Sret!
"Got you!" Tika, tersenyum puas melihat tongkat besi yang di
ujungnya terdapat penjepit berhasil membawa sebuah patung yang dipahat di
kristal ke tangannya. Dimasukkannya patung tadi ke kotak yang terikat di
pinggangnya. Dengan posisi kepala di bawah dan kaki menjepit besi penyangga
atap dia kemudian mengunci kotak itu, dengan bernapas lega Tika melipat tongkat
besi serbaguna tadi, kemudian memberi kode berupa laser warna hijau ke ujung
atap seberangnya. Tugasnya sudah selesai, sekarang saatnya keluar. Dia tidak
menghawatirkan rekannya, dia yakin Dio akan berhasil.
Seperti biasanya
Tika yang mencengkeramkan
kakinya ke rangka besi atap museum agar memudahkannya meraih dan memindahkan
patung kristal tadi, mencoba melepaskan kakinya, tapi tiba-tiba sebuah serangan
datang.
Shit!! Pegel banget nih kaki, awww,, kram. Kenapa sekarang sih datengnya?
Dengan menggunakan tangan,
dia mengangkat kaki kirinya. Tapi malah rasanya semakin parah.
Aduhhh, sumpah lo ngeselin banget!
Tika memarahi kakinya
dalam hati. Dia akhirnya membiarkan sampai kakinya rileks sendiri. Semenit, dua
menit...
Syuuut
Bunyi angin yang terbelah
menyadarkannya. Tiba-tiba
wajah
Dio sudah berada di depan wajahnya, sangat dekat! Dio sudah selesai. Karena kaget Tika
malah melepaskan cengkeraman kakinya dan menabrak tubuh Dio. Dio mengumpat
lirih dan langsung memeluk tubuh Tika, mencoba menghentikan ayunan tali mereka.
“Sekarang apa
lagi?” Tanyanya kesal, Tika memang sering sekali melakukan atau mengalami
kesialan atau masalah saat melakukan tugas.
“Aduhhh,, kaki
gue kram nih, sakit banget” Tika mau ikutan marah, tapi pasti nanti dia akan
lebih dimarahi. Jadi lebih baik diam, singa kalau mengamuk itu menyeramkan
sekali.
“Ck!! Gue bilang
apa, pemanasan lo kurang lama, tadi gue liat lo malah asyik liat pemandangan di
bawah.” Melihat wajah Tika yang langsung kesal, Dio melembutkan suaranya
“Gimana kaki lo? Masih sakit? Bisa naik ke atas sendiri atau dibantu?” Mereka
sekarang sedang bergantung di atap The State Historical Museum, yang terletak
di pusat perbelanjaan Gum atau Glavnyi Universalnyi Magazin di Moskow , Rusia. Tugas mereka adalah mengambil patung kristal Dewa
Wisnu yang ‘tersesat’ di Rusia dan menggantinya dengan replika yang ada di
Indonesia. Perlu diketahui bahwa sebenarnya sebagian benda bersejarah di museum
Indonesia hanya merupakan replika, hal ini karena pada saat penjajahan Belanda,
banyak terjadi penjarahan dan penyitaan benda seni bersejarah maupun purbakala.
Nah yang sedang mereka usahakan untuk dikembalikan adalah patung Dewa Wisnu
yang menurut sejarah merupakan hadiah dari China untuk kerajaan Tarumanegara,
karena kerajaan ini merupakan kerajaan Hindu beraliran Wisnu. Patung itu
diberikan sebagai hadiah kunjungan pemerintah Belanda ke Rusia,
Ihh,, enak aja ngasih barang punya orang, Tika masih kesal dengan alasan pemberian benda itu ke pemerintah Rusia.
“Gue nggak bisa
gerak, kaki gue sakit banget” Takut-takut Tika hanya memandang Dio sebentar
kemudian menunduk, tubuhnya juga panas dingin karena sejak tadi Dio tidak melepaskan
pelukannya, jarak wajah mereka hanya beberapa senti, merek seperti berbagi
udara. Bisa mati gueeee, jantung gue
rasanya udah mau pecah, semoga Dio nggak sadar.
Dio mendesah
pasrah, memang pekerjaan sampingannya adalah untuk menyelamatkan si putri
manis, tapi
tukang bikin masalah ini. “Lo jangan bikin tambah berat ya, jangan gerak atau
protes!” Tika hanya mengangguk, rasa sakit di kakinya semakin menjadi- jadi.
Dio kemudian meletakkan satu tangannya
di bokong Tika agar lebih meudah memanjat dengan satu tangan, Tika akan
refleks menjerit, tapi tatapan Dio memperingatkannya. Mereka tidak sedang
bertamasya di sini, tapi mencuri. Dio melirik sebentar ke arah jam tangannya,
sebentar lagi patroli penjaga museum akan melewati tempat ini, mereka harus cepat.
Dio sekuat tenaga langsung memanjat talinya sendiri, cukup sulit karena dia
harus menggendong Tika yang tidak ringan. Dengan cekatan mereka sudah hampir
sampai kaca yang mereka bolongi dan bisa dipasang lagi, agar tidak
mencurigakan. Tika sudah di luar gedung, yang berarti di atas atap, Dia sudah
tenang, tapi saat Dio akan keluar, tiba-tiba terdengar langkah kaki. Dio
berusaha mengangkat tubuhnya, tapi sayang dia kehabisan tenaga karena
mengangkat Tika tadi. Tika jadi ikutan panik mencoba menarik Dio, tapi tidak
bisa juga sementara langkah-langkah kaki semakin terdengar mendekat. Dengan
langkah cepat Dio melepaskan tangan Tika dan menjatuhkan diri. Tika kaget dan refleks
akan menjerit, tapi ditahannya. Langkah kaki tersebut mulai kelihatan berwujud,
di bawahnya Tika bisa melihat ada dua orang penjaga berkebangsaan Rusia bertemu
di samping replika yang diletakkan Dio sebagai pengganti yang mereka curi. Tika
menahan napas dan perlahan bergerak ke pinggir untuk bersembunyi di atap yang
tidak terbuat dari kaca. Dari tempatnya bersembunyi, Tika bisa melihat Dio
sedang bergantungan di teralis besi seperti yang tadi di lakukannya, bedanya
sekarang Dio menyembunyikan tubuhnya di kegelapan, menjauhi sisi kaca. Entah
apa yang penjaga itu bicarakan, tapi mereka kelihatannya tidak curiga, semuanya
aman. Kemudian kedua penjaga itu berlalu begitu saja, Dio segera memanfaatkan
kesempatan itu untuk memanjat naik. Saat sampai di atas dia langsung diserang
Tika dengan pelukan,
“Yaampunn,,
Maafin gue ya, Maafin gue” Tika malah menangis sambil memeluk Dio erat.
“Sttt.. Sttt,
udah udah,, Gue nggak apa-apa kan?” Dio membalas pelukan Tika sambil
mengucapkan kata-kata yang menenangkan. Sebenarnya dia tadi juga takut, tapi
tidak ditunjukkannya. Kalau dia terlihat takut, Tika pasti akan lebih panik.
“Gue bakal
lakuin apa aja buat lo biar lo maafin gue, berapapun panjangnya permintaan lo
gue rela. Suer!!” mau tidak mau Dio tersenyum, Dia malah membayangkan Tika akan
menolak dan menjerit menyesal telah mengatakan itu, tapi tidak, dia tidak tega.
“Yang pertama
boleh lo bantu sambungin lagi tuh kaca?” Tika mengangguk mengerti, Dio langsung
menggunakan kesempatan itu untuk beristirahat sebentar. Tika mengambil benda
seperti potongan plastik, tapi sebenarnya itu silikon yang kemudian dilingkarkan
ke potongan kaca berbentuk bulat yang tadi dipotong untuk membantu mereka
keluar masuk dan meloloskan karmentel yang menopang tubuh mereka tadi. Dia lalu
memasangkannya di atap kaca. Silikon tersebut langsung menyesuaikan tempat agar
tidak terlihat dan pas. Silikon tersebut memang khusus, akan menyesuaikan ruang
kosong yang diperlukan. Kalau kalian bertanya itu buatan mana? Sudah tentu
buatan Indonesia, sudah banyak penemuan seperti ini, tapi tidak bisa diproduksi
secara masal karena pemerintah tidak mampu membiayai. Ironis!
Setelah selesai
memasang, Tika menoleh untuk melihat Dio, dia sudah lebih segar.
Dio merasa
diperhatikan langsung menoleh, “Ayo pulang!”
***
“Peluk yang
bener!” Dio kesal sendiri, daritadi kenapa Tika malah menjauhinya, padahal
mereka harus berakting sebagai pasangan muda yang habis berbulanmadu di Rusia.
“Aduuhh, gue
malu!” Die memutar bola matanya, ini di Rusia, tidak ada yang mengenal mereka
dan bukan seperti Indonesia yang menjunjung adat ketimuran, mereka bisa saja
berciuman di bandara, itu biasa. Dio langsung menarik kuat Tika agar mendekat
dan memeluknya, mau tidak mau Tika menurutinya, tapi wajahnya merah sekali.
Semoga mereka
berhasil! Patung Dewa Wisnu mereka bawa dengan travel bag kecil, saat
pemeriksaan mereka lolos, keduanya refleks membuang napas lega. Dio kemudian
mengambil tasnya lagi, mereka berbalik untuk segera masuk pesawat.
“сэр” (Tuan) Tubuh
mereka langsung tegang, Dio menghela napas dan berbalik.
“да” (Ya) Tika semakin menegang menunggu kata-kata yang akan
keluar dari mulut petugas bandara ini.
“Nice souvenir. Have a nice tri. Thanks for
coming” Ucap petugas bandara tersebut dengan riang. Dio langsung tersenyum
cerah sedngkan Tika membuang napas diam-diam.
“Yess, Thank you” Jawab Dio. Dio lalu
berkata dalam hati, Mereka lalu
berpamitan. Kalo gue nggak lagi dalam urusan mendesak, gue getokin tuh
satu-satu. Bikin kaget aja!
Misi kali ini
selesai, tapi ini belum selesai. Dari kejauhan mereka tidak sadar sedang
diawasi, pria itu mengawasi sambil menelepon seseorang dengan bahasa Perancis.
“oui.. oui.. oui” (Ya.. Ya.. Ya) Pria tersebut menutup telepon sambil
terus memandangi Dio dan Tika yang berpelukan.
“What did you do here Treasure Hunter?” Ucapnya pelan
lalu pergi
No comments:
Post a Comment