"Mas Dana ingkang paling bagus, mboten sah nggangu nggih.. " (Mas Dana yang paling ganteng, jangan ganggu ya)
"Lo ngomong apa sih? jangan ngomong bahasa Jawa, gue nggak ngerti" Percakapan ini terulang lagi, sudah dua bulan mereka melakukan percakapan seperti ini, tapi Dana masih juga belum mengerti bahasa Jawa yang dikatakan Veya, walaupun sudah mendapat terjemahan bahasa Indonesia, seringnya Dana lupa.
"Jangan ganggu gue, Jelek!!"
"Ihh,, kok singkat banget, tadi perasaan gue ada bagus-bagusnya,, maksudnya apanya yang bagus?"
Tuuttt,,, Tuuutt
"Gimana sih? orang belom selesai ngomong udah di tutup,, Ngomong pake bahasa alien lagi. Gue kan nggak ngerti,, Mau diajakin makan kok jawabnya aneh gitu sih?" Dana mengomel sendiri ke HP-nya. Dia kemudian merenung di kantornya di rumah sakit, sejak hari itu, hari jalan-jalan panti, dia sudah memutuskan untuk mengejar Veya apapun yang terjadi.
Ini bukan soal dendam, ini soal hati.
"Berarti nanti kita makan siang di kantin rumah sakit kamu aja?"
"Iya,. soalnya nanti abis makan siang aku ada operasi"
"Oke,, aku masih ada kerjaan dikit nih, ketemu jam 12 ya"
"Iya,, Sayang kamu"
"S..Sayang kamu juga" Veya mengakhiri percakapanya dengan Donnie, dua bulan ini Donnie-nya juga kembali. Dania menggodanya habis-habisan. Katanya itu adalah surga semunya Veya.
"Ciee,, yang berasa di surga,, senyum terus" Goda Dania saat Veya menolak ajakannya untung berbelanja sebentar di Solo Square, Veya lebih memilih mengantar Donnie makan ramen di dekat rumah sakit.
Tapi Dania pasti tidak pernah lupa mengingatkan sepupu tersayangnya, "Jangan terlena, Hidup ini kayak roda yang berputar" Saat itu Veya hanya tertawa dan mengejek Dania yang sok tua.
Dia yakin Donnie kali ini tidak akan menghilang lagi, Donnie sudah siap bersamanya. Memulai dari awal, semoga!
"Kringgg" Suara telepon menyadarkannya. Veya lalu menjawab, ternyata Gia
"Opo Gi?" tanyanya pada resepsionis di lantai bawah, dia memang sudah akrab dengannya, jadi sering berbahasa informal saat berbicara.
"Ada mas nggantheng iki nyari kamu" Veya mengerutkan kening
"Siapa?" Donnie? bukannya dia berkata akan menemuinya di rumah sakit?
"Itu tuhh" Gia masih berahasia
"Suruh tunggu di bawah, aku turun makan siang" Veya melirik jam di mejanya, memang sudah pukul 12.00. Dia membereskan barang-barangnya lalu turun ke bawah. Dia lagi?
"Wonten nopo nggih mas?" (Ada apa ya mas?)
Dana berbalik dengan wajah cemberut. Wajah kesalnya di rumah sakit, wajah sengak dan angkuhnya di panti ternyata juga bisa menampakkan wajah cemberut seperti anak kecil. Seperti memiliki dua kepribadian saja. Veya berusaha menyembunyikan senyumannya.
"Jangan ngomong pake bahasa jawa yang begitu dong! gue ngertinya opo sama ora aja nih. Hasil belajar dari Gia" Gia mengangguk bersemangat karena berhasil mengajari dua kata dalam bahasa jawa yang sepertinya sepulau jawa tau, kecuali Dana.
"Itu kan hak gue, udah lo---" Dana tidak membiarkan Veya menyelesaikan perkataannya dan langsung menyeretnya keluar. Saat Veya akan berteriak, mulutnya sudah dibekap oleh Dana.
Saat mereka sudah sampai dalam mobil, Dana segera menjalankan mobilnya dengan Veya duduk di sebelahnya. Dana tersenyum puas sementara Veya menahan amarahnya. "Kita makan di mana?" tanya Dana dengan tampang polos, Veya tidak berusaha kabur karena pasti nanti dia tetap akan dikejar
"Gue mau makan di kantin rumah sakit, mau makan bareng Donnie. Nggak bisa ya kita kesana?" Veya dengan kesal bertanya. Dia menangkap kesan kalau Dana tidak menyukai Donnie, beberapa kali mereka bertemu Dana selalu dingin bahkan sinis. Mungkin itu juga yang menyebabkan Dana sering menjauhkannya dari Donnie. Tapi memangnya Dana siapanya? teman bukan, pacar apalagi??
"Ohhh,, lo mau makan sama dia? kenapa kasih tau gue sih? kan kalo gue tau, gue bakal bawa lo lebih jauh dari rumah sakit" Dana mengedipkan matanya. Sialan!!! Sok ganteng banget sih nih cowok! Perasaan pas pertama kali ketemu orangnya cool, sekarang kok genit begini sih? batin Veya kesal, dia tidak membalas perkataan Dana, sudah dipastikan mereka akan ribut kalau Veya membalas. Bukan hanya misterius, cool, genit saja, tapi Dana juga orangnya keras kepala.
"Maafin aku ya Don" Veya akhirnya menjauhi Dana untuk meminta maaf pada Donnie yang ternyata sudah lama menunggu di kantin. Dia berhasil mengancam Dana kalau dia akan turun di jalan, akhirnya Dana mau mengantarkannya ke Rumah Sakit, tapi tetap saja telat, sekarang sudah pukul satu lebih.
"Kamu ke mana sih? kamu tau kan aku ada operasi sebentar lagi. kamu apa-apaan sih?"
"Aduh maafin aku Don, ini juga bukan kemauan aku,,, kamu yang tenang ya, biar operasinya lancar. nanti kalo udah selesai---"
"Nanti malem tunggu aja aku telepon, aku mau operasi" Donnie langsung pergi keluar kantin, Veya hanya bisa menghela napas sambil memandang jari - jari tangannya. Bagaimana kalau setelah ini Donnie menjauhinya? Baru juga dia bisa dekat dengan Donnie lagi.
"Shit! Apa yang gue lakukan?" Umpatnya pelan.
Di kantin rumah sakit, Dana mendengar semua percakapan antara Donnie dengan Veya. Dia ingin sekali berlari mengejar Donnie dan menghajarnya, kata - kata macam apa yang sudah dikatakannya pada Veya? "Dasar banci!" Umpatnya. Dana akan berjalan mendekati Veya, tapi sebuah panggilan menahannya.
"Dokter Dana, sekarang waktunya daily check pasien" Dana menatapnya aneh, perawat tersebut menjelaskan "Kan Dokter Prass sedang tidak ada, dan saya mendapat konfirmasi kalau dokter yang menggantikan" Dana mendesah kesal, tapi kewajiban adalah kewajiban. Dan itulah yang dulu dipilihnya untuk menjadi jalan hidup, Dana berjalan keluar kantin diikuti perawat tadi.
Malamnya Veya cemas menunggu telepon Donnie, dia sudah selesai mandi dengan cepat, bahkan dia membawa ponselnya ke kamar mandi. Dia tidak ingin melewatkan satu panggilan pun dari Donnie, ini satu - satunya kesempatannya untuk menjelaskan.
"Aduhh mbak, HP-nya bisa kering kalo diperes begitu, nggak bisa juga mendadak bunyi karena dipegangin terus. Udah deh, mau kopi?" Dania duduk di depan TV sambil membawa secangkir kopi panas.
"Apa operasinya nggak berhasil ya? Jadi dia lagi badmood berat, apa ponselnya ilang? Apa jaringannya buruk ya gara - gara hujan?" Veya bertanya terus tentang kemungkinan Donnie yang belum juga meneleponnya.
"Atau jangan - jangan dia mau balas dendam karena dia tahu masalah tadi siang, dia mau jalan sama cewek lain" Ucapan Dania yang memanas - manasi langsung mendapat jitakan keras dari Veya. "Aduuuh, sakit tau! lo polos banget sih, kalian udah gede ya! Dan nggak sekali dua kali lo diginiin sama Donnie, jadi seharusnya lo udah biasa"
"Gue nggak bisa biasa, karena nggak ada Donnie itu rasanya nggak biasa"
"Luar biasa? Malah bagus" Dania tidak mau kalah
"Ihhhh, gue serius juga, sini kopinya!!!"
Donnie,,,,
Malam itu Donnie tidak menelepon, sampai sekarang dua minggu setelah kejadian itu, Donnie belum juga meneleponnya. Dia sudah beberapa kali ingin menelepon Donnie, tapi Dania melarang keras sampai ponselnya disita. Sekarang dia membawa BB Dania yang tidak ada pulsa SMS atau telepon dan tidak ada contact Donnie di sana, malah ada contact Dana. Tapi untuk apa? Dana juga tidak menghubunginya beberapa hari ini, kemana pun dia Veya tidak perduli.
Walau sudah berkali - kali diperlakukan begini oleh Donnie, Veya tidak pernah merasa terbiasa. Dia selalu merasa kesepian dan tidak lengkap, itu sudah bisa menjadi alasan kuat Veya untuk tidak meninggalkan Donnie, dia membutuhkan Donnie, menyayanginya.
Brukk!!
Veya tidak sengaja menabrak seseorang yang membawa beberapa buku. "Maaf ya, saya nggak sengaja" Veya segera membantu memungut buku - buku tersebut. Orang yang ditabrak Veya adalah gadis imut sembilan belas tahunan, buku yang ingin dibelinya juga masih bergenre teenlit.
"Nggak apa - apa kok Kak, makasih udah dibantuin. Jangan ngelamun lagi ya" Gadis itu tersenyum manis, lalu pergi meninggalkannya. Veya mengikuti arah gadis itu pergi dan melihat, ,,,,,
Dana?
Dana dan seorang gadis sembilan belas tahunan? benar - benar, seleranya random sekali. Tapi rasa apa ini? Rasa yang tidak nyaman datang bersamaan saat Dana tersenyum manis pada gadis itu dan mencium keningnya. Apa yang terjadi padanya? Veya langsung berjalan menjauh dari mereka dan menyibukkan pikirannya sendiri.
Donnie harus segera kembali!
Apa dia sudah menjadi perempuan plin plan?
Kemarin merindukan Donnie setengah mati, tapi sekarang dia merasa sesak melihat Dana dengan perempuan lain?
Oh apa yang sudah kulakukan? Veya meremas rambutnya.
Veya berusaha tetap waras dan bisa beraktivitas di antara masalah dan pekerjaannya yang memusingkan. Dia harus membagi waktu, kapan dia bisa menangisi Donnie, yang sampai minggu kedua ini masih belum menghubunginya. Melonggarkan dadanya yang terus sesak dengan apa yang dilihatnya saat di toko buku, dan deadline laporan dan segala macam urusan kantornya. Dana berusaha berkali - kali meneleponnya, beberapa kali juga mendatangi kantornya, tapi sekarang Veya sudah berpesan pada Gia kalau dia tidak ingin bertemu Dana.
"Gue harus tetap waras!! Veya semangat!!"
Kringg.. Kriing....
Ponselnya berdering, tanpa melihat siapa yang menelepon dia mengangkatnya.
"Veya?" Ucapan pertama yang langsung melegakan Veya sampai dia ingin menagis. "Vey?" Tanya suara di seberang sekali lagi.
"Ha,, Halo Don" Suaranya bergetar, sebentar lagi dia akan menagis.
Setelah telepon dari Donnie, Veya merasakan dirinya yang lama kembali lagi, dia dan Donnie bahagia, cukup mereka. Veya kembali menjadi gadis yang lebih tergantung pada Donnie, apa - apa Donnie, dia seperti kehilangan kontrol pada dirinya sendiri.
"Lo kenapa lagi sih Vey? Kenapa lo begini lagi sama Donnie?" Dania protes saat Veya pulang setelah pergi seharian dengan Donnie.
"Begini gimana? Yang penting gue bahagia kan?" Veya dengan cueknya berjalan ke kamar mandi. Dania menunggu di luar sambil berteriak membalas perkataan Veya.
"Lo nggak gila kan? Lo tahu kalo suatu saat Donnie bakal ngilang lagi, lo mau itu terjadi?" Veya pura - pura tidak mendengarkan dan meneruskan mandinya. Saat Veya keluar Dania masih di sana.
"Gue mau ganti baju, lo keluar" Dania tetap bergeming, "Lo kenapa sih? Nggak seneng gue bahagia? Lo seneng gue nangis terus kayak kemarin, sekarang gue yakin Donnie bakal ada di sisi gue terus, dia udah janji"
"Janji yang ke berapa?" Veya pun tidak bisa menghitungnya, karena dia akan melupakannya saat Donnie kembali. "Apa ini karena Dana? Lo juga suka sama Dia?"
Veya berbalik menghadap Dania "Apa maksud lo?"
"Gue baca diary lo, gue tahu lo juga suka Dana dan gue suka kalo lo suka Dana, udah deh, putusin Donnie!"
"Lo! Keluar! Dan jangan sok tahu!" Perintahnya dengan nada tinggi.
Dana, Donnie, Dania
Kenapa semua masalah yang mengelilinya berawal dari huruf D? Sepertinya D adalah kutukan! Veya akan mengingat kalau tidak lagi - lagi menambah kenalan dengan awalan huruf D. Dia sekarang masih pergi dengan Donnie, tapi mulai jarang. Entah mengapa, sepertinya Donnie akan menghilang lagi. Dia tidak perduli, mati rasa! Dania mendiamkannya selama dua hari ini, dia tahu kalau perkataannya kasar, tapi kata - kata Dania juga tidak bisa dianggap sopan. Dana? Dia masih terus mengganggu Veya, menyebalkan!
Kriing,,, Kriingg
"Halo"
"Gue salah apa sih?" Suara di seberang menelusup lamban ke dalam pikirannya, Dana. Suara yang tanpa disadarinya dia rindukan.
Gue emang cewek plin plan! Kutuknya dalam hati. Veya bergerak akan menutup teleponnya,
"Jangan di tutup! Gue minta maaf atas apapun yang pernah gue lakuin sama lo, tapi beneran, jangan buat gue jadi orang gila begini"
"Biar lo gila!" Veya tahu kalau Dana bercanda.
"Waduhh,, sadis amat, hahahaha.. Veya my girl is back! Jalan yuk, udah lama nggak ganggu lo"
"Nggak mau!" Veya langsung menutup teleponnya, tapi selama lima menit kemudian telepon di ruangannya tetap berbunyi, sepuluh menit....
Arghhhh...
"Halo!" Sapanya galak
"Akhirnya diangkat juga, jalan yuk, kalo nggak gue bakal ngendon di kantor lo sampai lo pulang, untungnya gue hari ini free"
"Oke gue turun, kita makan"
"Hei santai dulu dong, kita minum dulu gimana?" Dana dengan seenaknya memesankannya minum dan makan. "Gue kangen sama lo"
Dada Veya berdebar tanpa permisi, ya cewek plin plan, lo emang suka sama dia, dan lo juga suka sama Donnie? Dan cowok di depan lo yang mulutnya manis ini juga udah punya pacar. Apa lo mau jadi ban serep? Pikiran Veya melantur kemana - mana.
Pesanan mereka datang, Veya lebih banyak diam, antara menikmati makan mereka juga karena menetralkan detak jantungnya. Antara senang dan merasa ada sesuatu yang tidak beres.
Byur
"Apa - apaan nih?" Seseorang menyiramkan milkshake, sepertinya mocca. Veya langsung bangkit berbalik memandang perempuan itu. Di belakang perempuan cantik dan marah itu, ada Donnie, mereka berpegangan tangan? Apa ini? Veya merasakan hal yang tidak menyenangkan sedang terjadi. Dia merasa malu karena beberapa pengunjung yang menempati meja di dekatnya, memandanginya.
"Jauhin cowok gue! Cewek nggak bener!"
Veya langsung tersulut marah "Cowok yang mana? Gue nggak tau" Veya sepertinya tahu, tapi dia berusaha percaya pada Donnie.
"Ini, Donnie cowok gue" Veya langsung lemas, semoga ini mimpi "Kemarin lo sering jalan sama dia kan? Lo mau apa dari dia? Gue punya buktinya!" Perempuan itu melemparkan lembaran foto ke wajah Veya. Veya bisa melihat wajahnya di salah satu foto. Foto dua hari yang lalu, saat terakhir dia bertemu Donnie di cafe. "Sekarang lo tahu kan? Gue mau tunangan sama dia, jangan ganggu kami!! Murahan!" Veya lalu merasakan sebuah tamparan keras di pipinya. Dana yang dari tadi duduk langsung bangkit dan mencekal tangan perempuan itu.
"Karin! Lo apa - apaan sih? Lo yang murahan tau nggak?" Dana membentak
"Lo! Jangan ikut campur! setelah gue putusin dan gue jalan sama Donnie, sekarang lo nggak terima? Jangan - jangan cewek ini suruhan lo! Buat ganggu hubungan gue sama Donnie?" Perempuan tadi malah berbalik marah ke Dana. Kabar apalagi ini? Dunia Veya seakan berputar.
"Jaga omongan lo! Lo terlalu percaya sama cowok banci lo! Dia pacar ini banci sampai sekarang, bahkan sebelum lo"
Dada Karin naik turun, menahan napas yang memburu. "Oke kita buktiin siapa yang bener, Donnie, ini pacar lo apa bukan?" Karin bertanya pada Donnie, Donnie yang ditanya hanya menundukkan kepala dan menjawab lirih.
"Kita nggak pacaran kok, kan kita cuma temen" Donnie tidak mau memandangku! dasar banci!! Jadi ini balasan atas kesabaranku! Banci!! Veya mengumpat dalam hati, dia ingin mencakar Donnie seperti dia ingin mencakar mukanya sendiri. Dasar bodoh!
"Kita kan pacaran, kamu bilang sayang sama aku, berarti kita pacaran. Kita bukan anak SMP lagi yang jadian harus nembak duluan" Veya seperti mengumpulkan sisa harga dirinya di hadapan perempuan yang sudah mempermalukannya di hadapan umum, seorang banci yang sialnya masih disayanginya, dan seorang laki - laki lainnya yang ingin didorongnya ke neraka. Arghhh,,,
"Sorry, kayaknya kamu salah sangka deh" Seperti petir tanpa hujan, kata - kata Donnie lebih menyakitkan dari seharusnya.
"Lo ngomong apa sih? jangan ngomong bahasa Jawa, gue nggak ngerti" Percakapan ini terulang lagi, sudah dua bulan mereka melakukan percakapan seperti ini, tapi Dana masih juga belum mengerti bahasa Jawa yang dikatakan Veya, walaupun sudah mendapat terjemahan bahasa Indonesia, seringnya Dana lupa.
"Jangan ganggu gue, Jelek!!"
"Ihh,, kok singkat banget, tadi perasaan gue ada bagus-bagusnya,, maksudnya apanya yang bagus?"
Tuuttt,,, Tuuutt
"Gimana sih? orang belom selesai ngomong udah di tutup,, Ngomong pake bahasa alien lagi. Gue kan nggak ngerti,, Mau diajakin makan kok jawabnya aneh gitu sih?" Dana mengomel sendiri ke HP-nya. Dia kemudian merenung di kantornya di rumah sakit, sejak hari itu, hari jalan-jalan panti, dia sudah memutuskan untuk mengejar Veya apapun yang terjadi.
Ini bukan soal dendam, ini soal hati.
***
"Berarti nanti kita makan siang di kantin rumah sakit kamu aja?"
"Iya,. soalnya nanti abis makan siang aku ada operasi"
"Oke,, aku masih ada kerjaan dikit nih, ketemu jam 12 ya"
"Iya,, Sayang kamu"
"S..Sayang kamu juga" Veya mengakhiri percakapanya dengan Donnie, dua bulan ini Donnie-nya juga kembali. Dania menggodanya habis-habisan. Katanya itu adalah surga semunya Veya.
"Ciee,, yang berasa di surga,, senyum terus" Goda Dania saat Veya menolak ajakannya untung berbelanja sebentar di Solo Square, Veya lebih memilih mengantar Donnie makan ramen di dekat rumah sakit.
Tapi Dania pasti tidak pernah lupa mengingatkan sepupu tersayangnya, "Jangan terlena, Hidup ini kayak roda yang berputar" Saat itu Veya hanya tertawa dan mengejek Dania yang sok tua.
Dia yakin Donnie kali ini tidak akan menghilang lagi, Donnie sudah siap bersamanya. Memulai dari awal, semoga!
"Kringgg" Suara telepon menyadarkannya. Veya lalu menjawab, ternyata Gia
"Opo Gi?" tanyanya pada resepsionis di lantai bawah, dia memang sudah akrab dengannya, jadi sering berbahasa informal saat berbicara.
"Ada mas nggantheng iki nyari kamu" Veya mengerutkan kening
"Siapa?" Donnie? bukannya dia berkata akan menemuinya di rumah sakit?
"Itu tuhh" Gia masih berahasia
"Suruh tunggu di bawah, aku turun makan siang" Veya melirik jam di mejanya, memang sudah pukul 12.00. Dia membereskan barang-barangnya lalu turun ke bawah. Dia lagi?
"Wonten nopo nggih mas?" (Ada apa ya mas?)
Dana berbalik dengan wajah cemberut. Wajah kesalnya di rumah sakit, wajah sengak dan angkuhnya di panti ternyata juga bisa menampakkan wajah cemberut seperti anak kecil. Seperti memiliki dua kepribadian saja. Veya berusaha menyembunyikan senyumannya.
"Jangan ngomong pake bahasa jawa yang begitu dong! gue ngertinya opo sama ora aja nih. Hasil belajar dari Gia" Gia mengangguk bersemangat karena berhasil mengajari dua kata dalam bahasa jawa yang sepertinya sepulau jawa tau, kecuali Dana.
"Itu kan hak gue, udah lo---" Dana tidak membiarkan Veya menyelesaikan perkataannya dan langsung menyeretnya keluar. Saat Veya akan berteriak, mulutnya sudah dibekap oleh Dana.
Saat mereka sudah sampai dalam mobil, Dana segera menjalankan mobilnya dengan Veya duduk di sebelahnya. Dana tersenyum puas sementara Veya menahan amarahnya. "Kita makan di mana?" tanya Dana dengan tampang polos, Veya tidak berusaha kabur karena pasti nanti dia tetap akan dikejar
"Gue mau makan di kantin rumah sakit, mau makan bareng Donnie. Nggak bisa ya kita kesana?" Veya dengan kesal bertanya. Dia menangkap kesan kalau Dana tidak menyukai Donnie, beberapa kali mereka bertemu Dana selalu dingin bahkan sinis. Mungkin itu juga yang menyebabkan Dana sering menjauhkannya dari Donnie. Tapi memangnya Dana siapanya? teman bukan, pacar apalagi??
"Ohhh,, lo mau makan sama dia? kenapa kasih tau gue sih? kan kalo gue tau, gue bakal bawa lo lebih jauh dari rumah sakit" Dana mengedipkan matanya. Sialan!!! Sok ganteng banget sih nih cowok! Perasaan pas pertama kali ketemu orangnya cool, sekarang kok genit begini sih? batin Veya kesal, dia tidak membalas perkataan Dana, sudah dipastikan mereka akan ribut kalau Veya membalas. Bukan hanya misterius, cool, genit saja, tapi Dana juga orangnya keras kepala.
***
"Maafin aku ya Don" Veya akhirnya menjauhi Dana untuk meminta maaf pada Donnie yang ternyata sudah lama menunggu di kantin. Dia berhasil mengancam Dana kalau dia akan turun di jalan, akhirnya Dana mau mengantarkannya ke Rumah Sakit, tapi tetap saja telat, sekarang sudah pukul satu lebih.
"Kamu ke mana sih? kamu tau kan aku ada operasi sebentar lagi. kamu apa-apaan sih?"
"Aduh maafin aku Don, ini juga bukan kemauan aku,,, kamu yang tenang ya, biar operasinya lancar. nanti kalo udah selesai---"
"Nanti malem tunggu aja aku telepon, aku mau operasi" Donnie langsung pergi keluar kantin, Veya hanya bisa menghela napas sambil memandang jari - jari tangannya. Bagaimana kalau setelah ini Donnie menjauhinya? Baru juga dia bisa dekat dengan Donnie lagi.
"Shit! Apa yang gue lakukan?" Umpatnya pelan.
Di kantin rumah sakit, Dana mendengar semua percakapan antara Donnie dengan Veya. Dia ingin sekali berlari mengejar Donnie dan menghajarnya, kata - kata macam apa yang sudah dikatakannya pada Veya? "Dasar banci!" Umpatnya. Dana akan berjalan mendekati Veya, tapi sebuah panggilan menahannya.
"Dokter Dana, sekarang waktunya daily check pasien" Dana menatapnya aneh, perawat tersebut menjelaskan "Kan Dokter Prass sedang tidak ada, dan saya mendapat konfirmasi kalau dokter yang menggantikan" Dana mendesah kesal, tapi kewajiban adalah kewajiban. Dan itulah yang dulu dipilihnya untuk menjadi jalan hidup, Dana berjalan keluar kantin diikuti perawat tadi.
Malamnya Veya cemas menunggu telepon Donnie, dia sudah selesai mandi dengan cepat, bahkan dia membawa ponselnya ke kamar mandi. Dia tidak ingin melewatkan satu panggilan pun dari Donnie, ini satu - satunya kesempatannya untuk menjelaskan.
"Aduhh mbak, HP-nya bisa kering kalo diperes begitu, nggak bisa juga mendadak bunyi karena dipegangin terus. Udah deh, mau kopi?" Dania duduk di depan TV sambil membawa secangkir kopi panas.
"Apa operasinya nggak berhasil ya? Jadi dia lagi badmood berat, apa ponselnya ilang? Apa jaringannya buruk ya gara - gara hujan?" Veya bertanya terus tentang kemungkinan Donnie yang belum juga meneleponnya.
"Atau jangan - jangan dia mau balas dendam karena dia tahu masalah tadi siang, dia mau jalan sama cewek lain" Ucapan Dania yang memanas - manasi langsung mendapat jitakan keras dari Veya. "Aduuuh, sakit tau! lo polos banget sih, kalian udah gede ya! Dan nggak sekali dua kali lo diginiin sama Donnie, jadi seharusnya lo udah biasa"
"Gue nggak bisa biasa, karena nggak ada Donnie itu rasanya nggak biasa"
"Luar biasa? Malah bagus" Dania tidak mau kalah
"Ihhhh, gue serius juga, sini kopinya!!!"
***
Veya berjalan mengitari deretan buku sambil merenung, dia sedang mencari novel terbaru karya pengarang favoritnya, tapi sepertinya pikirannya sedang tidak ada di tempat, melayang - layang ke masalah pribadinya.Donnie,,,,
Malam itu Donnie tidak menelepon, sampai sekarang dua minggu setelah kejadian itu, Donnie belum juga meneleponnya. Dia sudah beberapa kali ingin menelepon Donnie, tapi Dania melarang keras sampai ponselnya disita. Sekarang dia membawa BB Dania yang tidak ada pulsa SMS atau telepon dan tidak ada contact Donnie di sana, malah ada contact Dana. Tapi untuk apa? Dana juga tidak menghubunginya beberapa hari ini, kemana pun dia Veya tidak perduli.
Walau sudah berkali - kali diperlakukan begini oleh Donnie, Veya tidak pernah merasa terbiasa. Dia selalu merasa kesepian dan tidak lengkap, itu sudah bisa menjadi alasan kuat Veya untuk tidak meninggalkan Donnie, dia membutuhkan Donnie, menyayanginya.
Brukk!!
Veya tidak sengaja menabrak seseorang yang membawa beberapa buku. "Maaf ya, saya nggak sengaja" Veya segera membantu memungut buku - buku tersebut. Orang yang ditabrak Veya adalah gadis imut sembilan belas tahunan, buku yang ingin dibelinya juga masih bergenre teenlit.
"Nggak apa - apa kok Kak, makasih udah dibantuin. Jangan ngelamun lagi ya" Gadis itu tersenyum manis, lalu pergi meninggalkannya. Veya mengikuti arah gadis itu pergi dan melihat, ,,,,,
Dana?
Dana dan seorang gadis sembilan belas tahunan? benar - benar, seleranya random sekali. Tapi rasa apa ini? Rasa yang tidak nyaman datang bersamaan saat Dana tersenyum manis pada gadis itu dan mencium keningnya. Apa yang terjadi padanya? Veya langsung berjalan menjauh dari mereka dan menyibukkan pikirannya sendiri.
Donnie harus segera kembali!
Apa dia sudah menjadi perempuan plin plan?
Kemarin merindukan Donnie setengah mati, tapi sekarang dia merasa sesak melihat Dana dengan perempuan lain?
Oh apa yang sudah kulakukan? Veya meremas rambutnya.
***
Veya berusaha tetap waras dan bisa beraktivitas di antara masalah dan pekerjaannya yang memusingkan. Dia harus membagi waktu, kapan dia bisa menangisi Donnie, yang sampai minggu kedua ini masih belum menghubunginya. Melonggarkan dadanya yang terus sesak dengan apa yang dilihatnya saat di toko buku, dan deadline laporan dan segala macam urusan kantornya. Dana berusaha berkali - kali meneleponnya, beberapa kali juga mendatangi kantornya, tapi sekarang Veya sudah berpesan pada Gia kalau dia tidak ingin bertemu Dana.
"Gue harus tetap waras!! Veya semangat!!"
Kringg.. Kriing....
Ponselnya berdering, tanpa melihat siapa yang menelepon dia mengangkatnya.
"Veya?" Ucapan pertama yang langsung melegakan Veya sampai dia ingin menagis. "Vey?" Tanya suara di seberang sekali lagi.
"Ha,, Halo Don" Suaranya bergetar, sebentar lagi dia akan menagis.
***
Setelah telepon dari Donnie, Veya merasakan dirinya yang lama kembali lagi, dia dan Donnie bahagia, cukup mereka. Veya kembali menjadi gadis yang lebih tergantung pada Donnie, apa - apa Donnie, dia seperti kehilangan kontrol pada dirinya sendiri.
"Lo kenapa lagi sih Vey? Kenapa lo begini lagi sama Donnie?" Dania protes saat Veya pulang setelah pergi seharian dengan Donnie.
"Begini gimana? Yang penting gue bahagia kan?" Veya dengan cueknya berjalan ke kamar mandi. Dania menunggu di luar sambil berteriak membalas perkataan Veya.
"Lo nggak gila kan? Lo tahu kalo suatu saat Donnie bakal ngilang lagi, lo mau itu terjadi?" Veya pura - pura tidak mendengarkan dan meneruskan mandinya. Saat Veya keluar Dania masih di sana.
"Gue mau ganti baju, lo keluar" Dania tetap bergeming, "Lo kenapa sih? Nggak seneng gue bahagia? Lo seneng gue nangis terus kayak kemarin, sekarang gue yakin Donnie bakal ada di sisi gue terus, dia udah janji"
"Janji yang ke berapa?" Veya pun tidak bisa menghitungnya, karena dia akan melupakannya saat Donnie kembali. "Apa ini karena Dana? Lo juga suka sama Dia?"
Veya berbalik menghadap Dania "Apa maksud lo?"
"Gue baca diary lo, gue tahu lo juga suka Dana dan gue suka kalo lo suka Dana, udah deh, putusin Donnie!"
"Lo! Keluar! Dan jangan sok tahu!" Perintahnya dengan nada tinggi.
Dana, Donnie, Dania
Kenapa semua masalah yang mengelilinya berawal dari huruf D? Sepertinya D adalah kutukan! Veya akan mengingat kalau tidak lagi - lagi menambah kenalan dengan awalan huruf D. Dia sekarang masih pergi dengan Donnie, tapi mulai jarang. Entah mengapa, sepertinya Donnie akan menghilang lagi. Dia tidak perduli, mati rasa! Dania mendiamkannya selama dua hari ini, dia tahu kalau perkataannya kasar, tapi kata - kata Dania juga tidak bisa dianggap sopan. Dana? Dia masih terus mengganggu Veya, menyebalkan!
Kriing,,, Kriingg
"Halo"
"Gue salah apa sih?" Suara di seberang menelusup lamban ke dalam pikirannya, Dana. Suara yang tanpa disadarinya dia rindukan.
Gue emang cewek plin plan! Kutuknya dalam hati. Veya bergerak akan menutup teleponnya,
"Jangan di tutup! Gue minta maaf atas apapun yang pernah gue lakuin sama lo, tapi beneran, jangan buat gue jadi orang gila begini"
"Biar lo gila!" Veya tahu kalau Dana bercanda.
"Waduhh,, sadis amat, hahahaha.. Veya my girl is back! Jalan yuk, udah lama nggak ganggu lo"
"Nggak mau!" Veya langsung menutup teleponnya, tapi selama lima menit kemudian telepon di ruangannya tetap berbunyi, sepuluh menit....
Arghhhh...
"Halo!" Sapanya galak
"Akhirnya diangkat juga, jalan yuk, kalo nggak gue bakal ngendon di kantor lo sampai lo pulang, untungnya gue hari ini free"
"Oke gue turun, kita makan"
***
"Lo mau apa lagi?" Tanya Veya kesal, Donnie, Dana , Dania memang jago membuatnya stress."Hei santai dulu dong, kita minum dulu gimana?" Dana dengan seenaknya memesankannya minum dan makan. "Gue kangen sama lo"
Dada Veya berdebar tanpa permisi, ya cewek plin plan, lo emang suka sama dia, dan lo juga suka sama Donnie? Dan cowok di depan lo yang mulutnya manis ini juga udah punya pacar. Apa lo mau jadi ban serep? Pikiran Veya melantur kemana - mana.
Pesanan mereka datang, Veya lebih banyak diam, antara menikmati makan mereka juga karena menetralkan detak jantungnya. Antara senang dan merasa ada sesuatu yang tidak beres.
Byur
"Apa - apaan nih?" Seseorang menyiramkan milkshake, sepertinya mocca. Veya langsung bangkit berbalik memandang perempuan itu. Di belakang perempuan cantik dan marah itu, ada Donnie, mereka berpegangan tangan? Apa ini? Veya merasakan hal yang tidak menyenangkan sedang terjadi. Dia merasa malu karena beberapa pengunjung yang menempati meja di dekatnya, memandanginya.
"Jauhin cowok gue! Cewek nggak bener!"
Veya langsung tersulut marah "Cowok yang mana? Gue nggak tau" Veya sepertinya tahu, tapi dia berusaha percaya pada Donnie.
"Ini, Donnie cowok gue" Veya langsung lemas, semoga ini mimpi "Kemarin lo sering jalan sama dia kan? Lo mau apa dari dia? Gue punya buktinya!" Perempuan itu melemparkan lembaran foto ke wajah Veya. Veya bisa melihat wajahnya di salah satu foto. Foto dua hari yang lalu, saat terakhir dia bertemu Donnie di cafe. "Sekarang lo tahu kan? Gue mau tunangan sama dia, jangan ganggu kami!! Murahan!" Veya lalu merasakan sebuah tamparan keras di pipinya. Dana yang dari tadi duduk langsung bangkit dan mencekal tangan perempuan itu.
"Karin! Lo apa - apaan sih? Lo yang murahan tau nggak?" Dana membentak
"Lo! Jangan ikut campur! setelah gue putusin dan gue jalan sama Donnie, sekarang lo nggak terima? Jangan - jangan cewek ini suruhan lo! Buat ganggu hubungan gue sama Donnie?" Perempuan tadi malah berbalik marah ke Dana. Kabar apalagi ini? Dunia Veya seakan berputar.
"Jaga omongan lo! Lo terlalu percaya sama cowok banci lo! Dia pacar ini banci sampai sekarang, bahkan sebelum lo"
Dada Karin naik turun, menahan napas yang memburu. "Oke kita buktiin siapa yang bener, Donnie, ini pacar lo apa bukan?" Karin bertanya pada Donnie, Donnie yang ditanya hanya menundukkan kepala dan menjawab lirih.
"Kita nggak pacaran kok, kan kita cuma temen" Donnie tidak mau memandangku! dasar banci!! Jadi ini balasan atas kesabaranku! Banci!! Veya mengumpat dalam hati, dia ingin mencakar Donnie seperti dia ingin mencakar mukanya sendiri. Dasar bodoh!
"Kita kan pacaran, kamu bilang sayang sama aku, berarti kita pacaran. Kita bukan anak SMP lagi yang jadian harus nembak duluan" Veya seperti mengumpulkan sisa harga dirinya di hadapan perempuan yang sudah mempermalukannya di hadapan umum, seorang banci yang sialnya masih disayanginya, dan seorang laki - laki lainnya yang ingin didorongnya ke neraka. Arghhh,,,
"Sorry, kayaknya kamu salah sangka deh" Seperti petir tanpa hujan, kata - kata Donnie lebih menyakitkan dari seharusnya.
No comments:
Post a Comment