Kriiiiinggg Kriiingggg
Ah siapa sih yang menggangu
tidurku? Apa dia tidak tahu kalau aku tidak bisa tidur semalaman? Tidur cukup
untuk cewek itu harga mati. Dan orang ini mau menawarnya?
Kriiiinnggg
Argghhhh, aku membuka mata dan
langsung menutupnya lagi, silau. Ponsel sialan itu masih saja berdering, aku
meraba-raba kasur dan berlanjut ke nakas. Ketemu!
"Halo" sapaku pada
siapapun orang tidak sopan di seberang.
"Ehh, babe! baru bangun lo?" Cia? Alamat aku tidak bisa tidur lagi
kalau dia yang menelepon. Alamat buruk!
"Ada apa?" aku malas
basa-basi, aku hanya ingin tidur
"Tolong jemput Ceska
doong" Nada suaranya berubah 180 derajat. Dasar cewek tukang merayu. Aku
mulai membuka mata dan membiasakan diri dengan cahaya pukul 10 pagi. "Gue
mau fitting dress tunangan gue"
Alah bilang aja kalo mau pacaran
celetukku dalam hati, sepupuku ini memang sedang bahagia dengan calon
tunangannya, Malvin. Dokter yang akan mengambil spesialisasi jantung di
Jakarta. Mereka sebenarnya baru mengenal 6 bulan yang lalu, Malvin sih sudah
cinta mati sama Cia sejak SMA.
"Dra? Dra Dra Dra Dra?"
Aku tersadar dari lamunanku, sedikit iri pada sepupuku, mendapat calon tunangan
seperti Malvin di umur kami yang menginjak 21 tahun. Tapi aku tetap sayang
banget sama Cia.
"Gue baru bangun, tadi malem
begadang baru bisa tidur jam 4.00. Kalian kan bisa jemput Ceska dulu baru fitting" Aku menyingkap selimut dan menurunkan temperatur AC.
"Hehehhe, gue mau ke kafe
dulu" Ahhh, tuh kan?? Mereka mau pacaran dulu. Aku mendengus "Please!! Susah banget sekarang gue
ketemu Malvin, masa seminggu cuma ketemu tiga kali? Sisanya cuma telpon, BBM,
sama YM? Malvin sibuk banget, ditambah lagi sekarang Malvin nggak tinggal di
rumah gue" Dasar Cia! PLEASE
DEH! tu sama saja KETEMU SETIAP HARI!
"Oke" aku sudah lelah
berdebat dengan sepupuku ini
"Hah? Yeeee, muah muah"
Aku langsung memutar mata "Jangan lupa ya, jemput Ceska jam 12 teng,
seperti biasa dia nggak suka nunggu lama" Aku hanya mengangguk-angguk
"Thanks ya say, gue nggak tau
bakal gimana kalo lo nggak ada"
"Stop! Jangan mulai lagi
deh" Sepupuku ini memang sedikit sensitif dan ekspresif. Saat dilamar
Malvin 6 bulan lalu saja dia datang padaku dan menangis histeris karena
bahagia. Aku sendiri bukan tipe cewek yang seperti itu, aku bisa mengontrol emosiku.
"Hahahaha, iya deh. Eh udah dulu deh Malvin udah
dateng. Thanks"
"Salam buat Malvin"
"Iya, bye
muahhh"
♥♥♥
Sekolah Ceska boleh dibilang
sekolah elit. Om Ervan memang selalu menginginkan yang terbaik untuk pendidikan
anak-anaknya. Jadi tidak heran kalau Ceska sekolah di International school, gila masih SD juga!
"Hei" Tubuhku menegang
mendengar siapa yang menyapa, aku mengenal suaranya, tapi berharap bukan dia.
"Landra kan?" tanyanya
padaku, aku memutar tubuhku dan memandangnya. Aduh, kenapa dia lagi?
"Hei" sapaku canggung, please deh di sepanjang belahan bumi ini
kenapa aku harus bertemu dia di sini? Sekarang? "Landra?" Tanyaku,
Jangan merasa aneh, namaku dan namanya memang sama di bagian belakang. Namaku
Meilandra Agni Kusuma, sementara dia Kelandra Adi Wijaya. Seperti anak kembar
kan? Kami pun sama-sama dipanggil Landra, dulu saat kelas 10 aku menikmatinya,
tapi sekarang aku ingin mengganti namaku. Dia mantan pacarku!!
"Apa kabar?" Tanyanya.
Aku langsung menyesal telah mengiyakan Cia.
"Baik, Kamu ngapain di
sini?" Tanyaku, mau tidak mau penasaran. Kenapa dia berada di lingkungan
sekolah dasar, menjemput adiknya?
"Aku lagi jemput adek. Kelas
3" Aku manggut-manggut, memang dulu saat aku pacaran dia mempunyai adik
perempuan, ternyata adiknya sekolah di sini. Kebetulan sekali! "Kalau kamu
ngapain? Kamu nggak punya adik kan?"
Dia masih ingat? Ah, lupakan.
"Aku jemput sepupuku, Ceska"
"Siapa? Ceska adiknya Cia?
Jadi kamu sepupunya Cia?" aku mengerutkan kening tidak suka, hanya
mengangguk. "Cia yang itu? Kok aku nggak pernah tau sih? Padahal kan kita
kenal lama" Kenapa sih dia ngeselin banget? Pertama ketemu malah bahas
Cia? Dasar cowok nggak peka! Apa jangan-jangan dia naksir Cia?
"Kenapa aku harus
cerita?" Tanyaku ketus
"Kok ketus sih? Dia itu sering
nunggu bareng aku di sini, eh Aku laper nih makan yuk" Tanpa menunggu
persetujuanku dia menggandeng tanganku menuju restoran di seberang sekolah.
"Kamu mau makan apa? Kamu
belum makan kan? Yaudah aku pesenin nasi goreng seafood sama jus stroberi ya? Mbak aku mau bakso aja deh sama jus
alpukat" Dia berkata pada pelayan dengan santai. Dia masih tau makanan
favoritku, tapi bukannya aku senang, tapi aku malah takut. Takut terperangkap
virus Landra lagi.
Setelah pelayan pergi aku langsung
menumpahkan amarahku. "Kamu nggak berubah, masih seenaknya"
"Apa?" Wajahnya
kebingungan
"Siapa bilang aku mau makan
nasi goreng? Siapa bilang aku mau jus stroberi?" Suaraku kubuat sedatar
mungkin
"Itu kesukaan kamu kan? Kamu
kenapa?"
"Nggak apa-apa, kita makan aja"
Kataku saat melihat pesanan kami sudah datang. Aku merasa jadi orang bodoh
karena mempermasalahkan hal yang tidak penting.
"Kamu kemana aja sih? Kok
nggak pernah nongol? Acara reuni juga nggak pernah dateng, padahal aku cariin
kamu lho" Uhuk uhkk uhk Aku tersedak, dengan cepat dia mengambilkanku jus.
"Thanks" kataku saat sudah tenang. Aku harus makan hati-hati
karena mungkin perkataannya yang ngawur itu bisa membuatku tersedak lagi.
"Kamu nggak berubah ya, masih
suka ceroboh kalo makan" Tuh kan? "Eh pertanyaanku belum
dijawab?"
"Aku kuliah di Bali, sekarang
balik karena liburan" Dia mengangguk dan makan baksonya dengan lahap. Kami
terdiam, diam yang canggung dan membuatku tidak nyaman.
"Dadaa!" teriakan Ceska
menyelamatkanku. Aku melambai padanya, menunggu dia menyebrang dibantu satpam.
Dia bersama gadis cantik dan imut, adik Landra mungkin?
"Sayang kamu mau makan?"
tanyaku begitu Ceska sampai. Sementara kulihat adik Landra langsung memeluk
kakaknya.
"Noo! I just want to drink, so thirsty Dada" Adik kecil Landra
juga mengangguk bersemangat "Bilqis juga mau, Dada" Tambahnya
"Dada?" Landra tiba-tiba
bertanya.Aku langsung menoleh dan merasakan wajahku memerah. Dada, pasti
terdengar janggal dan agak vulgar.
"Dulu dia nggak bisa bilang R,
tapi dia selalu denger Cia manggil aku Dra. Ceska malah memanggilku Dada,
padahal maksudnya Dradra" Aku menggigit bibir saat melihat senyum gelinya.
Aku berjanji setelah ini akan mengajari Ceska cara memanggilku dengan benar.
"Yaudah, kalian mau minum
apa?" Tanya Landra mengalihkan pembicaraan, sepertinya dia tau aku sudah
sangat malu.
"Stroberi" jawab adik
kecil Landra penuh semangat "Alpukat" kata Ceska
"Mereka kayak kita ya
Dra" Hah?
♥♥♥
Aku kembali mengingat-ingat
kejadian yang kemarin terjadi kemudian memutar kejadian yang lebih lama,
bertahun-tahun yang lalu.
Saat itu aku mengenal Landra di
acara MOS SMA, 6 tahun lalu. Saat itu kami satu kelompok dan rumah kami
berdekatan jadi aku lebih mudah mengerjakan tugas dengan Landra dibanding
anggota kelompok yang lain. Berangkat dan pulang sekolah pun kami bersama.
Sebulan kemudian kami jadian, cinta dan pacar pertamaku. Aku menjalani hidup
bahagiaku bersamanya. Jalan, nonton, makan, apel malam minggu, belajar bersama.
Aku tidak pernah mengenalkan Cia padanya, karena saat itu Cia dan keluarganya
sedang ada di Singapura. Mereka menetap di sana sampai Cia lulus SMA. Kami juga
mengalami masa-masa sulit seperti bertengkar, cemburu, miskomunikasi, jenuh.
Tapi akhirnya kami dapat melaluinya, aku merasa sangat lengkap, aku sangat
bergantung padanya. Menginjak SMA kelas 3 dia mengakhiri hubungan kami, aku
melihatnya bersama perempuan lain, dia selingkuh. Bahkan aku tidak bisa
berbicara dengannya lagi setelah dia minta putus dariku keesokan harinya,
sampai sekarang. Jadi aku seharusnya sangat membencinya, tapi kenapa setelah
kemarin bertemu aku tidak menemukan kebencian itu? Malah sebaliknya yang
kurasakan. Aku benci diriku yang seperti itu. Aku masih sangat mencintainya.
"Dra? Woi?" Aku tersentak
dari lamunanku, Bad habit: suka
melamun. Aku memandang Cia sambil menaikkan alis. "Gue tanya, lo mau makan
apa? Kasian tuh waitress nya
nungguin"
Aku mulai membuka mulut "Dia
pesan tempura" aku langsung menoleh kaget melihat Landra ada di sini.
"Apa?" aku masih kaget
"Dia pesan tempura aja mbak,
terus sama ocha dingin, saya juga sama" aku masih saja kaget dan bingung.
"Hai semuanya" dia tersenyum, aku kaget. Aku memandang Malvin, dia
mengangkat bahu. Aku memandang Cia, dia hanya tersenyum tenang lalu membalas
sapaannya. Malvin menyalaminya dan menanyakan kabar, sepertinya mereka akrab.
"Kenalin, ini kakak temen adek
gue. Namanya Landra. Gue yang ngajak dia, katanya dia males di rumah"
"Gue tau" Jawabku singkat
"Hah? Kalian udah saling
kenal?" Tanyanya kaget, pasti dia nanti akan bertanya macam-macam setelah
pulang.
"Gue teman SMA Landra"
Katanya
"Wow, kebetulan banget ya?
Bahkan nama kalian mirip. Meilandra, Kelandra" Malvin ikut-ikutan
berkomentar. Aku ingin membekap mulutnya.
"Kok lo nggak pernah cerita
sih Dra?" Tanyanya padaku
"Gue lupa" aku merasa
SANGAT tidak nyaman. Kenapa Landra ada di sini? "Gue mau ke toilet"
Aku beranjak dari dudukku
Aku berjalan tergesa-gesa menuju
toilet, membuka bilik kosong dan duduk di atas toilet. Kenapa dia harus kembali
ke hidupku? Tapi yang lebih penting, seharusnya aku bisa bersikap biasa kan?
Aku keluar menghadap cermin, menarik napas beberapa kali lalu memperbaiki make up ku yang sebenarnya masih
baik-baik saja. Aku mengatur napasku lagi dan keluar dari toilet. Aku hampir
saja berteriak saat ada yang menarik tanganku, tapi kemudian aku dapat melihat
Landra di hadapanku. Aku menatapnya sebal. Aliran listrik seperti menyengatku
saat tangannya menarik tanganku. Aku jadi gelisah.
"Kamu kenapa sih?"
"Kamu kenapa sih?" Kami
bicara bersamaan dengan kalimat yang sama, tapi dengan intonasi berbeda. Aku
dengan intonasi malas dan dia dengan intonasi memaksa. Lalu kami sama-sama
terdiam.
"Aku biasa aja, kamu tuh
kenapa sih? Aku gangguin kamu dengan datang kesini?" tuh dia tau, kenapa
masih nanya.
"Aku nggak nyaman sama
kamu" jawabku langsung. Mencoba melepas genggaamannya di tanganku, tidak
berhasil.
"Kenapa nggak nyaman? Aku
nggak jahat kan sama kamu?"
"Jahat banget! Kamu udah
ninggalin aku yang cinta mati sama kamu! Kamu berkhianat" aku menyentakkan
tangannya dam kembali ke meja kami yang sudah di isi pesanan. Akhirnya
kata-kata tadi keluar juga, aku sangat membencinya, datang seenaknya, pergi
seenaknya. Dia yang selingkuh, terus dia yang minta putus? Memang aku siapa?
Mainan untuknya? Saat aku sudah duduk dia menyusul.
"Sorry" bisiknya padaku, aku hanya diam.
Setelah makan dengan suasana
mencekam tadi, Cia mengajak kami ke Skittles. Klub langgananku dan Cia sebelum
ada Malvin.
"Babe, lo mau minum?" Teriak Cia disampingku. Kami sedang menggerakkan
tubuh sesuai musik yang berdentum, Malvin dan Landra mengawasi dari bar. Aku
tidak peduli, Aku hanya ingin bersenang-senang.
"Nggak, gue belum haus. Lo
ambil sendiri, gue oke kok" Teriakku balik, dia mengangguk mengerti dan
meninggalkanku untuk mengambil minum. Aku terus saja mengikuti dentuman musik
sampai tiba-tiba seseorang memegang pinggangku, aku langsung berbalik terkejut.
"Siapa lo?" Teriakku
"Santai aja babe, gue cuma pengen nge dance sama lo kok" Dia menyeringai, shit! Bau alkohol. Aku mencoba
menjauhkannya, tapi tidak bisa. Dia masih terlalu kuat, walaupun sudah mabuk.
Tangannya mulai merayap ke atas dan mengeratkan pelukannya. Aku refleks
berteriak, tapi tentu saja tidak ada yang mendengarku.
Sreet! Bug!!
Laki-laki tadi tiba-tiba jatuh
tersungkur karena pukulan seseorang, Landra! Aku mundur ketakutan sambil
menutup mulut. Landra langsung menarikku mendekat dan membawaku keluar dari
klub. Sepertinya dia ingin pulang.
"Dra? Aku nggak apa-apa, kita
balik aja yuk, nggak enak sama Cia" ajakku setelah tenang, tapi tangannya
mencengkeramku, membuatku tetap di tempat.
"Kita pulang aja, kalo kesana
lagi aku nggak jamin tuh cowok selamat"
♥♥♥
Ting tong
Suara bel apartemenku berbunyi, aku
masih saja bergelung dengan selimutku. Beberapa saat kemudian ibu mengetuk
pintuku. Ibu memang sedang menginap di apartemenku, katanya dia kangen. Aku
memang sudah tidak tinggal dengan Ayah Ibu karena menurutku aku sudah dewasa
dan tidak perlu tinggal terus dengan Ayah Ibu, aku ingin mandiri. Tapi tetap
saja saat aku libur kuliah seperti ini, mereka akan sering menginap di
apartemenku.
"Hei?" aku membuka mata,
ternyata bukan Ibu, tapi Cia. Aku mengangguk. "Anak cewek jam 8 belum
bangun? Cewek macam apa lo?" ledeknya, aku memutar bola mata.
"Sok tua banget sih? Ngapain
subuh-subuh ke apartemen gue?"
"Subuh? Lo nggak pernah solat
ya? Subuh itu udah beberapa jam yang lalu neng"
"Sok alim lo! Gue subuh tadi
udah bangun, solat subuh terus tidur lagi"
"Lo ada apa sih sama
Landra?" tanyanya langsung. Tuh kan? Aku tadi sudah berprasangka buruk.
"Nggak ada apa-apa"
elakku
"Gue nggak buta! Pasti ada
apa-apa. Orang Malvin yang orang baru aja tau ada yang aneh sama lo"
Aku menghela napas "Mau gue
jawab jujur apa boong?" tawarku sambil berusaha duduk. Dia melotot
"Jujur lah! Emang kenapa harus
bohong?" aku mencoba mengulur waktu
"Kalo jujur bawain gue es krim
seember, kalo lo mau gue boong bawaain gue sarapan dari dapur"
"Sialan lo! Itu rugi semua di
gue! Jujur deh, nanti gue beliin es krim, sekalian satu kontainer.
Cepetan!!" aku lalu mulai menceritakan semuanya, dari kami jadian sampai
putus dan sampai kemarin kami bertemu lagi.
"Oh, tapi menurut gue si
Landra juga nggak salah kok. Pasti ada alasanya, yakin deh?" aku memandang
Cia tajam, Nggak salah????
"Gue hampir mati rasanya
Ci"
"Lo merasakan itu karena
terbawa emosi, coba lo pikir dulu deh. Pasti ada yang terlewat"
"Gue baik-baik aja Ci waktu
itu, tapi terus gue liat dia megang tangan tuh cewek, dicium. Eh terus besoknya
gue diputusin. Gimana nggak nyesek tuh? Gue terlalu bergantung sama dia sih,
kemana-mana harus sama dia. Tapi kan kami pacaran, itu wajar!"
"Kayaknya nggak wajar deh, lo
terlalu bergantung sama dia"
Aku hanya bisa terdiam dan
memutuskan sesuatu. Aku akan menghindar!
Sejak peristiwa itu aku berusaha
menghindari Landra, setiap Cia mengajakku makan pasti aku akan bertanya,
"Ada Landra nggak?" kalau Cia menjawab ragu-ragu maka aku akan
menolaknya. Aku juga tidak mengangkat telpon dari nomor tidak dikenal, padahal
telpon itu berdering setiap hari. Tapi aku tidak peduli, aku takut kalau itu
Landra. Dan sepertinya begitu.
♥♥♥
Walaupun
aku sangat berusaha untuk menghindar, dia akan selalu ada di sini. Di sisiku.
Hari-hariku berikutnya kulewati
dengan TERLALU BANYAK LANDRA DI SEKITARKU.
Dia selalu ada di saat yang tepat,
sehingga membuatku bingung antara menerima bantuannya padahal aku sangat ingin
menghindarinya atau menolak bantuannya padahal aku butuh. Seperti saat kemarin
aku akan pergi ke mall, tiba-tiba ada
razia polisi di jalan dan aku ternyata tidak membawa STNK. Entah darimana
Landra datang dan menawariku bantuan dengan menelpon Cia. Cia kemudian
membawakanku STNK dan membebaskan mobilku. Aku hanya memberikan ucapan
terimakasih singkat padanya. Kejadian selanjutnya saat aku membawa mobilku lagi
untuk jalan-jalan, tapi memang dasar ranjau Jakarta, ban mobilku bocor dan aku
lupa membawa ban serepnya. Lagi-lagi dia datang dan karena mobil kami sama, dia
menawarkan ban serepnya untukku. Untung dia cepat datang karena tempat ban
mobilku bocor itu sangat gelap dan sepi, apalagi hari sudah malam.
"Kamu kenapa ada terus sih?
Kemarin di kantor polisi ada, sekarang di sini ada juga" Tanyaku saat dia
sedang mengganti ban mobilku.
"Kenapa?" Tanyanya sambil
mengelap keringat, tampan."Kamu nggak suka? Kalo gitu aku pergi deh"
"Eh jangaan! Aku nggak bisa
ganti sendiri" Cegahku, dia langsung tersenyum geli.
"Makannya belajar doong!
Gampang kok, tapi mending kamu nggak bisa sih"
"Kenapa?" Dahiku berkerut
"Biar aku bisa terus gantiin
ban kamu yang bocor" shit!
Darimana dia belajar ngegombal begitu? Sejak itu aku mulai menjauhinya lagi,
aku tidak mau sakit hati lagi. Dulu aku masih SMA, tapi sekarang aku sudah
cukup dewasa dan tau apa yang terbaik. Walaupun aku masih mencintainya, tapi
kan tidak ada jaminan kalau dia tidak akan kembali seperti dulu? Sekarang aku
semakin tidak mau diajak pergi Cia. Menolak menjemput Ceska bagaimanapun Cia
membujuk dan memohon. Sampai Cia kesal,
"Lo kenapa sih? Gue bete nih
sama lo!!" Aku tetap menolak
Aku hanya ingin dia lenyap sekali
lagi, jadi kalau satu-satunya cara adalah menolak Cia, aku akan melakukannya.
♥♥♥
Dan pagi ini adalah pagi penuh
kejutan karena lagi lagi aku bertemu dia.
Dari dua hari yang lalu aku menginap di rumah orangtuaku karena setiap
hari apartemenku kedatangan bunga mawar putih tanpa nama, tapi sepertinya aku
tahu siapa yang mengirimnya. Pagi ini saat aku membuka pintu untuk jogging, dia ada di sana, di beranda
rumahku.
"Ngapain kamu di sini?"
Dia mengangkat wajahnya, aku kaget, wajahnya kusut sekali, seperti orang belum
tidur semalaman.
"Kamu kenapa sih?" Kenapa
dia tanya padaku? Seharusnya kan aku yang bertanya padanya. Melihatku
mengernyit heran dia menambahkan. "Bisa nggak sih kamu sekali aja bersikap
manis? Please jangan menghindar lagi.
Aku kan bisa aja capek terus ngejar kamu"
"Hah? Kamu kenapa sih? Aku
nggak bersikap manis sama kamu karena kamu nggak pantes dapet sikap manis"
Aku lelah bertengkar dengannya, aku lelah menghindarinya. Mau mengakuinya atau
tidak, aku masih mencintainya. Kelandraku.
"Aku telpon nggak pernah
diangkat, SMS nggak pernah dibalas, aku kirim mawar putih kamu malah pulang
kesini, diajak Cia nggak mau, mau kamu apa sih? Apa sih yang harus aku lakukan
buat dapet perhatian kamu lagi?" Dia meracau tidak jelas. Ternyata memang
dia yang melakukan semuanya, aku harus menulikan telinga karena aku tidak mau
disakiti lagi.
"Kamu putar waktu saat kita
SMA lagi dan jangan kenal sama aku!" Aku berbalik, tapi tangannya
mencekalku.
"Ikut aku!" katanya
tiba-tiba dan langsung menggeretku. Aku mencoba berontak, tapi dia langsung
mengangkatku, menggendongku, dan membawaku masuk mobilnya. Aku mencoba
berteriak dan melawan, tapi aku langsung terdiam ketika dia menciumku.
Ciumannya lembut, membujuk, mempengaruhi, dan menguasaiku. Aku ingin menjauh,
tapi aku sangat menginginkannya dan merasa kecewa saat dia melepaskannya.
Senyumnya lebar.
"Manis" Wajahku langsung
bersemu merah "Kamu percaya deh sama aku, kita perlu bicara!" Lalu
dia menjalankan mobilnya. Aku tertidur dalam perjalanan -kemanapun tempatnya-
ini. Dan begitu terbangun aku mendapati diriku berada di tempat yang sangat
kubenci. Puncak!
Kulihat jok pengemudi di sampingku,
kosong? Kuncinya juga tidak ada. Aku langsung keluar dari mobil dan mencarinya.
Napasku memburu karena takut dengan tempat ini. Aku harus menemukannya, aku
harus pulang. Tanpa sadar aku masuk semakin jauh ke kebun teh dan ketika
tersadar aku menjerit. Aku tersesat! Dulu aku pernah mengalaminya saat kecil
dan semenjak itu aku benci tempat ini. Aku mulai menangis frustrasi, merasa
sendirian. Beberapa jam kemudian keadaannya masih sama, aku semakin takut tidak
bisa menemukan jalan pulang, lalu semuanya gelap. Aku pingsan dan begitu
terbangun lagi dipelukan seseorang.
"Shhh, maafin aku" Dia
tau apa yang kutakutkan membelai rambutku. Aku merasa tenang.
"Kamu tadi kemana? Kamu
sengaja mau balas dendam?" tanyaku teredam dadanya. Dia tertawa, kenapa
dia tertawa? Apa tidak tahu penderitaanku berjam-jam tersesat?
"Balas dendam apa? Aku merasa
kita perlu bicara dan ini tempat yang tepat. Jangan menghindar lagi, please!" Tubuhku menegang "Aku
sekarang kuliah di Australia, Kamu kuliah di Bali, semester 6. Tapi aku merasa
kita sama kayak anak TK yang lagi marahan. Aku ingin memulainya lagi" aku
berusaha melepaskan pelukannya, tapi dia tetap mengurungku.
"Kamu udah ninggalin aku tadi,
hampir ngebuat aku mati, tapi kamu malah bicara nggak jelas?"
"Aku tadi di samping mobil,
tapi kamu yang ilang. Aku cariin kamu berjam-jam dan begitu aku ketemu kamu
kamu udah pingsan" Dia menghela napas, kemudian melanjutkan "Nggak
usah langsung pacar, teman dulu nggak apa-apa" Aku terdiam, dia langsung
melepaskan pelukannya dan mengajakku pulang. Dia tidak menunggu jawabanku. Lalu
kami pulang ke Jakarta lagi dalam diam. Kali ini aku tidak tidur, tidak bisa.
Saat kami sudah hampir sampai apartemenku aku berkata,
"Sebelum aku bisa memulai
sesuatu sama kamu, aku mau tau alasan kamu mutusin aku dulu" dia
menghentikan mobil di pinggir jalan sebelum memasuki area apartemenku.
Dia mulai bercerita "Kamu tahu
aku sayang banget sama kamu?" aku mengangguk "aku ninggalin kamu
karena kamu udah terlalu bergantung sama aku, padahal aku rencananya mau kuliah
di Australia. Aku nggak bakal sanggup ninggalin kamu sendiri di sini, tapi aku
juga ingin sekali kuliah di sana. Aku berpikir panjang dan cuma nemu satu cara.
Aku ninggalin kamu pas kita mau kelas 3 SMA, aku pikir mungkin kamu lebih
semangat lagi buat ujian karena benci aku dan ternyata iya, kamu dapet nilai UN
tertinggi kedua setelah aku. Dan lihat, kamu ada di sini, bahagia sama
pilihanmu, walaupun tanpa aku" aku hanya bisa geleng-geleng kepala
"Jadi, Aku mau mulai dari awal
lagi sama kamu. Kamu mau?" Tanyanya lembut penuh pengharapan. Tapi aku
tidak bisa melihatnya aku sangat marah dan langsung keluar dari mobil. Aku
tidak peduli aku kehujanan, aku hanya ingin pergi dari orang yang menyakitiku.
Dangkal sekali sih alasannya? Dengan alasan kecil seperti itu dia
meninggalkanku? Membuatku menderita bertahun-tahun?
"Dra? Hei Dra? Kamu
kenapa?" Aku berbalik menghadapnya, dia menyusulku.
"Cuma gara-gara itu? Kamu mau
putus sama aku TANPA ALASAN karena kamu mau kuliah di luar negeri? Australia?
Nggak masuk akal! Lalu gimana sama cewek itu, kamu selingkuh kan?" dia
membalik posisi kami.
"Waktu itu kamu sangat tergantung
sama aku, kamu nggak bisa sehari aja tanpa aku. Gimana aku bisa ninggalin kamu
saat kamu nggak siap? Aku mencoba membuat kamu percaya kalau aku selingkuh dan
berkhianat, aku butuh kamu benci sama aku. Aku setia sama kamu"
"Aku bakal nunggu kamu, aku
bakal sabar. Aku bisa!" Aku tahu aku bohong dan dia juga tahu itu. Aku
tidak bisa hidup tanpanya saat itu. Harus ada dia, baru aku bisa bernapas.
"Kamu tau maksudku kan? Dengan
kebencian, kamu bisa hidup tanpa aku. Aku dulu susah banget buat lupain kamu
dan aku memang nggak mau ngelupain kamu, sampai sekarang"
"Tapi kamu bisa ngomong kan?
Punya mulut kan? Terus kenapa kamu mau balik?" Aku mencoba menghapus air
mataku yang tersapu air hujan, perbuatan sia-sia.
"Aku sayang banget sama kamu,
aku nggak bisa ninggalin kamu dengan bilang pelan-pelan. Rasanya aku nggak
sanggup. Sekarang kita udah gede Dra, kita bisa berpikir dewasa." dia
mulai berjalan mendekat. Aku berjalan mundur, tapi tebentur body mobil. Aku terisak semakin keras
sambil menangkupkan tangan ke wajahku. Kudengar desahan napasnya diantara derasnya air hujan. Aku menyerah pada
cintanya, aku menyerah pada kesabarannya, aku menyerah pada diriku sendiri.
Karena sebenarnya di sini aku yang jahat, aku yang membuatnya memutuskan hal
itu. Dia rela kubenci seumur hidupku agar aku bisa hidup baik selama dia pergi.
Aku yang jahat! Aku yang menyakitinya. Kurasakan tangannya merengkuhku,
menyurukkan wajahku di dadanya.
"Maafin aku, maafin aku,
maafin aku, maaf" aku tidak tahan, disini aku kan yang salah? Aku yang
membencinya tanpa tahu dia juga menderita.
"Stop it!" Aku menghentikannya dengan melonggarkan pelukan kami
dan menyambar bibirnya, aku ingin membungkamnya. Berhenti meminta maaf, karena
itu bukan hanya salahnya, salahku! Aku melepaskannya, tidak peduli dengan mobil
yang berlalu lalang, tidak peduli siapapun yang melihat. Aku hanya ingin dia
berhenti.
"Stop it! Aku cinta kamu sampai sekarang, aku ada di sini, bisa
kuliah dengan baik sampai sekarang. Itu karena kamu"
Dia menggeram dan berkata "Aku
belum pernah sebahagia ini setelah putus dari kamu" senyumnya sangat
menawan. Lalu menciumku singkat
aku langsung tersipu, "Udah
nggak usah gombal, kita bisa masuk angin. Ayo ke apartemenku"
♥♥♥
"Kamu tinggal sendiri?"
"Iya" jawabku, dia
berdiri dengan santai dan rambutnya masih basah "Kamu mau ke kamar mandi?
Mandi gitu? Di sini ada baju Ayah kok, soalnya dia suka nginap di sini. Ukuran
kalian nggak jauh beda. Aku juga mau mandi"
"Jadi kita mau mandi
bareng?" tanyanya sambil tersenyum jahil
"Sembarangan! Bukan muhrim.
Aku mandi di kamarku, kamu mandi di kamar Ayah Ibu aja"
Memangnya ciuman boleh??
*Abaikan
Dia tidak protes dan mengikutiku.
Aku mengambil jins dan kaus Ayah, kemudian memberikannya pada Landra. Walaupun
Ayahku lumayan berumur, tapi dia masih muda dalam hal penampilan. Aku juga
mengambil handuk baru dan memasangkannya di rambut Landra yang basah.
"Thanks" katanya sambil tersenyum lebar. Tanpa bisa
kukendalikan, Aku menarik kedua ujung handuknya dan membawa bibir Landra ke
bibirku dengan singkat. Aku belum puas merasakannya. Bibirku beralih ke
lehernya, menciuminya. Landra hanya terdiam sambil memelukku, membiarkanku
merasakannya tanpa gangguan.
"You're welcome" Jawabku akhirnya sambil mendorongnya ke kamar
mandi.
30 menit kemudian, Aku keluar kamar
mandi lebih dulu dan menemukan HP Landra berkedip-kedip, sepertinya ada SMS.
Aku hanya ingin mengecek nama pengirimnya, siapa tau penting. Saat membuka
kunci HP aku menemukan nama Cia disana. Cia? Aku penasaran, apa sih yang mereka
bicarakan dan aku langsung kaku saat membaca SMS-nya.
From: Cia Malvin
Sukses
ya bro sama sepupu gue! Gue udah yakin dari awal kalo kalian bakal jadian,
lagi! PJ nya udah ditunggu. Gue salut sama lo ngerencanain ini semua buat
dapetin si Landra lagi. Walaupun pake boong sama maksa dulu :p
Salut
gue!!
Apa maksudnya? Aku lalu membuka SMS
yang lebih lama secara acak.
From: Cia Malvin
Gila!
Lo mau bawa dia ke puncak terus lo tinggalin? Sadis lo! Dia kan nggak suka
tempat dingin itu. Pokoknya kalo ada apa-apa gue tuntut lo!
Jadi Cia tau kalau aku akan dibawa
ke puncak? Aku ditinggalkan? Itu rencana? Dia tidak mencariku? Dia bohong?
From: Cia malvin
Lo
utang banyak sama gue! Masa gue lo suruh ambil ban serepnya Landra? Tapi tugas
udah beres bos!
From: Cia malvin
Dasar
gila!
STNK
nya udah ada di tangan gue, lo yakin sepupu polisi lo mau main razia-raziaan
begini?
From: Cia Malvin
Lo
mau ngikut makan bareng gue sama Malvin nggak? Ada Landra lhoo :p
From: Cia Malvin
Gue
nggak percaya lo mau dapetin Landra lagi dengan cara 'kebetulan' ketemu begitu.
Jadul banget tau nggak sih? Hahaha
Tapi
oke, gue setuju
:)
Aku tidak mampu lagi membaca SMS
yang lain. Jadi? Jadi ini semua karena Landra mau mendapatkanku kembali? Tapi
mengapa caranya seperti ini? Minggu-minggu menderita itu? Kenapa harus
menyiksaku dulu untuk bersamaku? Aku lemas, sepertinya semua tulangku berubah
menjadi bubur.
Klik
Dia keluar dari kamar ayah dan Ibu,
terlihat segar dan tampan. Aku berjalan menuju dapur.
"Mau cokelat panas?"
Tanyaku dari dapur, mencoba menahan getaran kemarahan dalam suaraku.
"Boleeh" Jawabnya, lalu
terdengar ringtone HP nya.
"Halo? Cia?" Hanya itu
yang mampu kudengar karena dia berjalan menuju ke balkon.
10 menit kemudian dia selesai
menelpon dan aku selesai dengan coklat panas kami.
"Tadi telpon dari Cia?"
tanyaku padanya setelah aku kembali dengan membawakan cokelat panas padanya.
"Iya" Jawabnya. Aku
meletakkan gelas coklat panas di hadapannya. Dia langsung meminumnya. Aku duduk
di sofa, berseberangan dengannya.
"Dia bilang apa?" Tanyaku
lagi.
"Kamu kok disitu sih? Dingin
tau, sini deket sama aku" Katanya sambil menepuk sofa di sebelahnya. Tapi
melihatku berubah serius dia kemudian berubah serius juga "Ada apa?"
Aku memulai,"Ketemu
'kebetulan' di sekolah Ceska, makan malam sama Cia, clubbing, nggak bawa STNK, ditilang polisi, ban mobilku bocor,
tersesat di puncak. Ini semua ulah Kamu?" shit! Saat marah pun aku tidak bisa menggantikan sapaan 'kamu'
untuknya. Aku bangkit karena kemarahanku memuncak. Dia juga ikut bangkit dan
terlihat kaget.
Dia kelihatan akan menjawab, tapi
kupotong "Kamu pikir ini lucu?? Kamu tau gimana rasanya pas ketemu kamu di sekolah Ceska? Gimana aku
tersesat di puncak ketakutan sampai rasanya mau mati dan tiba-tiba bisa ketemu
kamu lagi? Sumpah kamu tega banget!"
"Give me a chance, aku bakal jelasin, tapi kamu tenang dulu
ya?" Dia menyeberangi jarak diantara kami dan mencoba meraihku, tapi aku
menghindar.
"Aku berdiri aja"
"Oke" ucapnya akhirnya
"Aku memang merencanakan ini semua, cuma mau bikin kamu sadar, kalo aku
bakal ada di setiap kamu butuhin, sekali lagi" Aku tidak percaya
"Dengan cara begini? Dengan
kamu bikin rencana sama Cia? Aku sayang kamu Lan, sayang banget, tapi nggak
begini caranya! Kamu memanipulasi semuanya"
"Aku kenal Cia waktu dia mau
jemput ceska lalu kami kenalan. Cia orangnya memang cerewet, jadi dia cerita
juga tentang kamu. Aku nggak nyangka Landranya Cia itu kamu sampai aku ngeliat
kalian di mall, waktu itu aku belum
berani. Kamu pikir gimana perasaanku? Aku sayang sama kamu, terus cariin kamu
setelah kita kuliah tahun pertama. Aku mulai berani bilang ke Cia, aku mau dia
ngasih jalan ke aku. Kamu cuekin, aku coba sabar Dra. Aku coba baikin kamu di
makan malamnya Cia sama Malvin, tapi apa? Kamu malah syok dan nggak mau ketemu
aku lagi. Kamu sadar nggak sih?" tanyanya mendekatiku, aku tidak bisa
bergerak. Dia mengguncang lenganku pelan.
"Kamu sadar nggak sih? Saat itu aku nunggu kamu buka hati lagi buat
aku? Tapi ternyata kamu lebih suka dipaksa" Aku hanya bisa menangis
"Tapi kamu bohong, Aku nggak
bisa, aku nggak bisa" aku terus menggeleng "Kamu pulang aja!"
Dia menghela napas dengan berat,
sebelum berkata "Fine! Tapi satu
hal yang harus kamu tau, i'm deeply in
love with you, sweetheart" dia mengecup keningku singkat lalu pergi.
♥♥♥
"Jangan bilang lo nggak mau
dateng ke pesta tunangan gue?" Tanpa halo Cia langsung menyemburku dengan
kata-kata tajamnya. Sepertinya Landra sudah menceritakan semua pada Cia.
"Ci.."
"Gue tau gue salah, oke! Gue
emang salah. Tapi please deh kita
udah gede Dra. Lo harus mikir maksud gue baik dan dia emang cinta mati sama lo.
Udah kan?"
"Gue nggak marah sama lo! Tapi
Ci, dia kan juga bisa ngomong ke gue! Gue juga bakal ngerti. Nggak usah bikin
gue bertanya-tanya selama ini" Aku mulai emosi, pagi-pagi baru bangun
tidur aku malah disambut dengan masalah seperti ini. Tadi malam kurang apa?
"Lo waktu itu masih SMA Dra,
dia juga! Apa sih yang bisa lo harapin dari anak SMA? Ini masalah kecil Dra.
Jangan lo bikin besar!"
"Gue ngerti, tapi dampaknya Ci.
Gue jadi begini, nggak punya keberanian buat memulai sesuatu yang baru sama
cowok itu gara-gara dia, tapi dia seenaknya mau balik ke hidup gue? Mimpi
aja!"
"Tapi dia dateng lagi juga
gara-gara pengen memperbaiki semuanya. Dia mau bikin lo jadi princess nya lagi dan lo masih cinta kan
sama dia?"
"Gue nggak bisa, belum"
"Ah terserah lo deh, susah
ngomong sama batu. Udah pokoknya gue nggak mau ngurusin masalah lo lagi. Dan lo
HARUS -Harusnya pake kapital- dateng ke acara tunangan gue kalo lo nggak mau gue
pecat jadi sodara" Tuut tuut
Aku mendesah panjang mengingat
kejadian-kejadian yang kualami sebulan belakangan ini. Hanya satu bulan tapi
rasanya seperti bertahun-tahun. Semuanya berubah, aku bertemu lagi dengan
Landra dengan 'kebetulan', Cintaku yang kukira sudah hilang untukknya tenyata
masih tersisa dan timbul, dia mencintaiku, semua terasa sempurna kemarin, lalu
semuanya terungkap, rencana Landra, Cia, bahkan mungkin Malvin. Apa yang harus
kulakukan? Aku mencintai Landra dan Landra pun begitu. Aku bahagia, Landra
juga.
Lalu apa yang kutunggu? Aku
bergegas bangkit dari tempat tidur kemudian mandi.
♥♥♥
Aku turun dari mobil jemputan,
sendiri. Ayah dan Ibu sudah pergi tadi sebelum aku. Aku berjalan dengan anggun
menuju rumah Cia yang sudah didekorasi penuh warna silver dan ungu, warna
kesukaan Malvin dan Cia. Semua orang memandangku, aku tau ini semua karena
penampilanku. Aku memakai dress
semata kaki berwarna putih tulang, one
shoulder semakin membuat bahuku yang bagus terekspose beserta kulit putih
langsat yang semakin bersinar. Aku memakai make
up samar dan mengubah gaya rambutku dengan kepang fish tail yang sedikit rumit.
Tentunya aku terlihat menakjubkan, aku tidak akan kalah dari Cia. Ini adalah salah satu caraku membalas, forgiven but not forgotten. Hahahahha,,
aku memang kekanak-kanakan.
Aku masuk ke dalam rumah Cia yang
semakin penuh warna silver dan ungu. Bau mawar putih yang tersebar di ruangan
menyambutku. Ini pesta yang keren!
Dari kejauhan aku melihat Malvin
dan Cia sedang berbincang dengan pasangan paruh baya. Aku mendekati mereka
mereka. Kulihat Cia menggunakan kebaya modern ,tetap dengan nuansa ungu dan
silver. Tubuhnya yang bagus terbalut sempurna, dia terlihat luar biasa.
Ditambah lagi binar-binar kebahagiaan dimatanya, senyumnya cemerlang. Dasar!
Walaupun aku berusaha tampil cantik, tapi dia memang lebih cantik.
"Haii" Cia begitu
bersemangat menyambutku, meninggalkan kedua tamunya begitu saja. Malvin yang
menggunakan beskap tersenyum meminta maaf atas kelakuan tunangannya ini.
"Heii, cantik" pujiku.
Dia tersenyum senang.
"Thanks, kalo nggak gitu gimana gue bisa dapet Malvin yang super
duper cakep itu" Malvin yang sudah ada di belakangnya tersenyum bangga.
"Tapi lo juga cakep lah say, abis gue lo yang paling cakep"
"Hahahaha,, BTW selamat ya
buat kalian" Aku mencium pipi mereka lalu memeluk mereka bersamaan.
"Thanks, sorry ya buat kemarin. Gue nggak ikut sih sebenenrnya, jadi
kalo lo mau marah, marahin Cia aja" Malvin menjawab ucapan selamatku.Cia
langsung menghadiahi cubitan sayang pada lengan Malvin.
"Hahahahaha, gue tau kok.
Besok gue ajakin lo makan deh ya, mau apa?" Cia langsung melotot cemburu
"Gue sate lo sampe ngembat
laki gue" hahaahahha..
Panggilan MC memotong percakapan
kami. Ini waktu mereka tukar cincin tunangan.
"Bye honey, gue kesana dulu ya?" Ucap Cia, sambil mengecup
pipiku
"Sukses ya, gue pasti
nyusul" kataku sambil balas mengecup Cia. "Sukses bro" kataku
menepuk lengan Malvin. Mereka pergi ke panggung rendah sambil bergandengan
tangan. Om Ervan dan Papa Malvin juga sudah di sana. Ayah dan Ibu juga di sana,
bahkan Ceska sudah terlihat tampan dan siap. Suatu saat nanti pasti aku akan
mendapatkannya. Saat acara berlangsung aku memandang sekitar, mencari orang
itu, tapi nihil dia tidak ada. Mungkin memang tidak datang.
Acara berlangsung sukses, tanpa
kesalahan dan sangat romantis. Aku berjalan ke teras samping, duduk di bangku
kayu yang menghadap taman. Melepaskan heels
ku. Aku bukan Cia yang mampu bertahan berhari-hari memakai sepatu menyiksa ini.
Aku meluruskan kakiku, pegal!
Tiba-tiba kudengar suara orang
terkesiap, aku menoleh dan langsung terduduk tegak.
"Sorry aku ganggu ya?" Tanyanya sopan. Kenapa saat seperti ini
malah sok sopan sih? Kemarin-kemarin saat aku menolak, dia malah ada di
mana-mana. Aku yang tadinya bahagia langsung kesal "Aku balik ya?"
Aku bangkit dan berjalan ke arahnya
tanpa alas kaki. Membalik tubuhnya dan memeluknya dengan erat. Tubuhnya
menegang, tidak siap dan membuatnya mundur beberapa langkah. Membawaku.
"Jangan begini! Aku minta
maaf" ucapku di dadanya
"Aku yang minta maaf, aku kok
yang salah. Nggak seharusnya aku masuk ke hidup kamu lagi"
"Shut up! Jangan jadiin aku orang nyebelin lagi oke? Aku udah cukup
jadi beban pikiran kamu selama ini. Sekarang please, balik sama aku. Aku mau mulai lagi sama kamu"
"Hah? Kamu serius? Memangnya
kamu masih cinta sama aku?" pertanyaan bodoh darimana itu?
"Aku cinta sama kamu"
Ucapku akirnya, kesannya sih aku yang nembak duluan, tapi tidak apa-apa.
Daripada menyiksa diri sendiri, aku lebih suka bahagia dengan usahaku.
Dia mengerang lalu memelukku dengan
erat. "Kamu tau udah berapa taun aku nunggu kamu bilang itu lagi? 4 tahun
dan sekarang kamu ada di pelukanku, kamu tahu rasanya? Rasanya tuh.."
"Oh, just shut up" Dia sangat cerewet dan memang perlu dibungkam.
Aku mengurai pelukan kami, menangkup wajahnya, berjinjit dan mulai melekatkan
bibirku dan bibirnya. Aku tidak membiarkan dia menjauh dan dia memang tidak
menjauh. Dia membalas ciumanku dan mengeratkan pelukannya. Dia menciumku
seperti seorang butuh udara, tidak bisa lepas. Tangannya bergerak naik,
menangkup wajahku agar tetap di tempat. Kemudian dia membiarkanku bernapas
dengan melepaskan ciumannya dan beralih ke leherku lalu mencium telingaku dan
berbisik
"I
grab you one more time, babe"
Aku setuju
♥♥♥
Acara tunangan Cia dan Malvin masih
berlanjut. Saat aku kembali dari teras dengan wajah merah, mereka sedang
bernyanyi bersama. Mereka romantis sekaligus konyol, mereka ingin duet, Malvin
ingin lagu Anang-Ashanti Jodohku sementara Cia ingin lagu You belong with me-nya Taylor Swift. Memang pilihan Cia agak tidak
nyambung karena dia tidak harus merebut Malvin dari siapapun, tapi Cia hanya
ingin kalimat you belong with me
saja. Sementara Cia sedikit alergi dengan lagu jodohku. Mereka itu pasangan
paling unik. Hahahahahaha... Aku tersenyum pada mereka dan mereka melambai
padaku, ehm kami.
Tangan itu tanpa kusadari memelukku
dari belakang. Cuek dengan keadaan dia mendekatkan bibirnya di telingaku,
menciumnya lalu berbisik. "Kapan kamu mau nyusul mereka, cantik?"
Wajahku langsung memerah,
"Nanti" Dia langsung membalik tubuhku dan dahinya berkerut tidak
setuju.
"Nanti? Kapan?"
Aku membelai wajahnya "Kita
masih kuliah sayang, abis itu ya?" Tanyaku meminta persetujuan. Dia
mencium hidungku.
"Apapun buat kamu, tapi kamu
harus lulus cepat ya! Aku udah nggak sabar ganti nama belakangmu jadi Wijaya.
Meilandra Agni Wijaya? Is it sound good?"
"Banget"
No comments:
Post a Comment