadwalku satu persatu mulai nanti setelah aku sarapan, sampai nanti pukul duabelas malam.
"Aku tidak ingin mengikuti jadwal pukul tujuh sampai sembilan?"
"Kenapa?" Pukul tujuh sampai sembilan, seharusnya aku meresmikan galeri baru milikku. Tapi aku sedang malas.
"Aku ingin menonton" Aku berkata dengan lirih. Ya, aku tahu ini sangat tidak masuk akal, membatalkan acara penting hanya untuk menonton film. Tapi aku sangat ingin menonton film ini.
Flea menghela napas sebentar lalu mengangguk "Baiklah, nanti akan kuatur semuanya" Flea lalu berdiri, mengambil mangkukku yang sudah kosong dan mencucinya. Dia wanita yang luar biasa bukan? Karena itu aku mengaguminya. Atau mungkin aku mencintainya.
"Tapi Flea, aku tidak ingin menonton sendiri" Biasanya saat aku ingin menonton, aku akan dipesankan satu studio hanya untukku sendiri. Saat ini aku ingin menonton bersama orang lain, ingin menonton beramai - ramai.
"Baiklah, semua akan kuatur. Tapi sekarang kamu harus bersiap - siap ke kantor" Aku mengangguk.
Begitu banyak hal yang aku bisa lakukan sendiri, aku adalah lelaki hebat yang bisa melakukan apapun, bahkan aku pikir, aku bisa menjagamu. Tapi saat di hadapanmu aku merasa lemah, aku bergantung padamu. Aku tidak berdaya, kau yang menopang hidupku.
Aku menyebutmu kekasih
"Kamu sedang apa?" Selalu dengan kata yang sama, waktu yang sama, dan aku selalu bereaksi sama. Aku menutup layar laptop-ku dengan tangan. Aku baru saja selesai rapat dengan para staff, aku adalah seorang pelukis yang memiliki beberapa galeri. Aku sebenarnya adalah pria mandiri, tapi sejak Flea menjadi asistenku tiga tahun lalu, kelakukan kekanak - kanakanku semakin parah. Mungkin karena aku tidak pernah mendapat kasih sayang seperti itu sejak kecil, bahkan sejak lahir. Ibuku meninggal sehari setelah aku lahir, ayahku yang seorang pelukis juga sibuk berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk melukis. Sehingga saat sekarang aku diberi perhatian berlebih, aku menjadi terlalu manja pada Flea.
"Tidak,, sedang tidak melakukan apa -apa. Flea aku ingin makan di luar" Aku beranjak bangkit dari dudukku, menutup laptop dengan cepat, tapi sebelum aku bisa bangkit dengan sempurna, tangan Flea menyuruhku tetap duduk. Flea lalu meletakkan sebuah tas di hadapanku, setelah sebelumnya menggeser laptop-ku. Aku hanya diam, menunggunya membuka tas yang ternyata isinya makan siang untukku.
"Aku sudah memasak, makanlah. Atau kamu perlu disuapi?" Aku mengangguk, terkadang Flea terlalu memanjakanku. Aku yang sudah tunduk kepadanya, dibuat bertekuk lutut. Aku kalah, aku memang sangat mencintainya. Dia dengan cerdiknya, membuatku begitu bergantung padanya, dari mulai membangunkanku, menyiapkan semua pakaianku, menyiapkan semua keperluan bekerjaku, menyiapkan sarapan, sampai akhirnya menentukan jam tidurku. Dia bukan lagi seorang asisten, dia penopang hidupku.
Aku mencintainya karena dia membuatku percaya, bahwa di dunia ini aku tidak sendiri.
"Kamu makannya pelan - pelan" Tegurnya saat aku makan dengan terburu, buru sampai menyisakan makanan di sudut bibirku. Flea mengambil tissue dan mengusap sudut bibirku.
"Aku mencintaimu" Akhirnya kata yang kupendam tiga tahun ini muncul. Aku telah bersamanya selama tiga tahun, diperlakukan seperti ini selama tiga tahun juga. Aku sudah gila selama tiga tahun juga, tapi baru sekarang aku mengatakannya.
"Tidak boleh" Tanyanya datar. Aku lalu sadar, aku begitu membenci Flea karena dia tidak pernah menunjukkan perasaannya dan terlalu keras pada dirinya sendiri. Aku tahu dia mencintaiku, menggunakan tameng 'asisten' agar dia bisa melakukan hal yang memang ingin dilakukannya. Dia selalu beralasan bahwa itu pekerjaannya, bentuk kesungguhannya. Tapi tidak selamanya dia bisa berbohong, aku selalu mendapatinya mencium bajuku setelah kugunakan, memotretku sebanyak mungkin, memandangi fotoku dengan tatapan berbeda, bahkan dia sering menghabiskan waktunya untuk mengecek, apakah aku tidur dengan nyenyak. Aku tahu kalau dia juga sangat mencintaiku.
"Tentu saja semua laki - laki akan mencintaimu saat diperlakukan seperti ini"
"Semua lelaki akan mencintaiku? Semua lelaki akan mencintaiku? Mungkin kamu salah. Aku seperti ini, bukankah kamu sering melihat seseorang sepertiku? Aku pembantu! Apa semua pembantu dicintai? Tidak!" Dia bersuara lirih, tapi tegas. "Aku pergi"
Aku merasa kisah kita ini aneh, aku memujamu karena kamulah satu - satunya orang yang kuanggap rumah. Kamu rumahku, tempatku berlindung dari dunia yang kejam. Tapi kenapa kamu memberi rentang yang jauh, sehingga aku merasa jauh dari rumahku. Kamu memberi ruang untuk aku berlindung, tapi kamu juga mengacungkan pedang, agar aku tidak terlalu terlena. Kamu begitu bertolak belakang, kamu seperti ingin menghabiskan seluruh hidupmu denganku, tapi kamu juga sadar, ini sebuah jalan yang begitu sulit untuk ditapaki. Aku berharap kamu berani menghadapi apapun bersamaku,
Kumohon, izinkan aku menyebutmu rumah
Flea tidak muncul lagi sampai acara menontonku. Pekerjaannya digantikan oleh pembantu asisten, aku begitu kesal dan marah saat dia menghindariku seperti ini. Aku begitu takut dan merasa aneh, Flea selalu ada, Flea adalah orang yang tidak pernah membiarkanku jauh darinya. Dan jauh darinya seperti ini membuatku tidak lengAku masuk ke gedung bioskop dengan kesal, lebih kesal lagi saat melihat bioskop kosong. Aku tidak ingin sendiri, jangan biarkan aku sendiri.
Aku duduk di deretan paling belakang, di sudut kanan. Filmnya sudah dimulai, aku tidak bisa berkonsentrasi. Aku terus memikirkan Flea. Apa setelah ini dia akan hilang? Apakah dia akan pergi? Aku terus memikirkannya sampai tidak sadar ada seseorang duduk di deretanku, dua kursi dariku. Aku melihatnya karena dia terbatuk - batuk.
"Flea?" Aku langsung bangkit dan duduk di sampingnya. Dia basah kuyup, kursi yang didudukinya juga ikut basah "Kamu baik - baik saja? Apa yang terjadi? Aku tahu aku salah, bisakah kamu melupakan semua perkataanku tadi? Aku tidak butuh apapun, jangan biarkan aku sendiri, itu saja"
"Tidak" Aku langsung mencelos, kecewa. Aku beranjak pergi darinya, tapi dia menarikku duduk kembali. Dia sering melakukannya, aku tahu. "Aku belum selesai bicara, kenapa harus kamu terus yang didengarkan? aku ingin didengarkan juga, kamu tahu itu? Semua komunikasi itu hanya bisa dilakukan dua arah, apa kamu sangat suka monolog?" Dia mengucapkan hal yang tidak kumengerti.
"Kamu tidak mengerti? Baiklah, akan kujelaskan. Aku di sini, bersamamu. Aku telah memutuskan, hidup bersamamu pasti berat. Tapi jika hidup tanpamu, tanpa membangunkanmu, membuatkanmu sarapan, mengatur segala yang kamu perlukan, menyuapimu ---- " Aku menghentikan ocehannya dengan dekapanku, Aku seorang laki - laki yang begitu bahagia, bisa menantang apapun. Bisa menghadapi apapun, asal bersamanya.
Flea membalas dekapanku, sedikit menggigil lalu melanjutkan ucapannya, "Hidup seperti itu, aku tidak sanggup menanggungnya"
"Aku milikmu" Bisikku, aku milikmu.
Aku menyebutmu rumah
Aku menyebutmu cinta,
"Kamu sedang apa?" Tanya suara seseorang di belakangku, aku refleks menutupi layar laptop-ku dengan tangan. Perbuatan yang sia - sia, aku tahu.
"Tidak,, sedang tidak melakukan apa -apa" Sekali lagi hanya jawaban dan tindakan bodoh yang aku lakukan. Dia memperhatikan laptop-ku sebentar, lalu tersenyum, seakan mengerti kalau ini adalah rahasiaku. Atau sesuatu yang berusaha aku rahasiakan, tapi gagal. Dia adalah orang yang tahu segalanya, tapi lebih memilih diam dan memahami.
"Kamu sudah makan?" tanyanya sambil menuangkan sereal dalam mangkuk kemudian mengambil susu dari kulkas di dapurku. Dia tahu kalau aku belum makan, tapi tetap menanyakannya.
"Belum" Jawabku bersamaan dengan diletakkannya semangkuk sereal di hadapanku.
"Kamu mau aku tinggal saat makan? atau mau kutemani" Pertanyaan sulit, tapi jawabannya mudah sekali.
"Tentu saja aku ingin ditemani, untuk apa kau di sini? hanya memberiku makan? memangnya aku hewan peliharaan?" Tanyaku pura - pura tersinggung. Dengan diam, dia duduk di hadapanku, memperhatikanku dengan wajah serius. Sial! Umpatku dalam hati, kenapa ada perempuan sepertinya? Aku yang seorang lelaki tulen, dengan wajah keras dan dingin, tapi bisa salah tingkah saat berada di hadapannya.
"Kamu ingin mendengar jadwalmu hari ini?" Aku mengangguk. Ya, dia adalah asisten pribadiku, satu - satunya wanita yang tahan berada di dekatku saat hari terburukku sekalipun. Aku cenderung kasar dan menyebalkan saat kesal, mulutku tidak bisa dikontrol. Aku juga seseorang yang memiliki mood yang labil, atau mungkin bisa disimpulkan, aku lelaki yang dingin, tapi sangat kekanak - kanakan. Flea menyebutkan jadwalku satu persatu mulai nanti setelah aku sarapan, sampai nanti pukul duabelas malam.
"Aku tidak ingin mengikuti jadwal pukul tujuh sampai sembilan?"
"Kenapa?" Pukul tujuh sampai sembilan, seharusnya aku meresmikan galeri baru milikku. Tapi aku sedang malas.
"Aku ingin menonton" Aku berkata dengan lirih. Ya, aku tahu ini sangat tidak masuk akal, membatalkan acara penting hanya untuk menonton film. Tapi aku sangat ingin menonton film ini.
Flea menghela napas sebentar lalu mengangguk "Baiklah, nanti akan kuatur semuanya" Flea lalu berdiri, mengambil mangkukku yang sudah kosong dan mencucinya. Dia wanita yang luar biasa bukan? Karena itu aku mengaguminya. Atau mungkin aku mencintainya.
"Tapi Flea, aku tidak ingin menonton sendiri" Biasanya saat aku ingin menonton, aku akan dipesankan satu studio hanya untukku sendiri. Saat ini aku ingin menonton bersama orang lain, ingin menonton beramai - ramai.
"Baiklah, semua akan kuatur. Tapi sekarang kamu harus bersiap - siap ke kantor" Aku mengangguk.
***
Begitu banyak hal yang aku bisa lakukan sendiri, aku adalah lelaki hebat yang bisa melakukan apapun, bahkan aku pikir, aku bisa menjagamu. Tapi saat di hadapanmu aku merasa lemah, aku bergantung padamu. Aku tidak berdaya, kau yang menopang hidupku.
Aku menyebutmu kekasih
"Kamu sedang apa?" Selalu dengan kata yang sama, waktu yang sama, dan aku selalu bereaksi sama. Aku menutup layar laptop-ku dengan tangan. Aku baru saja selesai rapat dengan para staff, aku adalah seorang pelukis yang memiliki beberapa galeri. Aku sebenarnya adalah pria mandiri, tapi sejak Flea menjadi asistenku tiga tahun lalu, kelakukan kekanak - kanakanku semakin parah. Mungkin karena aku tidak pernah mendapat kasih sayang seperti itu sejak kecil, bahkan sejak lahir. Ibuku meninggal sehari setelah aku lahir, ayahku yang seorang pelukis juga sibuk berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk melukis. Sehingga saat sekarang aku diberi perhatian berlebih, aku menjadi terlalu manja pada Flea.
"Tidak,, sedang tidak melakukan apa -apa. Flea aku ingin makan di luar" Aku beranjak bangkit dari dudukku, menutup laptop dengan cepat, tapi sebelum aku bisa bangkit dengan sempurna, tangan Flea menyuruhku tetap duduk. Flea lalu meletakkan sebuah tas di hadapanku, setelah sebelumnya menggeser laptop-ku. Aku hanya diam, menunggunya membuka tas yang ternyata isinya makan siang untukku.
"Aku sudah memasak, makanlah. Atau kamu perlu disuapi?" Aku mengangguk, terkadang Flea terlalu memanjakanku. Aku yang sudah tunduk kepadanya, dibuat bertekuk lutut. Aku kalah, aku memang sangat mencintainya. Dia dengan cerdiknya, membuatku begitu bergantung padanya, dari mulai membangunkanku, menyiapkan semua pakaianku, menyiapkan semua keperluan bekerjaku, menyiapkan sarapan, sampai akhirnya menentukan jam tidurku. Dia bukan lagi seorang asisten, dia penopang hidupku.
Aku mencintainya karena dia membuatku percaya, bahwa di dunia ini aku tidak sendiri.
"Kamu makannya pelan - pelan" Tegurnya saat aku makan dengan terburu, buru sampai menyisakan makanan di sudut bibirku. Flea mengambil tissue dan mengusap sudut bibirku.
"Aku mencintaimu" Akhirnya kata yang kupendam tiga tahun ini muncul. Aku telah bersamanya selama tiga tahun, diperlakukan seperti ini selama tiga tahun juga. Aku sudah gila selama tiga tahun juga, tapi baru sekarang aku mengatakannya.
"Tidak boleh" Tanyanya datar. Aku lalu sadar, aku begitu membenci Flea karena dia tidak pernah menunjukkan perasaannya dan terlalu keras pada dirinya sendiri. Aku tahu dia mencintaiku, menggunakan tameng 'asisten' agar dia bisa melakukan hal yang memang ingin dilakukannya. Dia selalu beralasan bahwa itu pekerjaannya, bentuk kesungguhannya. Tapi tidak selamanya dia bisa berbohong, aku selalu mendapatinya mencium bajuku setelah kugunakan, memotretku sebanyak mungkin, memandangi fotoku dengan tatapan berbeda, bahkan dia sering menghabiskan waktunya untuk mengecek, apakah aku tidur dengan nyenyak. Aku tahu kalau dia juga sangat mencintaiku.
"Tentu saja semua laki - laki akan mencintaimu saat diperlakukan seperti ini"
"Semua lelaki akan mencintaiku? Semua lelaki akan mencintaiku? Mungkin kamu salah. Aku seperti ini, bukankah kamu sering melihat seseorang sepertiku? Aku pembantu! Apa semua pembantu dicintai? Tidak!" Dia bersuara lirih, tapi tegas. "Aku pergi"
***
Aku merasa kisah kita ini aneh, aku memujamu karena kamulah satu - satunya orang yang kuanggap rumah. Kamu rumahku, tempatku berlindung dari dunia yang kejam. Tapi kenapa kamu memberi rentang yang jauh, sehingga aku merasa jauh dari rumahku. Kamu memberi ruang untuk aku berlindung, tapi kamu juga mengacungkan pedang, agar aku tidak terlalu terlena. Kamu begitu bertolak belakang, kamu seperti ingin menghabiskan seluruh hidupmu denganku, tapi kamu juga sadar, ini sebuah jalan yang begitu sulit untuk ditapaki. Aku berharap kamu berani menghadapi apapun bersamaku,
Kumohon, izinkan aku menyebutmu rumah
Flea tidak muncul lagi sampai acara menontonku. Pekerjaannya digantikan oleh pembantu asisten, aku begitu kesal dan marah saat dia menghindariku seperti ini. Aku begitu takut dan merasa aneh, Flea selalu ada, Flea adalah orang yang tidak pernah membiarkanku jauh darinya. Dan jauh darinya seperti ini membuatku tidak lengAku masuk ke gedung bioskop dengan kesal, lebih kesal lagi saat melihat bioskop kosong. Aku tidak ingin sendiri, jangan biarkan aku sendiri.
Aku duduk di deretan paling belakang, di sudut kanan. Filmnya sudah dimulai, aku tidak bisa berkonsentrasi. Aku terus memikirkan Flea. Apa setelah ini dia akan hilang? Apakah dia akan pergi? Aku terus memikirkannya sampai tidak sadar ada seseorang duduk di deretanku, dua kursi dariku. Aku melihatnya karena dia terbatuk - batuk.
"Flea?" Aku langsung bangkit dan duduk di sampingnya. Dia basah kuyup, kursi yang didudukinya juga ikut basah "Kamu baik - baik saja? Apa yang terjadi? Aku tahu aku salah, bisakah kamu melupakan semua perkataanku tadi? Aku tidak butuh apapun, jangan biarkan aku sendiri, itu saja"
"Tidak" Aku langsung mencelos, kecewa. Aku beranjak pergi darinya, tapi dia menarikku duduk kembali. Dia sering melakukannya, aku tahu. "Aku belum selesai bicara, kenapa harus kamu terus yang didengarkan? aku ingin didengarkan juga, kamu tahu itu? Semua komunikasi itu hanya bisa dilakukan dua arah, apa kamu sangat suka monolog?" Dia mengucapkan hal yang tidak kumengerti.
"Kamu tidak mengerti? Baiklah, akan kujelaskan. Aku di sini, bersamamu. Aku telah memutuskan, hidup bersamamu pasti berat. Tapi jika hidup tanpamu, tanpa membangunkanmu, membuatkanmu sarapan, mengatur segala yang kamu perlukan, menyuapimu ---- " Aku menghentikan ocehannya dengan dekapanku, Aku seorang laki - laki yang begitu bahagia, bisa menantang apapun. Bisa menghadapi apapun, asal bersamanya.
Flea membalas dekapanku, sedikit menggigil lalu melanjutkan ucapannya, "Hidup seperti itu, aku tidak sanggup menanggungnya"
"Aku milikmu" Bisikku, aku milikmu.
Aku menyebutmu rumah
2 comments:
Kirain Flea sakit , agak kurang ngerti end.a :D
Hehehe,, nggak sakit, endingnya itu, akhirnya Flea mengalah sama dirinya sendiri. Dia udah nyerah sama cintanya si cowok.
Maaf kalo bingungin :p
Makasih udah Visit :)))))
Post a Comment