“Yang, bangun”
Dinda mengguncang-guncang tubuh Lio yang masih berselimut tebal. “Yaaang, udah
jam 5 nih” Diguncangnya sekali lagi, tapi belum bangun juga. Dinda mendekatkan
wajahnya ke wajah Lio dan mencium pipinya, “Bangun dooong” Saat akan mencium
pipinya sekali lagi, tiba-tiba Lio menoleh ke kiri menyambut ciuman Dinda
dengan bibirnya. Dinda berteriak, tapi tentu Lio tidak menghentikan aksinya.
Malah semakin bersemangat.
Dinda juga ditarik
ke pelukan suaminya, mereka bergelung sebentar di ranjang sebelum Lio
menghentikan serangan fajarnya. “Pagi Sayang” Sapa Lio dengan tersenyum lebar
“Nakal ihhh!!
Dibangunin dari tadi nggak bangun-bangun, solat subuh gih”
“Dingin, peluk lima
menit lagi” Bukannya menuruti perkataan Dinda Lio malah mengubur wajahnya di
rambut Dinda.
“Tapi..” Dinda
berusaha melepaskan kurungan Lio
“Nggak ada
tapi-tapian”
“Tapi---“
Klek
“Dinda?”Tiba-tibaDimas
masuk ke kamar pasangan yang baru menikah empat bulan yang lalu itu.
“Heh!!” Lio dan
Dinda langsung bangkit dari posisi berbaring.
“Wah wah wah,,,
Nggak sopan, Gue suruh bangunin Lio, kenapa lo malah tidur lagi?” Dengan wajah
tidak bersalah Dimas malah menegur Dinda
“Heh! Lo itu yang
nggak sopan, kenapa lo di pagi buta begini ke rumah gue?” Lio melirik nakas,
tempat jam digital yang menunjukkan pukul lima lebih dan semakin kesal, Dinda hanya bisa tersenyum kecut. Dua
orang tua ini kalau bertemu, sudah dipastikan posisinya akan tersingkir.
Ributnya ngalahin suami istri.
“Udah ah! Buruan
solat, ayo dek” Ajaknya ke Dinda lalu pergi
“Kenapa sih ada
dia?Mana istrinya?” Tanya Lio beruntun
“Mbak Inggit lagi
ke luar kota, ada workshop sama tinjauan
apa gitu,” Jelas Dinda sambil merapikan tempat tidur, tapi sulit karena Lio
belum bangkit. Masih duduk di bedcover
“Terus apa
hubungannya?” Lio mulai merasakan firasat tidak enak
“Kak Dimas ngerasa
jadi duda dadakan, jadi dia ke sini. Mau nginep sementara sampai mbak Inggit
pulang”
“Hah? Nggak boleh!
Kita baru nikah empat bulan udah diganggu aja” Lio langsung protes
“Aku sih maunya dia
tinggal di rumah Ayah sama Ibu aja, abis kalo kalian ketemu ribut terus sih.
Tapi Ayah sama Ibu kan lagi liburan. Nggak ada orang”
“Dindaaaa,, Liooo,,
Ayo!” Terdengar teriakan dari ruang solat
“Iyaaa,, Ayo ah solat
dulu, Lapor kalo hari ini kita masih hidup” Dinda menarik Lio bangkit, tapi Lio
menariknya, mengecupnya sekilas. Lio tidak bosan-bosannya menggoda Dinda.
***
Hidup Lio dan Dinda
empat bulan ini menyenangkan, kadang juga ngeselin, atau bertengkar. Tapi
menurut Dinda ini adalah masa-masa paling membahagiakan sepanjang hubungannya
dengan Lio dimulai. Setiap hari sebelum tidur dia akan dipeluk Lio dan
diusap-usap kepalanya sambil saling bercerita tentang kegiatan sepanjang hari,
menurut Lio itu sangat penting. Karena sekarang Lio mudah sekali cemburu.Dinda
banyak yang naksir, jadi secara nggak disadari Dinda, Lio telah
menginterogasinya.
Dinda walaupun
sudah besar, tapi tetap belum juga dewasa, Lio kadang gemas melihat Dinda yang
tidak ngeh kalau digoda teman
kerjanya. Pekerjaan Lio dulu sebelum mereka pacaran, selama pacaran, bahkan
setelah menikah, masih jadi malaikat pelindung Dinda. Dinda sudah lebih sehat,
walaupun kadang masih bandel telat makan, jadinya kadang magh-nya kambuh dan
Lio merawat Dinda seperti sebelum-sebelumnya. Lio lebih galak lagi mengatur
porsi makan, jam makan, dan apa saja yang dimakan Dinda. Dinda karena terbiasa
sejak kecil diperlakukan seperti itu oleh Lio dan Dimas hanya harus
menggandakan kesabarannya, diluar itu tidak masalah. Malah dia bersyukur
mempunyai pasangan yang sangat perhatian.
Setiap pagi Dinda
akan membangunkan Lio yang dari dulu susah bangun pagi, untuk solat dan mandi.
Bermacam-macam cara dilakukan, mulai dari yang lembut seperti tadi sampai
dengan menyipratkan air es. Lio kemudian mandi dan kadang gantian memasak.
Dinda sama sekali belum bisa memasak pada awal pernikahan, tapi Lio
mengajarinya sedikit-sedikit akhirnya Dinda sudah mulai bisa memasak.
“Yang, masih
ngantuk. Pakein kemeja dong” Lio selesai mandi dan berjalan bertelanjang dada
menuju dapur dengan mata mengantuk walau habis mandi. Kebiasaannya karena dia
baru bisa tidur di atas pukul duabelas malam.
“Oh ini kerjaan lo
selama ini? Genit-genitan mulu lo! Om mesum” Dimas sudah rapi di meja makan,
sementara Dinda yang juga sudah rapi sedang memasak nasi goreng.
“Ishhh,, terserah
gue dong, genit sama istri sendiri kan halal. Yaaang” Dinda langsung mematikan
kompor dan menghampiri Lio
“Kok nggak pake
kaos putih sih? Keliatan dong” Protes Dinda
“Abis aku nggak
nemu tadi” Dasar cowok, nggak mau ribet nyari. Maunya terima beres aja. Padahal
Dinda sudah melipat rapi kaos-kaos putih untuk dalaman di lemari kecil kamar
mandi.
Dinda berjalan ke
kamar untuk mengambilkan kaos “Kak Dimas, ambil sendiri ya nasinya”
Dimas menggerutu
dan merasa agak menyesal, kalau jadinya dipameri terus oleh Dinda dan Lio dia
tidak akan ke sini. Niatnya mau gangguin kok malah jadi lebih kangen sama istri
sendiri.
***
Dua hari
kemudian,,,
“Kak Dimas kok
jelek banget sih?” Dinda menyeletuk saat Dimas melewati Dinda yang sedang
menonton TV
“Sembarangan, gue
ganteng dan mature gini kok,
tiba-tiba aja lo bilang gue jelek. Kalo jelek si Inggit nggak bakal nyantol ke
gue” Dimas yang akan berlalu langsung duduk di sebelah Dinda. Lio sendiri belum
pulang karena sedang lembur dan Istri Dimas juga belum kembali.
“Tapi gue ngerasa
lo dekil banget tau kak, Suami gue juga gitu. Dulu dia ganteng banget, tapi kok
akhir-akhir ini dia dekil juga. Jangan-jangan karena Kak Dimas lagi, nular
dekilnya”
“Sialan! Tambah
gede tambah nggak sopan ya lo. Lio belum balik, kok lo udah balik? Nggak ada
siaran malem?”
Dinda menggeleng, “Gue
pusing banget nih Kak”
“Yaudah lo tidur
aja deh, mau minum obat?” Tawar Dimas, sedikit khawatir juga pada Dinda.
“Nggak mau minum
obat, tidur aja deh. Tapi kalau kakak mau bikinin susu anget gue mau”
“Oke”
Saat Lio pulang jam
sembilan malam Dimas menyapawaktu Lio melewati ruang TV, “Dinda sakit tuh”
“Sakit apa? Tadi
perasaan pas gue telepon siang dia baik-baik aja” Lio langsung terlihat
khawatir dan masuk kamar.
“Yeee,, belom juga
di jawab, udah kabur aja” Omel Dimas lalu melanjutkan acara menonton TV-nya.
Lio langsung mandi
dan berganti baju saat melihat Dinda masih tidur, selesai mandi dia
membaringkan tubuhnya di samping Dinda dan memeluknya, membuat Dinda terbangun
“Sorry.. masih sakit Yang?” Lio mengecup
kening Dinda cepat
“Masih lemes”
“Udah makan?” Tanya
Lio lagi, dijawab gelengan pelan Dinda
“Mau makan apa? Mau
minum obat juga?”
“Mau makan nasi
uduk di pojokan pasar itu, mau yang anget-anget. Aku nggak mau minum obat”
Dinda bersuara sangat lemah dan sambil menangis, membuat Lio lebih khawatir.
“Yaudah,, aku
beliin deh, kamu tidur lagi ya?” Dinda kembali menggeleng
“Aku mau makan di
sana aja” Sebenarnya Lio sudah akan menolak, tapi Dinda yang menangis
membuatnya tidak tega.
“Yaudah”
Sesampainya di
tempat makan Dinda langsung turun dan memilih lauk untuk nasi uduknya dengan
bersemangat, beda sekali dengan keadaan lemasnya di rumah. Dimas dan Lio
langsung berpandangan dan saling mengangkat bahu melihat keanehan Dinda. Akhirnya
mereka makan, Dinda makan dengan lahap, disuapi Lio dia berhasil menghabiskan
satu setengah porsi nasi uduk.
“Kamu laper banget
ya? Kapan terakhir makan?” Tanya Lio menyelidik
“Tadi siang pas
kamu telepon aku langsung makan kok. Nggak tahu nih aku tiba-tiba laper banget”
“Udah sembuh Din?”
Tanya Dimas menyelidik, dia seperti menyadari sesuatu, tapi masih tidak yakin.
Dinda hanya mengangguk.
***
Lio yang memang menderita
insomnia parah, tidak bisa tidur sebelum pukul dua, menonton pertandingan bola
di TV. Di kamarnya tidak dipasang TV karena Dinda tidak bisa tidur kalau
mendengar suara-suara. Tiba-tiba Dinda menghampirinya,
“Yang” Dinda duduk
di sebelah Lio
“Kok kamu bangun
sih?” Tanya Lio sambil merangkulkan lengannya pada Dinda, menyandarkan tubuh
Dinda padanya.
“Nggak tau
tiba-tiba kebangun, Laper Yang” Perkataan Dinda membuat Lio mengerutkan dahinya
“Tadi kan udah
makan satu setengah porsi, jam setengah sepuluh lho Yang. Sekarang baru jam
satu pagi”
“Nggak tau, aku mau
telur dadar yang kamu bikinin. Lemes terus bawaannya, tapi laper juga” Akhirnya
Lio memasakkan pesanan istri tercintanya, Dinda dengan sabar menunggu di meja
makan yang berada tepat di depan dapur.Selesai memasak, Lio langsung membawa
piring berisi telur dadar untuk Dinda, tapi begitu dia menengok ke meja makan
Dinda sudah menelungkupkan wajahnya, tertidur.
“Lho? Yang,,” Dia
berusaha membangunkan Dinda, tapi Dinda sudah pulas. “Apa dia tadi ngelindur
ya? Lio membiarkan Dinda tertidur dulu di meja makan. Lio menghabiskan sendiri
telur dadarnya sambil memandangi wajah Dinda. “Kamu kok beberapa hari ini aneh
banget sih Yang? Aku sama Dimas dibilang dekil? Lemes lah, pusing, mual,
makannya banyak lagi, sekarang ngelindur? Kamu sakit apa sih sebenarnya?” Dinda
tidak menjawab pertanyaan Lio, sudah pulas tidur. Setelah makan telur dadar
masakannya sendiri, Lio menggendong Dinda dan membaringkannya. Lio yang juga
sudah mengantuktidur sambil memeluk istrinya.
***
Kresekk,,,
kreseeekk,, kresekk..
Lio terbangun
karena pergerakan Dinda yang ingin keluar dari kurunganlengannya. “Yang, aku
mau pipis.. Udah jam lima nih” Lio langsung bangun dan mencoba mencium Dinda,
ciuman selamat pagi seperti biasanya. Tapi Dinda menghindar “Yang, kamu belum
sikat gigi ihh” Dinda berhasil keluar dari pelukan Lio langsung berlari ke
kamar mandi. Lio yang ditinggal langsung manyun. Tumben nyium harus sikat gigi
dulu, biasanya nggak juga nggak apa-apa.
Pukul 08.30 Lio
sudah berada di kantornya, tadi sebelum Dinda berangkat Lio sudah mengingatkan
agar tidak terlalu capek. Dinda sih bilangnya sudah sehat, tapi Lio tidak mau
Dinda sakit lagi.
Lio melihat
jadwalnya hari ini, tidak ada yang spesial, Lio bekerja di salah satu BUMN yang
mengelola minyak nasional. Sebagai lulusan teknik perminyakan dia ingin bekerja
di lapangan, tapi karena mempertimbangkan kesehatan Dinda dia mendaftar sebagai
staff saja. Kalau bekerja di pertambangan lepas pantai, Lio tidak bisa pulang
selama bebulan-bulan, dia pasti juga tidak tahan kalau tidak bertemu Dinda.
HP Lio tiba-tiba bergetar,
“Halo Ta?” Sapanya pada sahabat istrinya di stasiun TV.
“Dinda pingsan” Lio
langsung menegakkan duduknya
“Hah? Sekarang dia
di mana? Klinik deket kantor lo? Oke gue kesana” Lio langsung mendatangi meja
sekretarisnya, “Dini, Istri saya pingsan, saya mau ke klinik menjemputnya
sebentar”
“Baik Pak” Lio
langsung bergegas turun dan menuju ke klinik. Untung saja kantornya dengan
kantor Dinda tidak begitu jauh, jadi dengan cepat Lio sudah sampai di klinik.
Ternyata Tata,
sahabat Dinda sudah menunggu di luar klinik, “Gimana Ta?” Tanya Lio berusaha tenang
“Nggak tau, masih
diperiksa dokter” Mendengar itu Lio langsung bergegas ke ruang perawatan
darurat, tapi pintunya masih tertutup. Tata mengikutinya dari belakang.
“Kok Dinda bisa
pingsan?”
Sambil menghampiri
Lio Tata menjelaskan “Tadi waktu dia selesai siaran breaking news, dia bilang pusing gitu, lemes. Gue suruh dia duduk
sebentar, mau gue ambilin minuman anget, pas gue balik dia udah pingsan” Wajah
Lio terlihat khawatir “Dia sakit ya?”
“Iya, kemarin dia
juga pusing gitu, tapi tadi malem udah sehat. Gue kirain udah sembuh. Tadi pagi
dia juga bilang udah sehat kok. Nggak taunya” Lio melirik ke pintu pemeriksaan
Dinda lalu melanjutkan “Dia juga aneh gitu akhir-akhir ini, dia makannya banyak,
terus maunya aneh malem-malem”
“Hah? Beneran?”
Tata terlihat bersemangat, tapi tentu saja Lio tidak menyadari maksudnya.
“Iya, emang kenapa
Ta?” Bukannya menjawab Tata malah menyalaminya. “Kenapa sih Ta?”
“Selamat, Lo
sebentar lagi bakal jadi bapak”
“Hah? Maksud lo?” Pertanyaan
bodoh Lio langsung di sambut dengan jitakan keras dari Tata
“Ah, om bego!! Dia
hamil dudul”
“Hah??????” Lio
malah lebih bengong lagi “Beneran?”
Klek, pintu pemeriksaan
terbuka. Dokter perempuan keluar dari sana.
“Gimana istri saya
dok?” Tata yang sudah yakin apa yang dikatakan dokter itu langsung izin masuk
untuk bertemu Dinda.
“Selamat Pak, istri
anda positif hamil” Lio langsung bengong, jadi Tata benar? “Bu Dinda baru hamil
lima minggu, mohon dijaga Pak. Karena sepertinya kondisi Bu Dinda agak sedikit
lemah”
“Oh iya dok,
makasih! Istri saya dulu lahirnya prematur, jadi memang keadaan tubuhnya agak
lemah”
“Wah kalau begitu
Bapak dan Ibu harus lebih intensif memeriksakan kehamilan ya pak!”
“Iya dok, sekali
lagi, terimakasih Dok!” Lio mendesah bahagia lalu bergegas masuk ke kamar Dinda
diperiksa. Di dalam dia melihat Dinda yang masih terbaring di ranjang. “Hei”
Sapanya dengan suara serak, dia masih belum percaya sepenuhnya. Dinda tersenyum
lemah, bibirnya pucat.
“Tuh Lio dateng,
gue balik kantor dulu ya” Setelah berpamitan dengan Dinda, Tata berbisik ke
Lio. “Belom gue kasih tau Daddy wanabe,
surpise her!!” Lio hanya bisa menggelengkan kepalanya, Tata memang usil.
“Kamu udah enakan?”
Dinda hanya mengangguk sambil menahan tangis, sama seperti dulu Dinda selalu
tidak tahan diperhatikan saat sakit. Dia mudah menangis saat sakit. Lio
langsung mengusap air mata yang jatuh dan mencium bekasnya. “Kamu udah siap
pulang atau mau di sini dulu?”
“Maafin ya, aku
sakit lagi”
“Kenapa sih? Nggak
apa-apa, mulai sekarang aku bakal lebih sering ngatur makan kamu, kegiatan kamu,
kerja, atau apapun”
“Hahaha,,,, kamu
gitu banget sih Yang, kan aku nggak sekali ini sakit” Lio langsung memeluk
Dinda
“Kita bakal punya
bayi” Hening.. “Kamu hamil”
“Hah?”
***
Kriiingggg...
“Iya yang?” Lio
sedang berjibaku dengan dokumen-dokumen laporannya ketika Dinda untuk kesekian
kalinya dalam sehari ini menelepon. Sejak pemberitahuan bahwa Dinda hamil,
Dinda mendadak jadi menginginkan banyak hal, lebih dari sebelumnya. Ngidam
parah.
“Nanti kalau kamu
pulang, aku bawain martabak manis juga ya? Yang di deket minimarket itu. Aku
nggak mau kalau yang lain” Lio mendesah, sebelum telepon ini Dinda sudah
memintanya membelikan Es krim, padahal di rumah sudah ada es krim. Tapi Dinda
mau eskrim yang baru di beli. Dia memesan rasa yang sama dengan yang ada di
rumah. Kenapa bukan Dimas? Padahal tempat kerja Dimas lebih dekat dengan kafe
es krim atau martabak? Lagipula Dimas masih tinggal dengan mereka. Jawabannya, karena
Dinda menginginkan kalau semua keinginannya dipenuhi Lio, bukan orang lain.
“Nggak bisa yang
deket sama kafe gelatonya aja Yang? Sekalian gitu?” Lio berusaha membujuk
“Nggak mau, aku
maunya yang di deket minimarket.”Lio mendesah sekali lagi sebelum mengiyakan. Dinda
sedang bedrest, cuti. Lio membuktikan
perkataannya, sekarang Dinda diatur penuh. Dinda membantah, tapi Lio didukung
dokter kandungan yang memeriksa Dinda. Dinda disarankan bedrest selama bebrapa hari karena morning sickness yang parah, pola makan yang buruk, dan keadaan
tubuh Dinda sendiri yang memang lemah. Sebenarnya sebelum Dinda pingsan, dia
sudah mengalami beberapa kali muntah, pusing, dan tidak napsu makan. Tapi dia
menyembunyikannya dari Lio, takut Lio khawatir. Lio mau mengomel habis-habisan,
tapi langsung tidak tega ketika melihat wajah sedih Dinda.
Lio memutar
percakapannya dengan Dinda beberapa hari yang lalu, dia masih memikirkannya
sampai sekarang. Salah satu alasannya menuruti semua keinginan Dinda. Kemarin
dia dan Dinda sudah pulang dari klinik, Dinda langsung istirahat. Lio sendiri
berusaha membuat Dinda nyaman, menanyakan apa keinginan Dinda, tapi Dinda hanya
ingin istirahat.
Saat akan lelap tertidur, Lio mendengar Dinda di kamar mandi
sedang muntah.
“Kamu nggak apa-apa yang?” Lio khawatir, sejak mereka
pulang dari dokter sudah tiga kali Dinda muntah. Dinda hanya menggeleng. Dengan
dipapah Lio, Dinda kembali ke kamar. “Minum dulu ya” Lio mengambilkan air
putih. Dinda kembali berbaring, tapi memunggungi Lio. “Kamu kenapa?” Dinda
sudah menangis.
“Aku nggak tau, Aku nggak tau aku bisa nggak jadi orang
tua yang baik buat anak kita” Lio langsung membalikkan badan Dinda dan
melayangkan pandangan tidak suka
“Kamu ngomong apa sih? Hormon perempuan hamil ya?”
“Aku hamil aja udah lemah gini, Apa anak kita sehat
nanti? Jangan-jangan anak kita nanti sakit-sakitan” Lio memeluk Dinda,
menenangkan.
“Aku takut nantinya kita nggak bisa jadi orang tua yang
baik, khususnya aku. Nanti kalo aku jadi Ibu, gimana kalo aku sakit-sakitan
nggak bisa ngasih yang terbaik buat dia?”
Lio langsung mencium Dinda, “Jangan pikirin yang lain
dulu, kamu istirahat, sehat nanti pasti bayi kita bahagia”Dinda malah menangis lebih
keras di dada Lio.
“Kita nggak tau nantinya gimana, emangnya aku nanti pasti
jadi orangtua yang bener? Aku aja nggak tau kamu hamil sampai dokter yang
bilang. Aku jagain kamu aja nggak bisa, gimana mau jagain bayi kita?” Dinda
langsung mencubit perut Lio
“Kok malah bercanda sih? Aku kan emang sering sakit,
bukan salah kamu!!” Dinda protes
“Hahaha,,, bukan itu intinya, kita sama-sama belum pernah
jadi orangtua, jadi kita akan sama-sama belajar. Kamu nggak bisa ngomong kalau
kamu bukan orangtua yang baik, karena kamu aja belum pernah jadi orang tua,
belum pernah jadi Ibu” Dinda langsung tersenyum dan mencium pipi Lio.
Lio sadar
kekhawatiran Dinda, Dinda merasa sedih karena dokter mengatakan kandungannya
lemah. Dia takut bayinya tidak bertahan karena keadaan Ibunya, tapi Lio yakin
kalau mereka akan baik-baik saja. Dinda itu kuat, pasti bayi mereka mengerti
keadaan Ibunya. Dan Lio akan selalu mendukung Dinda.
***
Dinda sedang berada
di ruang TV memamah biak, memakan berbagai macam pesanannya pada Lio. Duduk
selonjoran, bersandar di dada Lio.
“Nanti gendut lho
Yang” Lio melirik bungkus kartabak yang kosong dan kotak eskrim yang masih setengah
terisi.
“Biarin”
“Nggak cakep lagi
lho”
“Terusss?” Dinda
mulai senewen. Orang hamil kan pasti makannya banyak.
“Hahaha,,” Lio langsung
merangkul Dinda, “Nggak apa-apaaaaa. Cakep nggak cakep aku tetep sayang kok”
“Ihhhh,, aku harus
cakep dooong. Pokoknya aku cakep terus, titik!!!” Salaah lagi, tujuannya kan
muji, malah nggak terima. Cewek maunya cakep terus.
“Iya iyaa...”
Kriiiiinggggg....
Lio mengangkat telepon
wireless di belakangnya
“Halo”
“Kamu itu yaaa,,,
Maksudnya apaaaaa?” Lio langsung menjauhkan gagang telepon dari telinganya.
“Siapa?” Tanya
Dinda masih tetap menikmati eskrimnya. Bunda, jawab Lio tanpa suara. Dinda langsung
melanjutkan makannya.
“Ada apa sih Bun?”
Tanya Lio hati-hati sambil mengingat, kesalahan apa yang dilakukannya sehingga
Bundanya marah seperti itu. Sepertinya tidak ada.
“Dinda hamil ya?”
Ohhh,, jadi Bundanya mau menanyakan keadaan menantunya yang hamil, kenapa harus
marah
“Iya” Jawab Lio
santai
Jawaban yang salah,
karena“Apaaaa??? APA?! Kenapa nggak ngasih tau Bundaa? Itu cucu pertama Bunda
tau, kenapa nggak ngasih kabar apa-apa, kemarin Bunda telepon kenapa nggak
dikasih tau kenapaaaaa????”
“Eh?” Lio jadi
bingung harus berkata apa, mereka hanya mengatakan pada Dimas, itu juga karena mereka
sedang tinggal bersama. Lio sendiri belum berpikir untuk memberitahukan kepada
kedua orangtua mereka karena masih konsentrasi pada Dinda yang emosi dan kesehatannya
naik turun. “Eh, Bun---“
“Ah eh ah eh, jawab
yang bener!!”
“Lio nggak mikir
Bun, tapi kan Bunda akhirnya tau. Dikasih tau siapa?”
“Dimas ngasih tau
besan, terus Besan telepon mama. Besannggak mau telepon Dinda, telepon ke
Indonesia kan mahal” Bundanya suka sekali menyapa Ibu Dinda dengan Besan,
karena kata Bunda, beliau sudah memimpikan Ibu Dinda sebagai besannya sejak
lama.
“Lha? Kan kalau Ibu
nelepon Bunda juga mahal”
“Kamu ini, bukan
itu masalahnya kan. Sekarang mantu Bunda gimana keadaannya? Ngidam apa? Eh
nggak usah jawab, nanti Bunda ke sana, Besan juga mau pulang segera. Bunda sama
Besan mau nginep di sana, mau ngurusin mantu”
“Bun---” tuttt
tuutt, Bundanya sudah menutup teleponnya. Lio langsung berpikir cepat, Bunda
Ayah, Ibu Ayah, Dimas, Inggit.. Wah pasti nanti rumahnya riuh dan penuh dengan
kecerewetan Ibu-ibu.
“Yang?” Dinda
ternyata sudah menghabiskan eskrimnya
“Apa?” Tanya Lio,
dan tiba-tiba seperti ada lampu yang menyala di atas kepalanya Lio “Eh Yang?
Kamu nggak mau apa gitu? Kita nginep di hotel sehari aja yuk? Aku cuti deh”
“Eh? Mauuuu,, kok
tumben Yang?”
“Nanti Orangtua
kita mau kesini semua, Ibu sama Ayah juga mau langsung pulang. Kita bakal
dimarahin karena nggak ngasih tau kamu hamil, kita kabur dulu yuk, besok baru
balik. Menyepi sebelum kita dicerewetin”
Dinda langsung
bangun dari duduknya “Ayo cepet Yang, cepet”
***
Dua Jam kemudian..
Kriingg....
Lio terbangun
karena mendengar dering HP-nya
“Ha---“
“LIOOOOOOO!!! Kamu
dimana? Cepat pulang!!!”
No comments:
Post a Comment