Part 2 hadir, :)
"Pagi"
Udara pagi masih terasa menggigit karena sekarang masih pukul 5
pagi, tapi Veya dan Dania sudah bersiap-siap keluar rumah. Mereka sudah mandi
dan membawa bekal untuk acara hari ini. Rencananya mereka akan pergi bersama
anak-anak kasih Ibu ke water park.
Tiket masuk dan transportasi ditanggung Yayasan (sebagian besar berasal dari donatur) dan Dokter Dana. Dokter Dana bersikeras
menggunakan uangnya dalam perjalanan ini. Veya mencoba membantu dengan
membawakan bekal makan untuk mereka semua, Dia bangun pagi buta untuk memasak.
"Gue masih sebel deh sama si dokter Dana itu, gue masih agak
sakit hati gara-gara dia kayak anti gitu pas meriksa gue" Ucap Veya tiba-tiba pada Dania
setelah gadis itu menutup pintu mobil. Dia masih sedikit tidak rela karena Dokter Dana ikut dalam perjalanan
mereka kali ini.
"Pagi-pagi udah
ngomong begituan sih? Mungkin dia punya alasan,
bukannya semua hal pasti ada alasannya?" Veya hanya menggeleng tidak
percaya, pasti memang dokter Dana begitu orangnya. Angkuh! "Eh ngomong-ngomong
Donnie mana? Gue kok nggak liat dia seminggu ini?" Dania langsung mengalihkan pembicaraan.
"Nggak usah dibahas" Veya langsung berubah defensif
"Haha, dia ngilang lagi? Lo itu ya, udah gue bilangin jangan
percaya sama Donnie. Lo kan nggak tau dia beneran suka apa nggak? Udah lupain
dia!"
"Gue juga udah bilang ya, Donnie itu sayang banget sama gue.
Dan gue juga gitu. Kalo dia nggak sayang, nggak mungkin dia segitu perhatiannya
sama gue. Dia nggak akan balik sweet
begini lagi" Veya sebenarnya tidak hanya meyakinkan Dania, tapi juga
dirinya sendiri.
"Tapi Donnie kadang nggak kasih kabar kan? ngilang nggak jelas
kan? Apa yang bisa lo harapin dari
cowok nggak jelas begitu?" Veya menghela napas dan
tidak menjawab. Sejak mereka putus dan akhirnya Donnie kembali padanya, Veya jadi memperhatikan kalau
Donnie lebih tertutup dan sering tidak memberi kabar. Donnie datang dan pergi
sesuka hatinya, tapi Veya tidak terlalu mempermasalahkannya. Saat Donnie
bersamanya dia merasa sangat diperhatikan dan sangat bahagia, itu saja. Donnie
sering hilang seminggu, dua minggu lalu kembali padanya. Veya yakin Donnie
memiliki alasan. Bukannya semua hal pasti ada alasannya?
Semoga alasannya bagus
***
"Selamat pagi anak-anak, banguuunn!!!" Veya yang baru
datang langsung menuju kamar anak-anak berumur 2-4 tahun untuk membangunkan
mereka. Mereka anak-anak yang paling susah dibangunkan. Di panti ini memang
kamarnya dibedakan, ada kamar bayi sampai umur dua tahun, ada kamar untuk anak
umur 2-4 tahun, dan yang terakhir ada anak umur empat tahun ke atas. Hanya
sampai umur 5 tahun mereka hidup di panti, karena saat umur mereka 5 tahun
pasti mereka sudah menemukan orang tua asuh. Yayasan Kasih Ibu ini memang cukup
terpercaya, anak asuh yang berasal dari panti ini dapat dipastikan tidak akan
bermasalah nantinya.
"Banguunn,," Veya menggelitiki salah seorang anak, namanya
Bima. Umurnya 4 tahun. "Bimaaa,," Dia yang paling susah dibangunkan.
"Hahahaha,, ampun tann
teee,, hahaha.. Amm..puuun,, u.. Hahaha"
"Banguuuuun!" Veya menarik tangan Bima untuk bangkit.
"Mandi ganteng" Veya kemudian meninggalkan Bima yang sudah
bersiap-siap mandi. Veya lalu beralih
ke anak-anak yang lain, sebagian sudah terbangun karena suara tawa Bima, tapi
masih ada juga yang tidak terpengaruh.
“Litaaaa, Angga, Vitaaa,, banguuunnn” Veya berlari
kesana kemari karena anak-anak yang sudah bangun malah tidur lagi. “Bimaaa” Veya
menghembuskan napas keras dan langsung tersenyum jahil, dia tiba-tiba berlari
cepat dan langsung menggelitiki mereka satu persatu. Berpindah dari satu anak
ke anak yang lain, mereka akhirnya malah saling kejar-kejaran sampai lelah.
“Hahh,, hhh,, hhh... Amp.. unnn Tan teeee”
Anak-anak langsung duduk kelelahan, veya lebih lelah lagi karena dia yang harus
mengejar enam anak umur 2-4 tahun yang lincah.
“Hahaha,, makannya kalian harus rajin bangun pagi
dan mandi biar sehat, masak begitu aja kalah sama tante yang masih muda dan
cakep ini” Veya langsung menyombongkan diri, dia sangat suka bermain dengan
anak-anak ini, mereka sangat menyenangkan. “Jadi--“
“Seraaaaang”
Bruukk Bruukk brukkkk
“Aduuuuhh” Tanpa diduga anak-anak tadi langsung
menubruknya, karena kaget dan dalam posisi duduk Veya malah terjatuh telentang.
Sebelum dia sempat membalas, anak-anak tadi sudah berlarian menuju kamar mandi
tempat suster-suster menunggu untuk memandikan mereka. “Dasar, awas ya, gue
bales! Aduuuh” Veya merasakan punggungnya sakit saat akan bangkit, jadi dia
kembali berbaring telentang di lantai. Sebuah tangan muncul mengulurkan bantuan,
Veya sempat ragu karena tangan itu milik Dokter Dana. Tapi kemudian Veya merasa
konyol, dokter Dana tidak pantas melihatnya takut, Veya menerima uluran tangan
dokter Dana.
“Makasih Dok” Ucap Veya saat sudah berhasil
berdiri salah tingkah, sejak kapan dia di
sini? Apa sejak gue bertingkah konyol dengan anak-anak?
“Panggil Dana aja, Gue nggak perlu lo panggil
dokter untuk menegaskan gue dokter” Veya langsung melongo mendengar jawaban
Dana, Sialan! Pede banget sih ni
dokter???
“Oke Dana” Veya langsung berlalu.
***
Dana memandang punggung gadis lucu itu. Dia hanya menggelengkan kepalanya
sambil tersenyum geli. Gadis itu pasti
sangat kesal, Dana sengaja menyombongkan diri di hadapan Veya untuk menguji
bagaimana reaksi Veya. Gadis itu cukup
sopan, itu yang menjadi kesimpulan Dana. Saat akan masuk ke ruang anak umur
2-4 tahun dia merasa heran mendengar
suara gaduh teriakan dan tawa lepas dari anak-anak itu. Kemarin mereka
bersikap biasa saat dia datang untuk pemeriksaan rutin, mereka semua memang
cerdas, tapi Dana tidak menyangka bahwa mereka bisa segaduh itu. Dan dia lebih
tidak menyangka lagi kalau sumber kegaduhan mereka adalah seorang gadis mungil
dan lincah yang berlari-lari dari satu tempat tidur ke tempat tidur lain.
Wajahnya tidak menyiratkan sedikitpun kekesalan, malah raut bahagia yang jelas
terpancar dari wajahnya. Senyumnya manis.
Dana tiba-tiba tersadar, Apa yang
baru saja gue pikirkan? Ini aneh. Gadis itu gadis berbahaya, tidak boleh di
dekati. Dana langsung menghapus segala kekaguman yang dirasakannya pada Veya.
Dia harus fokus! Dia di sini selain untuk membantu adik-adik ini juga sedang
mencari tahu, apa yang membuat gadis ini spesial.
***
“Pak dokteeeellllll,,” Dana menoleh melihat seorang anak perempuan berumur 3,5
tahun, namanya Lita, berjalan ke arahnya sambil membawa eskrim. Dana berjongkok
agar bisa sejajar dengan Lita, saat sudah dekat Lita malah terpeleset dan
hampir jatuh. Untung saja Dana dengan sigap menangkap tubuh Lita dan langsung
menariknya bangun, tapi Lita melihat eskrim di tangannya jatuh mengenai kaos
Dana yang berwarna putih. Insting Lita sebagai anak kecil mendorongnya untuk
menangis, bibirnya mulai bergetar dan wajahnya mulai merah.
“Hikkss,, hiksss” Lita mulai menangis, Dana walaupun seorang dokter tetapi
dia masih agak kaku menghadapi anak kecil yang menangis. Di rumahnya belum
pernah ada anak kecil tinggal, jadi dia tidak tahu apa yang mestinya dia
lakukan, semua yang dipelajari kan kebanyakan teori. Dana mencoba tersenyum
kepada Lita dan berbicara hati-hati.
“Lita sayang,, uhhh,, udah ya nangisnya,, nggak apa-apa kok” Dana akan
bergerak menggendongnya, tapi Lita malah mundur. Dana mencoba mendekatinya
lagi, tapi Lita semakin mundur dan menangis lebih keras. Veya datang dengan
cepat dan langsung menggendong Lita dalam pelukannya. Lita menarik leher Veya
mendekat dan menyembunyikan wajahnya di sana, tangisannya berangsur reda. Dana
mengehembuskan napas lega sambil tersenyum, dia sungguh merasa bodoh karena
kalah pada seorang perempuan yang bekerja sebagai akuntan.
"Dia baik-baik aja? Apa gue melakukan sesuatu yang salah?" Veya
menatap Dana tidak percaya, bisa-bisanya dia menanyakan itu? Dia kan seorang
dokter?
"Lo kan dokter, lo harusnya lebih tau daripada gue" Veya
menghembuskan napasnya keras-keras. Lita yang ada di pelukannya sudah mulai
bersikap biasa.
"Gue kan baru dokter umum dan pasien gue biasanya langsung diem begitu
gue ajak ngomong sedikit terus dikasih permen, tapi kenapa Lita masih terus
nangis?" Bukannya menjawab pertanyaannya, Veya malah berjalan menjauh.
Dalam hati Dana mengumpat, gila! Gue lagi
serius malah ditinggal? Sebelum Dana berbalik, ternyata Veya mendatanginya
lagi dan menyodorkan satu sachet
tissue basah.
"Bersihin tuh, sebelum kering" Dana sempat bengong sebentar lalu
segera membuka sachet tissue dan
membersihkan noda eskrim. "Lita dibawa Ibunya ke Panti satu bulan yang
lalu" Dana langsung menghentikan aktivitasnya dan memandang Veya, tapi
gadis itu sedang menenangkan Lita yang karena kelelahan menangis akhirnya
mengantuk. Dana menunggu "Ibunya nggak tahan karena Lita sering menangis
di rumah. Lita menangis bukan karena keinginannya, kedua orangtuanya hidup
sendiri di kota ini. Saudara mereka jauh sekali, di kalimantan. Jadi secara
nggak langsung mereka tidak punya saudara. Semua karena kondisi Ayahnya, setiap
melakukan sesuatu yang salah menurut Ayahnya, Lita akan dibentak-bentak. Dia
jadi menangis setiap hari, Ibunya tidak tahu harus berbuat apa. Ayahnya memang
mengalami gangguan jiwa, Ibunya bingung antara harus merawat anaknya dengan
meninggalkan suaminya atau meninggalkan anaknya untuk merawat
suaminya" Veya berhenti untuk
mengambil napas berat, dana menahan napas menunggu kelanjutan ceritanya.
"Ibunya memilih Ayahnya" Suara Veya bergetar, Dana dengan refleks
meremas bahu Veya untuk memenguatkan. Veya hanya tersenyum lalu melanjutkan
ceritanya "Pertimbangannya karena sang Ayah sakit sementara Lita normal
dan sehat, ughh,, gue benci cerita ini" Tanpa sadar Veya menitikan air
mata, cepat-cepat dia menghapusnya. Dana sudah ingin memeluk Veya untuk
menenangkannya, tapi kemudian terdengar teriakan
"Kaliaann ngapaian di situ? Ayo makaan!" Sebuah teriakan Dania
yang menyentakkannya pada sebuah kesadaran. Dia sudah duduk tenang sebuah
gazebo yang memang disediakan untuk istirahat, semua anak sudah berkumpul.
"Iyaa" Veya berteriak juga, kemudian dia berbalik menghadap Dana
"Yuk kita makan" gadis itu kemudian berjalan menjauh.
Dana mengusap wajahnya dengan cemas. "Gue pasti gila, apa yang tadi
gue mau lakuin?" Dana mencoba menetralkan perasaannya dan menyusul ke
gazebo.
Suasana makan tentu saja riuh sekali, dengan jumlah anak kecil sekitar 12
orang yang berumur 2-5 tahun yang sangat aktif, adik-adik bayi tetap tinggal di
panti, merepotkan suster-suster yang mencoba menertibkan makan mereka yang
berlarian. Dana dan Dania malah makan dengan tenang sambil memandangi tingkah
anak-anak, sedangkan Veya sendiri duduk tidak jauh dari mereka, menyuapi Lita
yang sudah bangun. Dana melihat Veya dengan kagum, ternyata Veya tidak seperti
apa yang didengarnya. Veya adalah perempuan lembut penuh kasih, bukan gambaran
seseorang yang mampu merebut kekasih orang. Atau ini hanya kedok? Apakah ini
bukan Veya yang sebenarnya? Dana jadi pusing memikirkannya.
"Mie-nya enak Dan?" tanya Dania tiba-tiba
"Hah? Enak, enak banget" Jawab Dana spontan dan langsung
menyendokkan makanannya. Hal yang membuat Dania tertawa terbahak-bahak. Tentu
saja Dania tertawa, masalahnya yang mereka makan adalah sayur bayam, sambal,
plus nugget. Dana yang menyadari mengapa Dania tertawa langsung berubah malu.
"Gue nggak konsen" Kata Dana sambil menyuapkan lagi nasi ke
mulutnya. Ini adalah makanan rumah terenak setelah masakan mamanya, tapi sayang
kurang sehat. "Enak banget nih, katering ya?"
"Eitss, jangan salah! Si Veya yang masak tuh" Dania memprotes
keras, Veya langsung berbalik. Membuat Dana salah tingkah.
"Ada apa sih?" Veya bertanya.
"Itu Vey, masakan lho dibilang masakan kareting"
Veya langsung tersenyum senang "Bagus dong, berarti masakan gue
enak"
"Tapi nggak sehat, nugget-nya
maksud gue"
"Sehat kok, gue bikin sendiri. Beli daging sendiri. Terus baru gue
goreng tadi pagi"
"Eh? Emang bisa bikin nugget
sendiri?"
"Dasar cowok! Bukan karena lo nggak bisa, terus artinya mustahil. Ya
bisa lah. Emang lo nggak ngerasain ada potongan sayur di dalemnya?"
Dana memotong dan memeriksanya dengan serius, "Iya ada potongan wortel
sama bayam, ternyata ini tadi yang gue rasa aneh." Dana kemudian tersenyum
meminta maaf pada Veya "Gue suka cewek yang pinter masak"
Veya langsung membeku di tempat, mencoba berpura-pura bahwa Dana tidak
mengatakan apapun. Dia terselamatkan oleh HP-nya yang bergetar. Dengan perasaan aneh, Veya berjalan menjauh untuk mengangkat telepon.
Dania yang mendengar pembicaraan mereka langsung menegur Dana, "Dia udah punya cowok Dan, lagian lo kan baru kenal dia?" Insting Dania sebagai sepupu yang melindungi keluar.
"Gue tahu, tapi gue nggak peduli" Kata Dana sambil menghabiskan makanannya.
No comments:
Post a Comment