Kita
tidak akan tahu masa depan sebelum kita mengalaminya, yah akan berbeda lagi
ceritanya kalau kamu anak indigo. Dan Aku bukan.
Aku
sekarang di sini, di ruang TV rumahku, ditemani air es, handuk yang sudah
basah, betadine, plester, kapas, dan alat P3K. Aku sedang mengobati luka memar
Kak Lio, dia duduk di hadapanku sambil meringis-meringis jelek dan
sebentar-sebentar mengaduh. Aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi, dan
kapan?
"Salah
sendiri, siapa suruh sok jagoan!!" Aku bersungut-sungut. Kak Lio bercerita
bahwa dia tadi menyelamatkan anak SMA yang diganggu preman. Dia nekat karena
melihat anak itu sangat ketakutan.
Bukannya
bisa menolong, Kak Lio malah dikeroyok, 1 lawan 5. Aku hanya bisa
menggeleng-geleng dan bergumam "Emang cari mati"
"Gue
bukannya sok jagoan! Kalo aja mereka nggak main keroyokan pasti gue bisa
menang" Kak Lio pintar sekali sesumbar
"Kan
'kalo', nah sekarang kan kenyataannya Kak Lio yang jadi korban" Aku
selesai memasang plester pada luka di pipi kiri Kak Lio. Mereka memang tidak
tanggung-tanggung, preman profesional. hahahaha
"Aduuuhhhh!
Pelan-pelan doong" Dia menjauhkan mukanya dari jangkauanku "Yang
penting kan gue bisa nyelametin tuh bocah. Dan gue merasa bangga" Katanya
sambil menepuk-nepuk dadanya bangga.
"Ishhhhh,
sini!!" aku meraih kepalanya dan mendekatkannya padaku untuk menempelkan
plester lain di hidungnya, tanpa sengaja aku menariknya terlalu dekat. Aku
tidak bisa berkata-kata, hanya terpaku menatap matanya yang berbalik menatap
mataku. Jantungku serasa meloncat-loncat dari sarangnya, sumpah. Aku baru
pertamakali merasa seperti ini. Ada apa? Kenapa?
Aku
ingin menghindar, tapi tangan Kak Lio merengkuh wajahku dan menahan wajahku di
posisinya. Aku bingung, apa yang harus kulakukan, aku sulit bernapas.
Akuu...Aku....
Klek
Suara
itu menyentakkanku kembali sadar. Kak Lio juga sudah melepas rengkuhannya dan
menoleh.
"Kalian
ngapain?" Tanya Kak Dimas tiba-tiba, melihat posisiku dan Kak Lio yang
begitu dekat. Aku langsung menunduk untuk menyembunyikan rona merah di pipiku
dan pergi ke dapur membawa baskom air es. Aku melirik Kak Lio dan Kak Dimas yang
sedang bergulat lewat tatapan mata. Tatapan tidak setuju dari Kak Dimas dan
tatapan menantang dari Kak Lio. Kak Dimas mendesah menyerah.
"Lo
baik-baik aja?? Thank's udah jagain
dia" Mereka kembali berahasia, aku langsung mendesah sedih.
Menjaga
siapa? Memangnya aku kenapa?
♫♫♫
Hari
yang aneh...
Aku
tidak tahu ada angin apa hari ini, tapi hari ini Kak Lio mengantarku. Diulangi,
Kak Lio mengantarku. Ada yang aneh? Yaiyalah, secara Kak Lio itu pengidap
insomnia berat kenapa sekarang bisa bangun pagi dan mengantarku sekolah? Nggak
mungin, tapi ternyata memang terjadi. Kak Lio menjemputku dengan wajah kucel
dan berantakan, walaupun tetap kelihatan
cute. Sejak kejadian kemarin, aku merasa ada yang berbeda ketika menatap
Kak Lio sekarang, aku bingung.
"Kak
lio kok bisa bangun pagi?" tanyaku sambil memasang seat belt
"Gue
nggak tidur" Hah? Aku menatap kaget, Dia bilang apa?
"Kakak
nggak tidur?" tanyaku sekali lagi. Dia mengangguk lalu menjalankan
mobilnya "Kenapa?" Aku merasa aneh, kenapa Kak Lio sampai tidak
tidur?
"Kalo
gue tidur, nanti nggak bisa bangun pagi buat nganterin lo, Hoahhhm" kak
Lio menutup percakapan kami dengan kuapan lebar. Kemudian menyetel CD dengan
volume gila-gilaan, mungkin untuk mengusir kantuknya. Aku masih ternganga tidak
percaya.
Untung
saja kami sampai di sekolahku dalam keadaan selamat. Tanpa insiden yang berarti
seperti menerobos lampu merah atau menyerempet seseorang. Sepertinya Kak Lio
masih dalam konsentrasi penuh.
Fuiiihhh
"Nanti
lo gue jemput, Jam berapa lo pulang?" tanya Kak Lio saat kami sampai di
depan gerbang
"Jam
2 hari ini, bukannya Kak Dimas bilang dia bakal jemput gue?" Tanyaku heran
"Rencananya
di ubah, gue besok nggak bisa jemput lo" Katanya lalu menambahkan
"Gue harus ngurus sesuatu, udah cepet turun nanti lo telat" Sekali
lagi Kak Lio menguap dan mengacak rambutku.
Aku
dengan kesal keluar dari mobil Kak Lio dan langsung merapikan rambutku yang
berantakan. Kemudian melambai ke arah Kak Lio.
Aku
menatap langit pagi ini, mendung. Mungkin nanti sore akan hujan. Saat aku
berjalan menuju kelas, tiba-tiba seseorang menghentikan langkahku. Aku hanya
menatapnya bingung.
"Ini
buat lo" Katanya lalu pergi
"Hah??"
Aku belum bisa mencernanya, "Heiiii," Orang itu tidak terlihat lagi
dan aku tidak mengenalnya. Ahh terserahlah!
Aku
melihat kertas, lebih tepatnya amplop coklat berukuran sedang di tanganku. Ini
benar untukku? Aku membaliknya dan menemukan namaku di sana.Dari siapa? Dengan
penasaran Aku membukanya sambil berjalan di koridor menuju kelasku. Ternyata
isinya foto.
Aku
langsung menghentikan langkah dan mencari pegangan. Aku berpegangan pada pilar
terdekat, mencegah aku jatuh terduduk.
Apa
ini??
Aku
duduk di kelas dengan wajah gusar dan tidak sabar, aku memang agak terlalu
pagi. Pukul 6 lebih sedikit aku sudah sampai sekolah, tapi seharusnya dia juga
datang pagi. Akhirnya dia datang, aku langsung tersenyum senang.
"Bitaaa"
Aku mejemputnya di pintu, dia tersenyum ramah.
"Hei,
lo pagi banget" Dia mengernyit heran, tapi tetap tersenyum. Memang
sepertinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi aku tersadar kalau dia
ternyata juga gugup, sebentar-sebentar melirik ke belakang.
"Kenapa
sih lo Bit?" Dia hanya menggeleng "Ehh, tadi gue dapet sesuatu yang
lucu deh, tapi bisa nggak kita bicara di ujung koridor aja?" Bita menoleh
padaku kemudian mengangguk mengerti.
Aku dan
Bita sekarang berada di ujung koridor, dengan aku membawa amplop cokelat tadi
pagi. Bita berdiri di depanku dengan wajah semakin gugup saat melihat amplop di
tanganku. Aku semakin merasa tidak nyaman, aku ingin loncat saja ke bagian
akhir, tapi itu tidak mungkin.
"Tau
nggak Bit, tadi pagi gue dikasih sama cowok. Pinter banget deh mereka
ngeditnya, gue aja sampe sempet ketipu. Tapi tenaang aja, gue percaya lo
kok" Suaraku bergetar, tanda bahwa aku mulai gugup dengan apa yang akan
terjadi selanjutnya. Aku mulai mengeluarkan foto-foto itu dengan tangan
gemetar, akhirnya foto itu sekarang sudah terpisah dari amplopnya. Aku
memandang foto itu sekali lagi dan kemudian mendengar Bita terkesiap. Ahh, aku
tidak menginginkan ini, tidak. Foto di tanganku bergetar, disana ada beberapa
gambar yang memperlihatkan Bita, ya Bita yang itu, Bita sahabatku. Sedang
memeluk seseorang dari belakang di dekat gudang dan aku tidak perlu alat bantu
untuk bisa menyadari kalau orang itu aku. Jadi Bita yang mengunciku? Tapi kenapa?
Aku
menarik foto di bawahnya, Foto Bita dengan cowok-cowok yang kelihatan seperti
preman, 5 orang. Hari itu masih pagi karena aku bisa melihat background siswa SMA sedang berjalan
menuju gerbang. Kemudian aku melihat lagi foto selanjutnya,hatiku teremas,
disitu tergambar Kak Lio sedang dikepung oleh preman-preman di foto sebelumnya.
Di belakangnya, aku mengamati di belakangnya, ada Aku dan Bita. Bita menengok
ke arah Kak Lio sedangkan aku menyeret Bita untuk segera pergi. Aku tidak
sanggup melihat foto-foto selanjutnya. Aku sudah melihat foto itu tadi, Kak Lio
yang dihajar oleh preman-preman itu. Ternyata Kak Lio berbohong? Kenapaa??
Bita
hanya bisa terdiam di tempatnya dan memandangku merasa bersalah.
“Gue
salah kan Bit? Ini bukan lo kan? Lo nggak mungkin ngelakuin ini sama gue kan?”
Bita hanya terdiam melihatku, wajahnya sudah pucat. Dia menggeleng padaku. Aku
mencengkeram kedua sisi lengannya “Gue bisa percaya lo kan Bit?” Bita hanya
bisa menggeleng dan bulir air mata jatuh dari kedua matanya yang bulat jernih.
“Maafin
gue” Hanya dua kata dan itu membuat ku lemas. Aku menagupkan tanganku di depan
mulutku.
“Kenapaa?”
Tanyaku padanya, dia hanya bisa menggeleng. Aku berlari kedalam kelas dan
mengambil tasku, aku tidak mau sekolah lagi, paling tidak sekarang. Aku belum
siap, ralat, aku tidak akan pernah siap.
Aku
berlari menyeberangi lapangan, kudengar Bita meneriakkan namaku,. Aku tidak
mengacuhkannya dan terus berlari, untung saja aku berangkat pagi, jadi sekarang
belum bel. Aku berjalan tak tentu arah, kemudian tanpa kusadari aku berhenti di
taman kota, tempatku makan gorengan dulu. Aku duduk di salah satu bangkunya dan
mencoba berpikir jernih. Ini tidak mungkin terjadi-lagi. Sahabatku,
kepercayaanku.
Kilasan-kilasan
kejadian sebelumnya menyadarkanku, kejanggalan-kejanggalan itu perlahan-lahan
terkuak. Kak Lio yang bekata kalau ada yang memberitahunya bahwa aku terkunci
di gudang, mungkin itu Bita yang sudah merasa puas dengan siksaannya padaku
hari itu. Dan kenapa Bita merasa harus mengajakku ke mall, dan yang terakhir,
Kak Lio yang datang ke rumah dengan wajah lebam dan langsung memelukku. Jadi
semua itu karena Bita? Jadi persahabatan kami ternyata tidak nyata? Dan wajah
bersalahnya itu karena dia ingin aku mempercayainya? Sungguh diluar dugaanku.
Aku
beranjak dari dudukku dan berjalan-jalan pelan. Aku tidak tahu berapa lama aku
berjalan, tapi kurasa cukup lama karena sekarang sudah pukul 11 siang. Langit
kelihatan semakin mendung tanda hujan sebentar lagi turun. Aku menghentikan
taksi, aku lelah dan hanya ada satu tempat yang akan membuatku tetap waras,
Rumah!!
Aku
masih berusaha terus mencerna semua yang telah terjadi, tapi hasilnya sama. Itu
Bita, dia Bita. Bita yang itu, Bitaku.
Aku
sampai rumah tepat saat hujan mulai turun, sepertinya di rumah sedang tidak ada
orang. Aku langsung naik dan mengunci pintu kamarku. Aku bergelung di kasur
besarku dan mulai menangis, tangis yang kutahan sejak bertemu Bita tadi. Aku
tidak tahu kapan itu berhenti dan mulai jatuh tertidur.
Drttt..
Drttt... Drttt...
HP ku
bergetar di atas kasur, membangunkanku. Aku melihat nama yang tertera di layar
dan langsung mengabaikannya. Aku masih belum siap berbagi apapun dan aku belum
siap untuk beradu mulut dengan Kak Lio karena dia menutupi ini.menutupi bahwa
sahabatkulah yang menususkku dari belakang. Aku melihat jam di HP ku, memang
sudah pukul 2, waktunya Kak Lio menjemputku, tapi aku sedang tidak ingin
peduli.
♫♫♫
Tokk..
Tokk
Suara
ketukan membangunkanku, Aku membuka mata. Ini jam berapa? Aku melihat ke arah
jendela, hujannya deras sekali. Aku melihat jam beker di dekat tempat tidurku,
04:15 PM
Aku
tidur lama sekali
Tokk
tokk
Ternyata
itu bukan mimpi, aku dengan malas keluar dari selimut hangatku dan berjalan
terhuyung menuju pintu. Membuka kuncinya. Aku seharusnya tidak kaget melihat
siapa yang datang. Tapi ternyata aku terkejut juga, aku refleks menutup pintu,
tapi ditahannya.
“Kakak
mau apa?” Tanyaku parau melihat Kak Lio kehujanan. Antara kasihan atau tetap
marah padanya
“Lo
baik-baik aja?” Aku hanya mendengus, dia masih berani bertanya?
“Lo
pikir gue baik-baik aja setelah tau lo nutupin ini semua? Lo tau nggak apa yang
tadi gue temuin? Bita kak Bitaaa!!!! Bita yang itu, sahabat gue kenapa lo
bohong, kenapaa.. kenapa” aku terus memukuli dadanya dan menanyakan kenapa
sambil sesenggukan. Kemudian kurasakan dia menghela napas dan merengkuhku dalam
pelukannya. Membuatku basah.
“Lo tau?
Tadi gue nyariin lo dari pagi setelah Bita telpon gue kalo lo pulang. Lo tau
gimana kalutnya gue? Gue yang nggak tidur semalaman bingung banget gimana cara
nemuin lo dan lo malah enak-enakan tidur? Gue kehujanan cariin lo selama
berjam-jam” Dia menghela napas “Gue tau lo kecewa sama Bita, tapi lo harus tau,
Bita itu sahabat lo, lo tau artinya sahabat? Sahabat nggak akan pernah
berkhianat” Kemudian dia melepaskan pelukannya “Kalo lo mau marah sama gue,
boleh. Kalo lo mau marah sama Bita boleh, tapi itu Cuma buat hari ini. Besok lo
harus maafin gue” Kak Lio mencium keningku lembut “Lo istirahat aja” Lalu
berbalik
Aku
kembali ke kamar, berbaring di tempat tidur. Aku memikirkan perkataan kak Lio
tadi tentang Bita. Apa benar? Kalau Bita menganggapku sahabat, kenapa dia
mengunciku? Aku tidak bisa berpikir jernih.
Tokk
tokk..
“Sayaang”
Terdengar suara ketukan pintu lagi, aku yang baru keluar dari kamar mandi
langsung membuka pintu.
“Ibuu?
Ada apa bu?” Tanyaku sambil mengeringkan rambutku sehabis keramas.
“Makan
yuk. Ibu udah siapin makanan kesukaan kamu, capcay” Kata Ibu tersenyum
“Yeiiii”
Aku langsung berlari turun, disana ada Kak Dimas dan Ayah yang sedang bertaruh
siapa yang menang hari ini, Arsenal atau MU.
“Hai
Yah, Kak Dimas” Sapaku lalu duduk di sebelah Kak Dimas. Kak Dimas menatapku
sekilas, lalu melanjutkan berbincang dengan Ayah. Kami makan seperti biasa,
bercanda seperti biasa, tapi Kak Dimas sepertinya kesal padaku. Kenapa?
Bukankah seharusnya aku yang kesal? Bukankah Kak Dimas juga merahasiakan semua
dariku?
Setelah
makan, Ayah dan Ibu menonton TV sementara aku pamit dengan alasan membuat PR.
Aku tidak sanggup berlama-lama tersenyum palsu. Aku ingin mengasihani diri
sendiri.
Aku
sedang melamun dengan serius ketika Kak Dimas masuk ke dalam Kamarku.
“Ada
apa?” Tanyaku singkat
“Lo
marah sama Lio?” Tanyanya langsung, aku mendongak
“Iya,
sebenernya sama Kakak juga” Jawabku sambil terus menatap keluar jendela
Kudengar
Kak Dimas menghela napas, hari ini banyak sekali yang menghela napas. “Gue sama
Lio khawatir banget tadi denger lo kabur dari sekolah. Dia cariin lo dari pagi
dan gue nggak bisa apa-apa karena gue lagi ujian” Jelasnya tanpa kutanya.
“Itu
gara-fara kalian juga kan? kalian juga udah bohongin gue, gue minta kalian itu
jujur sama gue itu aja. Gue tahu kalo Bita begini juga bukan dari kalian, tapi
dari orang lain”
“Kami
Cuma mau yang terbaik buat lo, dan ini belum selesai. Percaya sama gue deh.
Bita itu baik” Aku terperangah. Baik? Apa aku tidak salah dengar? Apa Kak Dimas
baru saja membela dia? Aku menggeleng kecewa
“Gue
nggak mau denger. Gue nggak tau apa-apa dan sekarang gue nggak mau tau. Kalo
emang dari awal kalian pingin banget gue nggak tau jadi buat yang selanjutnya
gue juga nggak mau tau”
“Hasss,
gue benci sifat keras kepala lo ini. Pokoknya satu ya, Bita itu anaknya baik,
terus lo harus minta maaf sama Lio. Walaupun ini semua gara-gara dia. Tapi Lo
nggak inget apa siapa yang selalu nolongin lo?? Lio kan? Dan dia nggak bilang
sama lo juga mau nolongin lo”
Tapp,
Tappp.. Terdengar langkah kaki menuju ke atas.
Ibu
masuk ke kamarku, melihat wajahku dan wajah Kak Dimas yang keruh Ibu pasti tahu
kalau aku dan Kak Dimas sedang bertengkar.
“Kalian
kenapa?” Tanya Ibu lembut. Aku hanya menggeleng sambil tersenyum.
“Nggak
apa-apa Bu, Kak Dimas lagi rese” Aku tidak mau Ibu khawatir
“Ohhh,
Kalian bisa liatin Lio nggak? Soalnya kata Via, Lio nggak bisa dihubungi. Mbok
Minah lagi pulang kampung” Aku mengernyit, memang kenapa kalau tidak bisa
dihubungi? Kak Lio kan sudah besar.
“Memangnya
Bunda Via kemana Bu?” Tanya Kak Dimas
“Via
lagi ada seminar di luar kota sama Danung. Tadi katanya pas telpon Lio bilang
nggak enak badan, Takutnya dia kenapa-kenapa. Kalian bisa tolong liatin?” Pinta
Bunda. Aku langsung sok sibuk dengan
bukuku.
“Biar
Dimas aja deh yang liatin” Kata Kak Dimas. Bunda tersenyum dan mengalihkan
pandangannya padaku
“Kamu
nggak ikut sayang? Kamu nggak khawatir sama malaikat pelindungmu yang satu
itu?” Aku langsung mendongak cepat.
“Ehhh,
Biar Kak Dimas dulu deh yang jenguk. Kalo Kak Lio nggak apa-apa kan nggak usah
dijenguk juga” melihat Ibu yang mengernyit heran aku langsung menambahkan “Ehh,
aku juga masih ada PR yang harus dikumpulin besok Bu”Aku berbohong, Ibu hanya
mengangguk dan meninggalkan aku dan Kak Dimas.
“Lo
beneran nggak mau ikut?” Tanya Kak Dimas. Aku menggeleng ragu-ragu, aku masih
marah pada Kak Lio. Kak Dimas mengangguk kemudian pergi.
Aku
berusaha berkonsentrasi apapun kecuali Kak Lio, tapi aku hanya bisa menyediakan
setengah kapasitas otakku untuk ini. Sebagian lainnya pergi bersama Kak Dimas.
Kulirik jam, sekarang sudah pukul 09:12 PM. Kenapa Kak Dimas belum kembali?
Saat angka menunjukkan 09:15 kudengar langkah kaki Kak Dimas dari bawah. Aku
langsung keluar kamar dan menunggu Kak Dimas mencapai tangga teratas.
“Gimana
Kak?” Tanyaku langsung dan membuat Kak Dimas kaget lalu mengelus dada.
“Lo
bikin kaget aja deh!! Dia demam, parah. Katanya kepalanya pusing banget. Iya
sih, kehujanan berjam-jam” Aku jadi semakin khawatir
“Iyaa?
Terus kenapa nggak dibawa kesini aja, kan disini ada Ayah sama Ibu. Pasti lebih
gampang ngerawatnya” Kataku mengikuti Kak Dimas ke kamarnya.
“Dia
udah tidur, jadi gue nggak mau berat-berat ngangkat dia.” Melihatku akan
berbicara lagi Kak Dimas menambahkan “Kalo lo mau jengukin dia besok aja, tadi
dia udah gue kasih obat. Lo tidur aja sekarang” Aku hanya mengangguk pasrah
mendengarnya.
Sampai
di kamar, aku tidak bisa tidur. Terus berganti-ganti posisi tidur, tapi aku
tetap tidak bisa tidur. Aku masih menghawatirkan Kak Lio. Kenapa Bita sampai
melakukan ini semua? Apa dia juga menyukai Kak Lio? Tapi kan dia bersahabat
denganku sebelum bertemu kak Lio?
♫♫♫
Aku
tidak bisa tidur sampai pukul 03:00 pagi. Aku sepertinya terkena karma, Kak Lio
sakit gara-gara aku, mungkin sekarang aku akan sakit karena memikirkan Kak Lio.
Aku tidak sadar jam berapa ini sampai Ibu mengetuk pintu kamarku.
“Sayaaang,
kamu masih mau sekolah nggak?” Aku hanya menggumam sebagai jawaban. Ibu masuk
kamarku dan membelai dan mencium rambutku. “Bangun dong sayang” Kata Ibu lagi.
Aku akhirnya membuka mata dan langsung menutup mataku lagi. Silau.
“Ibuuu,
Aku ngambil jatah bolosku yaa. Aku baru bisa tidur jam 3” Aku berbicara dengan
mata terpejam. Aku memang mendapat jatah bolos dari Ibu satu bulan 3 kali.
“Kenapa
nggak bisa tidur?” Tanyanya lembut
“Nggak
tau, Aku masih ngantuk” Jawabku lagi. Ibuu lalu mengecup keningku singkat.
“Yaudah,
Ibu izinkan ke wali kelas kamu. Kamu tidur aja,
Ibu kerja dulu ya sayang” Ibu pergi dan menutup pintu kamarku. Aku malas
sekali sekolah, pati ada Bita. Bagaimana aku menghadapinya? Aku masih perlu
berpikir lagi.
Aku
turun 3 jam kemudian, kulihat jam dinding di ruang makan. 09:00 pagi. Aku duduk
di meja makan, disana ada sandwich. Aku langsung mengambil dan memakannya,
lapar sekali. Di rumah sudah tidak ada orang. Aku memandang melalui jendela ke
rumah seberang. Masih sepi, sepertinya Bunda belum pulang. Aku khawatir pada
Kak Lio dan sudah melupakan rasa marahku. Aku memang lemah terhadapnya. Aku
pergi ke atas untuk mandi kemudian turun lagi dan langsung menyeberang. Aku
tidak perlu mengetuk atau apapun karena memang tidak dikunci.
Aku
berjalan menuju kamar Kak Lio, aku langsung mendesah melihat kamar Kak Lio yang
berantakan dengan tissue bertebaran. Gelas-gelas kosong dan sarapan tadi pagi
yang belum tersentuh.
“Kak”
Aku berjalan mendekati ranjangnya dan duduk di pinggiran tempat tidur. Kak Lio
meringkuk di sana, berselimut tebal. Badannya menggigil, aku meraba keningnya,
demamnya tinggi sekali.
“Hmmmhh”
Kak Lio menjawab dengan erangan.
“Makan
yukk” Ajakku lalu mengambil bubur yang sudah dingin. Kak Dimas sepertinya tadi
kesini, tapi dia bukan orang yang akan melayani orang lain, terutama Kak Lio.
Kak Lio mulai membuka mata dan menatapku lama.
Aku
mengulangi ajakanku lagi “Makan yuk kak” Kak Lio berusaha bangkit duduk, aku
membantunya. Menyendokkan bubur. Sekarang keadaannya berubah, aku yang memanjakan
Kak Lio. Kak Lio dengan diam makam dengan lambat. Sepertinya dia tidak
berselera.
“Kak,
maafin gue ya” Kataku akhirnya
“Maafin
kenapa?” Tanyanya bingung, suaranya sengau.
“Ohhh?
Itu, yang kemarin. Gue udah buat lo jadi begini, gue minta maaf. Gue,,, gue”
Kenapa hari ini aku cengeng sekali. Kak Lio mendesah dan mengangkat daguku.
“Lo
nggak salah, udah jangan nangis lagi. Gue bakal maafin lo kalo hari ini lo
ngerawat gue dan nggak pulang sampai nanti malam” Aku kaget sekali, permintaan
yang aneh dan tatapannya membuatku sulit bernapas.
“Kakak”
aku menarik napas lagi kemudian memeluknya. Aku beruntung karena ada Kak Lio di
sisiku.
Hari ini
kami menghabiskan waktu bersama, makan, bermain game, menonton DVD, dan
mengobrol.
Kami menonton DVD korea karena aku sedang
tergila-gila dengan drama korea. Sementara Kak Lio sedikit alergi dengan
mereka.
"Ceweknya cantik" Komentarnya,
aku mendiamkannya dan serius menonton.
"Wiihh, cowoknya lebih cantik
tuh" Aku sedikit terusik, tapi hanya melemparkan tatapan tajam padanya.
"Ih apa tuh gayanya? Alay
banget!" Aku memberinya tatapan lebih sengit
"Tuhhh, dia lebai banget
aktingnya!" Aku sudah tidak tahan! Aku menatapnya kemudian menghadiahinya
cubitan bertubi-tubi.
"Aduh aduhh" Katanya sambil
menghalau cubitanku.
"Diem aja kenapa sih?" Kataku
sambil terus mencubitinya
"Hei, lo berhenti nggak? Kalo nggak
gue cium nih!" Eh? Aku terdiam dan langsung menjauh.
"Kakak kenapa sih? Ngancemnya cium
terus" Aku merajuk
"Apa lo berharap beneran?" Kak
Lio menatap jahil dan terus mendekatiku yang sudah meringkuk di ujung sofa
lain.
"Kak Lio mau apa?" tanyaku lemah
melihat Kak Lio semakin mendekat.
"Menurut lo gue mau apa?"
"Gu,, Gue nggak tau" Aku
menggeleng
"Lo maunya gimana?" aku sudah
tidak mengatakan apapun. Hanya bisa menggeleng sambil memejamkan mata. Kak Lio
terlalu dekat.
Kurasakan Kak Lio terus mendekat dan aku
semakin kuat memejamkan mataku.
Brak!!!
Kami berdua terlonjak kaget, dan menoleh ke
arah pintu.
Vei??
"Vei?" Aku tidak sadar
mengucapkan nama tamu yang baru datang itu
"Mana janji kamu?" Aku menatap
bingung pada Vei
"Apa Vei? Janji?"
"Katanya kamu mau nge date hari ini sama sama! Kenapa di
sini?" Kusadari tatapan Vei bukan untukku, tapi orang yang tepat ada di
sampingku. Kak Lio?
"Gue sakit" Jawab Kak Lio
defensif, tapi sepertinya Vei tidak mendengarkannya. Kak Lio berdiri dan
menarik tanganku. Tindakan Fatal!
Vas bunga di meja sudah melayang menunju
kami.
Prang!!
Kak Lio menarikku di waktu yang tepat. Kami
selamat.
"Lo gila?" Kak Lio terdengar
marah
"Aku emang gila! AKU GILA SAMA
KAMU!" Vei berteriak histeris
"Aku sayang banget sama Kamu, Lio sayang. Aku mau dapetin kamu gimanapun
caranya" Sekarang dia menangis? Ada
apa ini? Kenapa Vei sekalut itu?
"Vei?" Ucapku lirih dan itu malah
membuat Vei sangat marah.
"Lo? Lo lagi? Kenapa harus lo? Kenapa
Lio mesti milih lo? Gue udah memakai segala cara. Gue jadi sahabat palsu lo,
gue bikin lo pindah, gue udah ancam Dimas, tapi apa? Bahkan gue udah ngancam
adik tiri gue buat nyelakain lo, tapi dia malah berkhianat!!" Dia kembali
histeris, aku takut. Kak Lio memegang tanganku di belakang punggungnya.
"Adik tiri? Siapa?" Aku tidak
yakin dengan pikiranku sekarang. Mungkin aku salah.
"Lo nggak kenal? Atau lo emang udah
nggak mau kenal? Sabrinata Dirga Prameswari. Atau mungkin lo lebih ngenalin dia
sebagai Bita?" Ucapnya angkuh. Aku langsung lemas, aku akan menangis.
"Sshhh, lo jangan nangis atau bersuara
apapun! Diem! Ini urusan gue" Kak Lio berbisik padaku. Aku mencoba menelan
air mataku dan mengangguk
"Vei? Gue tadi sakit jadinya nggak
bisa nge date sama lo, lo terima SMS
gue kan?" Tanya Kak Lio lembut, mengalihkan pembicaraan.
"Kamu sakit? Sakit apa? Kenapa nggak
bilang?" Wajah Vei langsung
berubah cerah lagi. Apa Vei tidak mendengar jawaban Kak Lio sebelumnya?
Aku sekarang berpikir bahwa Vei sangat mirip dengan psikopat. Apa dia begitu
mencintai Kak Lio sampai seperti ini?
"Iya, jadi gue butuh istirahat. Lo
pulang aja ya, gue mau istirahat lagi" Vei terdiam dan itu adalah diam
yang menakutkan. Aku semakin merapat di punggung Kak Lio, tapi aku berusaha
tidak terlihat oleh Vei. Tapi memang nasib buruk, Vei melihatnya dan kembali
melempari kami dengan barang disekitarnya.
Praang!!
Prang!!
Kak Lio terus berada di depanku sebagai
tameng, akibatnya pipi Kak Lio tergores besi kalender yang ada di meja
"Jangan sentuh punya gue! Lio punya Gue! Lo nggak berhak! Pergi lo
pergii" Vei berusaha mendekat dan terus mendekat. Menatap tajam dan garang
kepadaku, aku hanya bisa memegang tangan Kak Lio lebih erat. Vei yang
berkonsentrasi padaku tidak sadar kalau Kak Lio mengambil BB nya dari meja dan
memencet speed dial.
"Lo emang cewek sialaan! Balikin Lio
gue! Dia tuh cinta mati sama gue, jangan coba ngerebut apa yang jadi milik
gue!" Aku hanya bisa menggeleng dan mencoba untuk tidak menangis.
Brak!!
*Suara Brak kesekian hari ini
Kak Dimas datang sambil berlari ke arah
kami. Dia langsung menahan tangan Vei yang kembali terayun, kali ini membawa
buku telpon.
"Gosh, untung lo cepet" Kak Lio
mendesah lega, sementara Kak Dimas sepertinya kesulitan dengan Vei yang
meronta. Vei juga mulai menjerit-jerit.
"Arggghhhh" Dia masih terus
berusaha melepaskan diri, tapi tentu saja Kak Dimas lebih kuat. Aku sudah
lelah, aku bingung. Jadi Vei itu saudara tiri Bita? Dan Bita diancam untuk
mencelakaiku? Aku tidak percaya semua ini, aku tidak bisa percaya. Jadi ini
semua gara-gara Kak Lio, lagi?
"Heii, Hei udah. Jangan nangis
lagi" Kak Lio memelukku.
"Gue nggak nangis" Aku memang
tidak menangis. Kak Lio mengernyit sambil mengurai pelukannya. Tangannya
terulur padaku, menyentuh pipiku. Dia menunjukkan air mata di jarinya. Air
mataku. Melihat itu aku menangis semakin kencang.
"Shhh shhhh" Kak lio kembali
memelukku untuk menenangkanku
"Woii! Bisa kalian pelukannya besok
aja?" aku kembali sadar situasi kami. Aku langsung menjauhkan tubuhnya.
Kak Lio hanya nyengir.
"Kamu sama Dimas pulang ya? Biar dia
aku yang urus" Aku mengangguk mengerti" Kak Lio dengan sigap
mengambil alih Vei dari Kak Dimas, sementara Kak Dimas menggandengku keluar.
Aku sudah tidak bisa mendengar apa-apa yang
terjadi di dalam. Aku sudah di luar, masih terguncang dengan peristiwa tadi.
Vei, Bita, Kak Lio, Kak Dimas. Musuh, sahabat, saudara. Semuanya kabur.
"Kak?"
"Shhh, semua baik-baik aja" Aku
mencoba menggapai kesadaranku lagi, tapi semuanya tiba-tiba gelap
5 comments:
kak lio kasian bgt sihh, :(
di tunggu lnjutannya kak
Iyaaaaa....
:)
Sipppp...
Tapi nanti-nanti yaaa...
:)
okeeee,
semoga 'sang ide' selalu menyertaimu kak, hehhehee
Aminn Ya ALLAH,,
wkwkwkwk..
Makasih yaa
:))))
sama-sama :D
Post a Comment