Sekarang
sudah hari senin pukul 07.00 pagi dan laras sudah menunggu di depan rumah untuk
segera berangkat ke kampus. Dia kesal, pertama karena Bisma dan Tia telat,
seharusnya mereka sudah datang dari limabelas menit yang lalu, padahal jam
masuk Ospek mereka jam 08.00. Lama perjalanan dari rumah Laras ke kampus itu 35
menit kalau tidak macet dan bisa dipastikan mereka akan terjebak macet, jadi
pasti lebih lama.
“Aduuh, bisa
mati dihukum aku nih” Laras berjalan dari satu sisi teras rumahnya ke sisi
lainnya. Dari tadi dia menggerutu kesal, seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, Laras sekarang lebih bisa menyatakan perasaannya dengan cukup baik.
Ibunya yang melihat dari ruang tamu langsung menghampirinya.
“Kamu berangkat
sendiri aja” Ibunya menasehatinya untuk berangkat dengan taksi, tapi Laras
menggeleng, dia tidak tahu jalan, itu yang pertama. Dia juga tidak pernah naik
taksi karena supirnya selalu menjemput.
“Lha gimana?”
Alasan kedua
adalah, “Aku mau kalo pergi ospek sama Bisma sama Tia, atau sama Ibu aja deh.
Ini spesial Bu, aku mau ditemenin dan
ngerasainnya bareng aku. Ya seharusnya sama orang lain, minimal sama Mas muji
supir kita” Hari ini secara kebetulan, Mas Muji malah izin tidak masuk
sedangkan dua supir yang lain sedang mengantar Bapaknya. Bapak membutuhkan
mereka untuk mengangkut barang-barang. Kebetulan sekali!
“Tapi kalau kamu
telat gimana? Nggak dimarahin? Ibu kan nggak bisa bawa mobil, nggak tahu jalan
juga. Gimana ini? Apa kita naik taksi aja nduk?
Tapi kalo panggil taksi ya nunggu lagi” Melihat Ibunya yang malah panik sendiri
Laras mencoba menenangkannya
“Ibu, Ibu tenang,
ya solusinya Laras berangkat sama Bisma sama Tia, kalo---”
“Sama Bram aja”
ibunya langsung memotong perkataannya, Laras langsung menatap Ibunya tidak
percaya. Berangkat bersama Bram? Kalau
itu ditanyakan padanya dua hari yang lalu dan Bisma Tia tidak bisa menjemputnya
seperti sekarang, pasti Laras langsung
mengiyakan. Kalau sekarang, rasanya tidak. Laras agak kesal dengan ‘Mas Bram’
karena perlakuan Bram padanya sejak hari Sabtu setelah bertemu dengan duo ondel-ondel
itu. Bram rasanya menjauh atau malah
menghindarinya, merahasiakan sesuatu darinya.
“Lho? Kok mas Bram sih Bu?” Laras
sudah bisa protes
“Lho lha pie nduk? (terus gimana nak?)
Sini tak telepon Masmu” Tanpa
menunggu jawaban Laras, Ibunya sudah masuk ke rumah dan duduk di depan meja
telepon, kemudian menekan beberapa tombol. “Halo nak Bramastya? Ini Ibu, kamu
udah di kampus ya?” Ibunya terdiam menunggu jawaban Bram “Oh, bagus itu, bisa kesini
berarti?” Ibunya mengangguk-ngangguk tanda mengerti lalu mengacungkan jempol
pada Laras yang berdiri di depannya “Cepetan ya Bram, soalnya nanti Laras telat”
Laras hanya bisa menghembuskan napas pasrah, maju kena mundur juga kena. Ditambah
lagi sekarang HP Bisma dan Tia malah tidak aktif, sebenarnya mereka di mana. “Mereka
kemana sih? Katanya tadi udah beres, udah on
the way? Sekarang kok tiba-tiba ilang?” Laras panik sendiri, apa terjadi
sesuatu pada Tia dan Bisma? Apa mereka mengalami musibah? amit-amit kecelakaan?
Tinn,, Tinnn
“Nduk, Masmu sudah datang ini lho. Kamu
katanya ndak mau telat” Ibunya
mendatanginya setelah membukakan pintu untuk Bram.
“Iya Bu” Setelah
memastikan semua tugas Ospeknya telah lengkap, Laras berjalan terburu-buru
menuju halaman depan rumahnya. Di sana sudah ada Bram yang menunggu di samping
pintu mobilnya, Laras menahan napas. Bram begitu.. begitu berbeda, Bram adalah
seorang laki-laki tampan, semua orang pasti tahu. Tapi ini Bram yang baru
selesai mandi, rapi memakai kemeja, dan kemudian dilapisi dengan jas almamater
Universitas Bakti Luhur yang berwarna biru tua, ini lebih dari sekedar tampan.
Dia begitu,, begitu apa ya? Bahasa lebaynya mungkin, begitu mendebarkan hati.
“Ras, kamu nggak
mau telat kan?” Perkataan Bram langsung menyengatnya, dia langsung berlari ke
arah Bram yang sudah membuka pintu.
“Makasih”
ucapnya seadanya, setelah Bram masuk dan menstarter mobilnya Laras bertanya
“Mas Bram kok cepet banget? Emang tadi ada di daerah sini ya?”
Bram tersenyum
dan mulai menjalankan mobilnya, “Aku tadi kebetulan lewat, abis ada urusan
kepanitiaan” Laras hanya menjawab ‘ohh’ kemudian sudah sibuk dengan HP-nya,
dicobanya untuk menelepon kedua sahabatnya berkali-kali secara bergantian. Tapi
tetap saja tidak aktif, dia kemudian menoleh lagi pada Bram yang dengan
konsentrasi penuh menyetir.
“Mas Bram?”
Bram menoleh
“Ya?”
“Mas, tadi waktu
Mas Bram jalan ke rumah aku ada kecelakaan atau rame-rame di jalan nggak?”
Bram mengerut
aneh, “Nggak, Ada apa?”
“Soalnya Bisma sama Tia nggak dateng-dateng
terus nggak bisa dihubungi juga, aku tadi juga udah telepon rumah mereka,
tapi mereka sudah berangkat kok. Aku takut,, jangan-jangan terjadi sesuatu sama
mereka”
Bram
menghentikan mobilnya di lampu merah, lalu menengok padanya dan mengeryitkan
dahi kemudian tersenyum geli “Kamu kok mikirnya aneh-aneh sih Ras? Mungkin
mereka malah udah di kampus”
“Masak sih?
Mereka udah janjian sama aku kok” Laras masih bingung, dia tidak sadar kalau
Bram tidak melewati jalan yang biasa. Dia kan tidak tahu jalan mana saja yang
harus dilewati. Nasib buta jalan.
“Iyaaa, kamu
tenang aja. Mereka pasti baik-baik aja. Kamu jangan mikir aneh-aneh, siapain
diri buat hari ini aja” Laras mengangguk-angguk. Bram tersenyum kecil, dia tahu
kalau mereka berdua sudah berada di kampus karena temannya sudah mengamankan
mereka di salah satu gedung. Dengan HP nonaktif! Dan Laras memang harus
bersiap-siap, “Hari ini akan panjang sayang” Gumamnya liirih.
Dia masih tidak
percaya Laras berlaku seperti perempuan zaman Kartini yang sangat menurut. Dia
akan mendapatkan jawabannya hari ini!! Harus!
“Mas Bram? Kok
kita belum sampai sih? Sekarang udah jam 8 lewat nih” Laras tiba-tiba bertanya,
Bram langsung sadar.
“Lho? Yahhhh, kita kelewatan belokan nih Ras. Seharusnya kita belok di tikungan
tadi. Gimana nih? Kalau kamu ikut aku muter, kita butuh waktu 20 menitan. Apa
kamu turun sini aja? Nanti tinggal lurus aja dari tikungan tadi. Maaf banget
ya, aku lupa. Aku nggak pernah lewat sini soalnya” Bram menghentikan mobilnya
sekitar 200 M dari tikungan yang dia maksud.
“Nggak apa-apa
Mas, aku malah makasih banget mas Bram mau direpotin jemput aku segala. Laras
pergi ya mas” Laras dengan cepat langsung keluar tanpa menunggu jawaban Bram.
Sekarang sih dia tidak mungkin bisa tepat waktu, tapi paling tidak jangan
terlalu parah lah.
Laras
berlari-lari kecil, saat Bram melihat Laras sudah agak jauh, dia menelepon
temannya. “Eh, bro buruan kesini!” Dia
menunggu sebentar lalu ada seorang laki-laki keluar dari semak-semak. Laki-laki
itu datang menghampirinya,
“Lama amat sih?”
Tanya Bram sambil melepaskan seat belt-nya.
“Sabar bro, gue tadi abis ngobrol sama tukang
tahu goreng di sana. Gue dapet gratis” Kata Toni menunjukkan bungkusan tahu
goreng. Bram hanya mendengus kesal, waktunya tidak tepat. Bram langsung keluar
dari mobil, Toni menggantikannya.
“Makan aja lo,
Laras udah jauh nih. Awas aja kalo Laras
kenapa-napa!!” Bram menepuk bodi mobilnya dan langsung melesat mengejar Laras.
Toni hanya
menggeleng-geleng sambil memasang sabuk pengaman, “Lah, dia sendiri padahal
yang mau ngapa-ngapain ceweknya, kenapa takut ceweknya kenapa-kenapa sih? Orang
yang mau ngerjain dia yang bingung dia juga” Toni mengelus dashboard mobil Bram. “Ganteng, mari kita menembus hutan rimba”
★★★
Bram berlari
kencang mengejar Laras. Sampai di tikungan dia terus berlari, tapi Laras tidak
kelihatan di mana-mana. “Di mana sih Laras?” Dia mengontak Dana, salah satu
dari sahabat-sahabat yang membantu misinya saat ini. Tapi bukannya mendapat jawaban,
Bram malah semakin kesal. “Sialan! Kenapa di reject sih?” Di tengah kekesalannya dia terus berlari dan akhirnya menemukan
Laras. “Shit!! Apa-apaan lagi sih? Gue bilang kan jangan pegang, nggak ngerti artinya ya? Pada nggak belajar bahasa Indonesia kali ya!” Bram sudah akan menghampiri Dana dan Sandi yang mencegat Laras 100 meter dari gerbang kampus, tapi seseorang menariknya.
“Hei!” Ternyata
Arian yang menariknya. Wajahnya terlihat sabar. Dia adalah sahabat terdekat
Bram. Orang yang bisa mengimbanginya dan sudah dianggap Bram seperti saudaranya
sendiri. “Gimana sih? Kok lo malah kesel? Mereka kan menjalankan misinya dengan
baik”
“Gue tau,
tapi---“
“Nggak ada
tapi-tapian, kalo lo nggak siap cemburu seharusnya lo nggak usah buat
rencana-rencana ngetes dia segala” Ya, ini adalah satu dari serentetan rencana
Bram agar mengetahui the real Laras. Setelah
melihat kedua ondel-ondel itu dia langsung memutuskan mengetes Laras seperti
rencananya semula.
“Gue siap, tapi
kan nggak usah pegang-pegang. Gue bilang takut-takutin aja, nggak megang!”
Kekesalan Bram belum hilang, dia menatap Dana, Sandy, dan Laras dengan mata menyipit.
Orang biasa akan menganggap pemandangan itu seperti dua orang preman yang
sedang mengganggu seorang gadis ayu. Tapi Bram tahu bahwa itu tidak benar, mereka
berdua adalah sahabatnya beda jurusan, mereka anak psikologi juga, seperti Laras.
Mereka saling kenal ketika Bram menolong mereka saat Ospek dan sekarang mereka
membantu Bram. Yah, semacam balas budi.
“Yaudah, kan lo
bilang suruh gangguin, biar Laras tambah telat. Dan lo bisa tau gimana Laras
kalo diganggu cowok, apa dia bakal galak, genit, takut, atau kayak sekarang,
cuek.” Laras terlihat mencoba menghindari dan mengabaikan Dana dan Sandi dengan
berjalan lebih cepat. Hal yang memang Laras
banget.
“tapi gue---“
“Nggak rela?
Yaudah, stop aja rencana lo” Arian memang menolak keputusan yang diambil Bram
untuk menguji Laras. Dari cerita-cerita Bram, Arian yakin kalau Laras memang
asli baik, bukannya cari muka saja.
“Argghhhh,,”
Bram mengusap mukanya resah sambil menggeleng “Nggak bisa, udah telat. Mati ya
mati aja”
★★★
Laras terus
berjalan cepat, karena dia takut nanti kalau dia berlari dari dua preman ini
dia malah dikejar. Dia berdoa dalam hati agar ada yang lewat atau mungkin lebih
baik lagi, Bram menyusulnya. Laras berjalan lebih cepat saat melihat gerbang
kampusnya. Selamet, selamet!!! Ucapnya dalam hati.
“Eh neng! Kenapa
Lari sih? ” Tanpa Laras sadari dia sudah berlari, tapi pastinya kecepatan
larinya berbeda jauh dengan preman-preman yang mengejarnya.
“Iya nih, kenapa
neng?” Laras tidak peduli malah terus mempercepat larinya, dia tidak
memperhatikan jalan malah tersandung dan akan jatuh. Sandi refleks menangkap
tangannya dan membantunya bangun.
“Makasih” Laras
tersenyum dan refleks mengucapkan terimakasih. Sandi dan Dana langsung terdiam
sementara Bram mengumpat, merasa kalau mereka berdua mengambil kesempatan.
Sandi dan Dana
masih terdiam sampai Bram dan Arian mendatangi mereka. “Heh!” Mereka langsung
tersentak oleh suara Bram, sementara Arian malah terkikik-kikik geli. Niatnya
mau menguji malah makan hati. “Kalian kenapa sih?”
“Gila bro! Cewek lo manis banget kalo senyum” Dana
tidak bisa membaca situasi langsung nyerocos
“Iya bro, mana
baik banget lagi. Masak digangguin dua cowok cakep kayak gue sama Sandi diem
aja. Kalo cewek nggak bener pasti langsung godain kita balik.” Mendengar hal
itu Bram bukannya senang, tapi kesal. Dia cemburu, itu sudah jelas. Dia pernah mendapatkan senyuman itu dan menurutnya sangat manis, tapi sekarang itu bukan hanya miliknya, Sandi dan Dana sudah pernah melihatnya.
Tanpa mengatakan
apapun Bram berlalu, Arian yang sudah tau ini akan terjadi hanya tersenyum lalu
berterimakasih pada Sandi dan Dana yang masih bingung dengan reaksi Bram.
“Thanks bro”
★★★
“Gue mau selesai
aja deh” Kata Bram saat disusul Arian, Arian hanya geleng-geleng, tadi siapa
yang mengatakan akan menuntaskan hari ini? Sekarang ngomongnya sudah beda lagi.
Arian menepuk
bahu sahabatnya, “Kayaknya udah nggak mungkin deh bro” Dia menunjuk ke depan,
ke arah Laras yang sedang dimarahi oleh Saga, seniornya di psikologi nanti.
Berarti Laras sudah masuk ke kandang singanya Ospek. Bram juga meminta tolong Saga
untuk mengerjai Laras, tapi Saga sudah memperingatkannya sebelumnya.
“Yakin nih? Lo
yakin nyerahin cewek lo ke gue? Gue nggak main-main lho. Lo kenal gue gimana, Jangan
sampe nanti lo minta berhenti. Sampe lo mohon-mohon ke gue nanti, nggak bakal
gue berhentiin” Waktu mendengar hal itu, Bram tenang-tenang dan setuju saja
karena dia berpikir kalau dia tidak begitu menyukai Laras. Dia menyukai Laras,
tapi tidak sesuka itu. Tidak sayang, yah mungkin karena mereka dijodohkan. Sayangnya
dia menyesal sekarang, dia sayang pada Laras. Takut kalau nanti terjadi
apa-apa, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Pikiran Bram langsung kusut.
“Gue nyesel Ar”
Curhatnya pada Arian.
“Udah deh Bram, kan ini juga rencana lo. Nikmatin aja bro!! Udah deh, kita ditunggu panitia yang lain nih, lagian kan kita nggak bisa ngapa-ngapain”
Bram menurut.
★★★
Laras tidak
mengerti apakah ini hari sialnya atau memang semua peserta Ospek mengalaminya? Dari
tadi pagi setelah keterlambatannya, sepertinya Saga tidak mau melepaskan
cengekramannya pada Laras. Tadi dia dihukum berlari di lapangan depan
auditorium delapan kali, setelah itu dia disuruh mendata nama-nama dosen dan
petugas fakultasnya, lalu dia disuruh membantu petugas dapur untuk membuat teh
dan mengantarkannya pada dosen.
Dan pada
akhirnya sekarang,,,,,
“Laras
Kinanti!!!”
“Duh!!” Itu
suara kak Saga. Laras refleks mengangguk
“Apa maksudnya
ngangguk doang, emang kamu kira saya ngerti kamu ngangguk begitu. Jawab yang
bener!!”
Laras tersentak
kaget langsung menjawab “Iii,, iya kak”
“Yang jelas!”
“Iya Kak!”
“Sekarang
kamu------“
Laras merasa
hari ini akan sangaaaaaattttttttt panjang.
Saatnya
pulang, Laras merasa akan pingsan. Dia sekarang harus menunggu semua temannya
pulang, baru dia boleh pulang. Rasanya tulang-tulangnya mau patah, tapi dia
tidak mengeluh. Laras yang penurut tidak pernah membantah Saga sekalipun.
Teman-temannya heran, padahal Laras sudah menjadi pesakitan akut, tapi dia
tidak protes atau marah. Saga yang awalnya akan mengampuni Laras langsung
terbakar gemas. Saga merasa diejek, seharusnya Laras protes, marah, atau
menangis, tapi dia hanya diam dan menurut.
“Laras!”
Terdengar panggilan dari samping kirinya. Bram yang tampak khawatir berlari kearahnya
dan langsung memeluknya ditengah-tengah mahasiswa yang akan pulang.
Laras
sempat terdiam sebentar, sebelum kemudian merasa malu. “Mas Bram” Bisiknya, Bram
hanya menjawab dengan mengeratkan pelukannya dan itu membuat Laras semakin
malu. Ajaran Ibunya tidak membenarkan ini terjadi, tapi dia juga merasa nyaman
dalam pelukan Bram. “Mas?”
“Apa?”
“Lepasin
pelukannya bisa? Laras malu” Bram malah berlama-lama memeluknya, mencoba
menggoda Laras.
“Maaass!”
Bram langsung melepaskan pelukannya dan tertawa terbahak-bahak. Apalagi kalau
melihat wajah Laras yang merah.
“Kamu
lucu deh, Maafin aku ya. Ayo pulang!” Saat akan menggandeng Laras, terdengar
teriakan dari jauh. Saat suara itu semakin kencang, terlihat Bisma dan Tia
berlari mendekat. Atau Tia yang berlari sedangkan Bisma menarik-narik Tia agar berhenti.
“Laras!!!”
Sampai di depan Laras, Bisma dan Tia mengatur napas mereka.
“Kalian?
Kalian ke kampus? Tadi aku tunggu lama banget nggak muncul-muncul”
“Lo!!”
Laras tersentak mundur, merasa kalau Tia akan memarahinya. Tapi ternyata
tatapan Tia mengarah ke Bram. Tia yang memang jago beladiri langsung menarik
kerah kemeja bram. “Banci! Lo cowok macem apa yang bisanya nyiksa cewek lo
sendiri?” Laras bingung, ceweknya Bram? Siapa? Dia memandang Bram, tepat saat
Bram memandangnya. Bram hanya diam, sementara Bisma masih berusaha menarik Tia
untuk tenang, tapi sepertinya sia-sia. Tia lebih kuat.
“Ada
apa sih? Tia, Mas Bram?”
“Tanya
aja sama Masmu ini!” Tia menjawab, tanpa mengalihkan pandangannya dari Bram.
“Mas
Bram?” Bram masih diam, Laras menghela napas “Apapun masalah kalian berdua,
bisa kita bicaraain baik-baik? Aku laper banget sama capek, bisa kita makan di
kafe depan?” Laras dengan tenangnya berbalik dan mulai berjalan ke kafe dalam
kampus. “Bisma? Ayo!” Bisma yang memang haus karena peristiwa hari ini langsung
menyusul Laras. Bram melepaskan
cengkeraman Tia dengan mudah lalu menyusul Laras, menggandeng tangannya.
Tia
yang ditinggalkan di belakang berdecak kesal, “Cih! Awas aja lo, nggak bakal
bisa gandeng temen gue lagi. Tunggu aja sampe gue cerita”
Setelah
pesanan minuman dan makanan ringan mereka datang, Laras membuka suara. “Sekarang
kalian boleh bicara, ada apa sebenernya?” tidak ada yang berbicara “Oke, aku
tanya Bisma aja, ada apa?” Bisma akan menjawab, tapi dipotong Tia.
“Temen-temen
cowok lo yang nyegat gue sama Bisma tadi pagi”
Laras
langsung menoleh ke Bram, Bram berkata “Nanti kalau Tia udah selesai cerita aku
ceritain” Laras mengangguk.
“Gue
sama Bisma udah mau sampe rumah lo, tinggal masuk kompleks aja, tapi ada mobil
yang ngadang gue. Gue marah dan langsung keluar dari mobil, mau gue maki tuh
orang. Mereka keluar, salah satunya cowok gede, badannya ngalahin kulkas dua
pintu. Pas gue mau maki, tiba-tiba mereka meluk gue, gue nggak bisa gerak. Mau
teriak tapi pelukannya tambah kenceng, muka gue nyungsep di dadanya” Suara Tia
yang awalnya lantang, jadi lirih dan menghilang. Pipinya bersemu merah, Bram
tersenyum geli. Dion, memang tinggi besar dan kekar. Jadi dia menugaskannya
untuk mengurus Tia yang memang terkenal sebagai cewek kuat.
“Terus
Bisma?”
“Ah
dia!! Mana bisa ngapa-ngapain? Dia aja kalah dari gue, apalagi cowok-cowok gede
begitu. Terus gue disuruh masuk mobil cowok itu, ternyata di dalam mobil itu
udah ada dua orang. Gue di tempatin di tengah-tengah mereka. Gue dipisahin sama
Bisma. Udah ah, biar Bisma yang cerita, gue malu” Tia langsung meminum jusnya
“Gue
nggak sengaja liat cowok lo. Gue nggak yakin sih, kan gue sama Tia belom pernah
ketemu langsung. Tapi gue yakin soalnya
ada temennya yang manggil di itu Bramastya. Kan yang namanya aneh begitu pasti
jarang yang punya” Bisma mengkeret di te,pat duduknya mendapat tatapan tajam
dari Bram. “Terus kami disekap, di gedung apa gue nggak tau, sampe jam 07.30
mepet banget, tapi kami sama-sama nggak dimarahin. Pasti udah disogok sama
cowok lo”
Bram
tetap tenang, tapi dia tahu kalau Laras kecewa padanya. Laras tidak berkata
apapun, menurut Bram itu lebih mengerikan daripada Laras yang mengamuk. “Terus
gue pas disekap denger rencananya Bram buat ngerjain lo” Bram mengaduh, sialan!
Gue kenapa mati kutu dihadapan krucil-krucil ini sih? Niatnya sudah jelek sih
ya, hasilnya juga jelek.
“Ras?”
Tia memanggil Laras, sebenarnya Tia tidak tega menyampaikannya pada Laras, tapi
dia lebih tidak tega kalau Bram menyakiti sahabatnya itu. “Lo nggak apa-apa?” Laras mengangguk sambil
tersenyum, tapi terlihat senyumnya terpaksa. Bram langsung bertindak, dia
memegang tangan Laras, menggenggamnya dan mengelusnya lembut.
“Bisa
kita bicara berdua?” Laras hanya mengangguk “Maaf ya Bisma, Tia buat kejadian
hari ini. Besok-besok gue ganti deh” Bram dan Laras langsung pergi. Bram
membimbing Laras masuk ke mobil.
Brakkkk!!!
“Sialan!!
Sok gede banget sih itu anak. Mentang-mentang tuaan dia terus sok kuasa? Gitu?
Belom kenal gue dia”
Melihat
Tia yang mengamuk, Bisma segera mengontrol “sssttttt,,, sssttt Tia!!! Jangan
cari gara-gara. Udah deh, itu urusannya Laras, nanti kalo Laras ada apa-apa
baru kita tolong”
“Nggak
bisa!!!!” Tia tidak bisa tenang “Gue nanti harus pisahin tuh si Brem sama si
Laras”
“Bram
Tia! Bukan brem! Lo diem kenapa sih? Ada cowok-cowok yang tadi pagi tuh. Lo mau
abis?” Tia langsung diam, melihat ke depan mejanya. Teman-teman Bram yang tadi
pagi sudah ada di depannya. Lengkap dengan cowok kulkas dua pintunya.
“Mati
gue!” Gumamnya lirih
★★★
Bram selesai menjelaskan pada Laras, antara
takut, tapi juga lega. Setidaknya dia tidak memiliki rahasia apapun pada Laras.
Dia kan sudah memutuskan untuk memulai semuanya dengan Laras, kali ini dengan
benar.
“Kamu marah?”
“Kenapa
harus marah?” Tanya Laras anteng, Bram malah menggaruk kepalanya bingung. Laras
tidak merasa harus marah. Tapi dia tidak habis pikir alasan yang diungkapkan
Bram padanya barusan. Ini semua gara-gara peristiwa di mall itu? Lalu apa salahnya kalau dia benar-benar baik? “Mas maunya
sekarang gimana?”
“Hah?”
“Iya,
mas sekarang maunya aku gimana, atau kita gimana?”
Ditanya
to the point begitu Bram malah bingung, lebih baik kalau Laras marah dan
memutuskan sesuatu. Kalau begini kesannya dia kan cowok yang egois dan jahat.
Ah tapi biarlah, yang penting dia masih bisa melanjutkan hubungannya dengan
Laras. “Aku mau minta maaf, aku salah”
Laras mengangguk, dia cukup terkesan karena Bram mau meninta maaf padanya.
Biasanya laki-laki memiliki ego yang tinggi jika berhadapan dengan wanita. “Aku
juga mau kita mulai ini lagi dengan
benar”
“Yaudah”
“Hah?”
Bram sampai lupa berapa kali dia mengucapkan ‘hah’ untuk hari ini.
“Hahaha,,
mas Bram kenapa dari tadi kaget terus sih? Ini kan maunya Mas Bram” Tawa Laras
mencairkan suasana, menularkan tawa pada Bram “Tapi sebelum itu aku mau tanya, Mas
udah bener-bener percaya kalau aku ini emang asli nurut? Nggak macem-macem?”
“Yakin!!”
Cupp!
Sekarang
giliran Laras yang kaget karena dicium pipinya
★★★
Dua
bulan kemudian
“Yang?
Laras?” Bram berjalan masuk ke kamar Laras, hari ini mereka akan makan siang
bersama dua keluarga dan Tia dan Bisma.
Pluk!
“Aduh!”
Bram berseru keskitan karena ditimpuk majalah yang digulung. Dan pelakunya
adalah Tia, sudah jelas. Karena kejadian dua
bulan lalu, Tia masih dendam walaupun menerima keputusan laras yang
menerima Bram kembali. Sementara Bisma berdiri tenang di belakangnya, dari
Laras Bram mengetahui kalau Bisma takut dikerjai lagi. “Apaan sih Tia?”
“Lo
mau macem-macem ya?”
“Pikiran
lo kotor mulu, lo kan tau kalo gue mau bangunin pacar gue”
“Cih!
Sekarang ngomong pacar, sayang. Dulu aja dikerjain”
“Udah
deh, kan udah lewat. Sana-sana, gue mau bangunin pacar gue dulu” Bram mengusir
Tia dan Bisma lalu masuk ke kamar Laras.
Melihat
Laras yang sedang duduk di meja riasnya membuat Bram berdebar-debar. Laras
begitu anggun dengan dress batiknya yang bermodel kimono.
“Kalian
ngapain sih? Berantem terus” kata Laras sambil menyemprotkan parfum.
“Kamu
ngapain sih? Kok cantik banget”
“Ihh,,
mas Bram. Aku serius tau. Tante udah dateng?”
“Udah”
Bram langsung memeluk Laras. Menumpukan kepalanya di bahu Laras, kemudian
menciumnya.
“Maass..
Udah ah,, "
"Iya udah, ayo ke bawah" Saat berjalan keluar, tiba-tiba Bram menarik tangan Laras yang digenggamnya sehingga Laras berhenti berjalan dan memandangnya bingung. "Aku suka kamu, selesai. jadi apapun yang terjadi sama kita kemarin dan nanti, kamu inget aku suka kamu, selesai! nggak usah mikir yang lain lagi" Laras tersenyum manis dan berjinjit untuk mencium pipi Bram.
"Aku juga suka kamu, selesai!"
END
2 comments:
aaahhhh, beressss :D
tumben cuma 2 part kak? hehee
Ini kan sebenernya bukan cerita yang direncanain... nyelip antara Kita? sama Our treasure,, jadi buat yang simpel aja, nanti kalo banyak-banyak dua cerbung yang lain malah nggak selesai,, *ngintip our treasure 3* sedih banget itu cerbung part 3 belom kelar-kelaarrrrrr -_-
Post a Comment