Kita tidak akan tahu masa depan sebelum kita
mengalaminya, yah akan berbeda lagi ceritanya kalau kamu anak indigo. Dan Aku
bukan.
Aku sekarang di sini, di ruang TV rumahku, ditemani
air es, handuk yang sudah basah, betadine, plester, kapas, dan alat P3K. Aku
sedang mengobati luka memar Kak Lio, dia duduk di hadapanku sambil
meringis-meringis jelek dan sebentar-sebentar mengaduh. Aku tidak tahu
bagaimana ini bisa terjadi, dan kapan?
"Salah sendiri, siapa suruh sok jagoan!!"
Aku bersungut-sungut. Kak Lio bercerita bahwa dia tadi menyelamatkan anak SMA
yang diganggu preman. Dia nekat karena melihat anak itu sangat ketakutan.
Bukannya bisa menolong, Kak Lio malah dikeroyok, 1
lawan 5. Aku hanya bisa menggeleng-geleng dan bergumam "Emang cari
mati"
"Gue bukannya sok jagoan! Kalo aja mereka nggak
main keroyokan pasti gue bisa menang" Kak Lio pintar sekali sesumbar
"Kan 'kalo', nah sekarang kan kenyataannya Kak
Lio yang jadi korban" Aku selesai memasang plester pada luka di pipi kiri
Kak Lio. Mereka memang tidak tanggung-tanggung, preman profesional. hahahaha
"Aduuuhhhh! Pelan-pelan doong" Dia
menjauhkan mukanya dari jangkauanku "Yang penting kan gue bisa nyelametin
tuh bocah. Dan gue merasa bangga" Katanya sambil menepuk-nepuk dadanya
bangga.
"Ishhhhh, sini!!" aku meraih kepalanya dan
mendekatkannya padaku untuk menempelkan plester lain di hidungnya, tanpa
sengaja aku menariknya terlalu dekat. Aku tidak bisa berkata-kata, hanya
terpaku menatap matanya yang berbalik menatap mataku. Jantungku serasa
meloncat-loncat dari sarangnya, sumpah. Aku baru pertamakali merasa seperti
ini. Ada apa? Kenapa?
Aku ingin menghindar, tapi tangan Kak Lio merengkuh
wajahku dan menahan wajahku di posisinya. Aku bingung, apa yang harus
kulakukan, aku sulit bernapas. Akuu...Aku....
Klek
Suara itu menyentakkanku kembali sadar. Kak Lio juga
sudah melepas rengkuhannya dan menoleh.
"Kalian ngapain?" Tanya Kak Dimas
tiba-tiba, melihat posisiku dan Kak Lio yang begitu dekat. Aku langsung
menunduk untuk menyembunyikan rona merah di pipiku dan pergi ke dapur membawa
baskom air es. Aku melirik Kak Lio dan Kak Dimas yang sedang bergulat lewat
tatapan mata. Tatapan tidak setuju dari Kak Dimas dan tatapan menantang dari
Kak Lio. Kak Dimas mendesah menyerah.
"Lo baik-baik aja?? Thank's udah jagain dia" Mereka kembali berahasia, aku
langsung mendesah sedih.
Menjaga siapa? Memangnya aku kenapa?
♫♫♫
Hari yang aneh...
Aku tidak tahu ada angin apa hari ini, tapi hari ini
Kak Lio mengantarku. Diulangi, Kak Lio mengantarku. Ada yang aneh? Yaiyalah,
secara Kak Lio itu pengidap insomnia berat kenapa sekarang bisa bangun pagi dan
mengantarku sekolah? Nggak mungin, tapi ternyata memang terjadi. Kak Lio
menjemputku dengan wajah kucel dan berantakan walaupun tetap kelihatan cute.
Sejak kejadian kemarin, aku merasa ada yang berbeda ketika menatap Kak Lio
sekarang, aku bingung.
"Kak lio kok bisa bangun pagi?" tanyaku
sambil memasang seat belt
"Gue nggak tidur" Hah? Aku menatap kaget,
Dia bilang apa?
"Kakak nggak tidur?" tanyaku sekali lagi.
Dia mengangguk lalu menjalankan mobilnya "Kenapa?" Aku merasa aneh,
kenapa Kak Lio sampai tidak tidur?
"Kalo gue tidur, nanti nggak bisa bangun pagi
buat nganterin lo, Hoahhhm" kak Lio menutup percakapan kami dengan kuapan
lebar. Kemudian menyetel CD dengan volume gila-gilaan, mungkin untuk mengusir
kantuknya. Aku masih ternganga tidak percaya.
Untung saja kami sampai di sekolahku dalam keadaan
selamat sampai tujuan. Tanpa insiden yang berarti seperti menerobos lampu merah
atau menyerempet seseorang. Sepertinya Kak Lio masih dalam konsentrasi penuh.
Fuiiihhh
"Nanti lo gue jemput, Jam berapa lo pulang?"
tanya Kak Lio saat kami sampai di depan gerbang
"Jam 2 hari ini, bukannya Kak Dimas bilang dia
bakal jemput gue?" Tanyaku heran
"Rencananya di ubah, gue besok nggak bisa
jemput lo" Katanya lalu menambahkan "Gue harus ngurus sesuatu, udah
cepet turun nanti lo telat" Sekali lagi Kak Lio menguap dan mengacak
rambutku.
Aku dengan kesal keluar dari mobil Kak Lio dan
langsung merapikan rambutku yang berantakan. Kemudian melambai ke arah Kak Lio.
Aku menatap langit pagi ini, mendung. Mungkin nanti
sore akan hujan. Saat aku berjalan menuju kelas, tiba-tiba seseorang
menghentikan langkahku. Aku hanya menatapnya bingung.
"Ini buat lo" Katanya lalu pergi
"Hah??" Aku belum bisa mencernanya,
"Heiiii," Orang itu tidak terlihat lagi dan aku tidak mengenalnya.
Ahh terserahlah!
Aku melihat kertas, lebih tepatnya amplop coklat
berukuran sedang di tanganku. Ini benar untukku? Aku membaliknya dan menemukan
namaku di sana.Dari siapa? Dengan penasaran Aku membukanya sambil berjalan di
koridor menuju kelasku. Ternyata isinya foto..
Aku langsung mengehentikan langkah dan mencari
pegangan. Aku berpegangan pada pilar terdekat, mencegah aku jatuh terduduk.
Apa ini??
Aku duduk di kelas dengan wajah gusar dan tidak
sabar, aku memang agak terlalu pagi. Pukul 6 lebih sedikit aku sudah sampai
sekolah, tapi seharusnya dia juga datang pagi. Akhirnya dia datang, aku
langsung tersenyum senang.
"Bitaaa" Aku mejemputnya di pintu, dia
tersenyum ramah.
"Hei, lo pagi banget" Dia mengernyit
heran, tapi tetap tersenyum. Memang sepertinya tidak ada yang perlu
dikhawatirkan. Tapi aku tersadar kalau dia ternyata juga gugup,
sebentar-sebentar melirik ke belakang.
"Kenapa sih lo Bit?" Dia hanya menggeleng
"Ehh, tadi gue dapet sesuatu yang lucu deh, tapi bisa nggak kita bicara di
ujung koridor aja?" Bita menoleh padaku kemudian mengangguk mengerti.
Aku dan Bita sekarang berada di ujung koridor,
dengan aku membawa amplop cokelat tadi pagi. Bita berdiri di depanku dengan
wajah semakin gugup saat melihat amplop di tanganku. Aku semakin merasa tidak
nyaman, aku ingin loncat saja ke bagian akhir, tapi itu tidak mungkin.
"Tau nggak Bit, tadi pagi gue dikasih sama
cowok. Pinter banget deh mereka ngeditnya, gue aja sampe sempet ketipu. Tapi
tenaang aja, gue percaya lo kok" Suaraku bergetar, tanda bahwa aku mulai
gugup dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku mulai mengeluarkan
foto-foto itu dengan tangan gemetar, akhirnya foto itu sekarang sudah terpisah
dari amplopnya. Aku memandang foto itu sekali lagi dan kemudian mendengar Bita
terkesiap. Ahh, aku tidak menginginkan ini, tidak. Foto di tanganku bergetar,
disana ada beberapa gambar yang memperlihatkan Bita, ya Bita yang itu, Bita
sahabatku. Sedang memeluk seseorang dari belakang di dekat gudang dan aku tidak
perlu alat bantu untuk bisa menyadari kalau orang itu aku. Jadi Bita yang
mengunciku? Tapi kenapa?
Aku menarik foto di bawahnya, Foto Bita dengan
cowok-cowok yang kelihatan seperti preman, 5 orang. Hari itu masih pagi karena
aku bisa melihat background siswa SMA
sedang berjalan menuju gerbang. Kemudian aku melihat lagi foto
selanjutnya,hatiku teremas, disitu tergambar Kak Lio sedang dikepung oleh
preman-preman di foto sebelumnya. Di belakangnya, aku mengamati di belakangnya,
ada Aku dan Bita. Bita menengok ke arah Kak Lio sedangkan aku menyeret Bita
untuk segera pergi. Aku tidak sanggup melihat foto-foto selanjutnya. Aku sudah
melihat foto itu tadi, Kak Lio yang dihajar oleh preman-preman itu. Ternyata
Kak Lio berbohong? Kenapaa??
Bita hanya bisa terdiam di tempatnya dan memandangku
merasa bersalah.
“Gue salah kan Bit? Ini bukan lo kan? Lo nggak
mungkin ngelakuin ini sama gue kan?” Bita hanya terdiam melihatku, wajahnya
sudah pucat. Dia menggeleng padaku. Aku mencengkeram kedua sisi lengannya “Gue bisa
percaya lo kan Bit?” Bita hanya bisa menggeleng dan bulir air mata jatuh dari
kedua matanya yang bulat jernih.
“Maafin gue” Hanya dua kata dan itu membuat ku
lemas. Aku menagupkan tanganku di depan mulutku.
“Kenapaa?” Tanyaku padanya, dia hanya bisa menggeleng.
Aku berlari kedalam kelas dan mengambil tasku, aku tidak mau sekolah lagi,
paling tidak sekarang. Aku belum siap, ralat, aku tidak akan pernah siap.
Aku berlari menyeberangi lapangan, kudengar Bita
meneriakkan namaku,. Aku tidak mengacuhkannya dan terus berlari, untung saja
aku berangkat pagi, jadi sekarang belum bel. Aku berjalan tak tentu arah,
kemudian tanpa kusadari aku berhenti di taman kota, tempatku makan gorengan
dulu. Aku duduk di salah satu bangkunya dan mencoba berpikir jernih. Ini tidak
mungkin terjadi-lagi. Sahabatku, kepercayaanku.
Kilasan-kilasan kejadian sebelumnya menyadarkanku,
kejanggalan-kejanggalan itu perlahan-lahan terkuak. Kak Lio yang bekata kalau
ada yang memberitahunya bahwa aku terkuci di gudang, mungkin itu Bita yang
sudah merasa puas dengan siksaannya padaku hari itu. Dan kenapa Bita merasa
harus mengajakku ke mall, dan yang terakhir, Kak Lio yang datang ke rumah
dengan wajah lebam dan langsung memelukku. Jadi semua itu karena Bita? Jadi
persahabatan kami ternyata tidak nyata? Dan wajah bersalahnya itu karena dia
ingin aku mempercayainya? Sungguh diluar dugaanku.
Aku beranjak dari dudukku dan berjalan-jalan pelan.
Aku tidak tahu berapa lama aku berjalan, tapi kurasa cukup lama karena sekarang
sudah pukul 11 siang. Langit kelihatan semakin mendung tanda hujan sebentar
lagi turun. Aku menghentikan taksi, aku lelah dan hanya ada satu tempat yang
akan membuatku tetap waras, Rumah!!
Aku masih berusaha terus mencerna semua yang telah
terjadi, tapi hasilnya sama. ItuBita, dia Bita. Bita yang itu, Bitaku.
Aku sampai rumah tepat saat hujan mulai turun,
sepertinya di rumah sedang tidak ada orang. Aku langsung naik dan mengunci
pintu kamarku. Aku bergelung di kasur besarku dan mulai menangis, tangis yang
kutahan sejak bertemu Bita tadi. Aku tidak tahu kapan itu berhenti dan mulai
jatuh tertidur.
Drttt.. Drttt... Drttt...
HP ku bergetar di atas kasur, membangunkanku. Aku
melihat nama yang tertera di layar dan langsung mengabaikannya. Aku masih belum
siap berbagi apapun dan aku belum siap untuk beradu mulut dengan Kak Lio karena
dia menutupi ini.menutupi bahwa sahabatkulah yang menususkku dari belakang. Aku
melihat jam di HP ku, memang sudah pukul 2, waktunya Kak Lio menjemputku, tapi
aku sedang tidak ingin peduli.
♫♫♫
Tokk.. Tokk
Suara ketukan membangunkanku, Aku membuka mata. Ini
jam berapa? Aku melihat ke arah jendela, hujannya deras sekali. Aku melihat jam
beker di dekat tempat tidurku, 04:15 PM
Aku tidur lama sekali
Tokk tokk
Ternyata itu bukan mimpi, aku dengan malas keluar
dari selimut hangatku dan berjalan terhuyung menuju pintu. Membuka kuncinya.
Aku seharusnya tidak kaget melihat siapa yang datang. Tapi ternyata aku
terkejut juga, aku refleks menutup pintu, tapi ditahannya.
“Kakak mau apa?” Tanyaku parau melihat Kak Lio
kehujanan. Antara kasihan atau tetap marah padanya
“Lo baik-baik aja?” Aku hanya mendengus, dia masih
berani bertanya?
“Lo pikir gue baik-baik aja setelah tau lo nutupin
ini semua? Lo tau nggak apa yang tadi gue temuin? Bita kak Bitaaa!!!! Bita yang
itu, sahabat gue kenapa lo bohong, kenapaa.. kenapa” aku terus meukuli dadanya
dan menanyakan kenapa sambil sesenggukan. Kemudian kurasakan dia menghela napas
dan merengkuhku dalam pelukannya. Membuatku basah.
“Lo tau? Tadi gue nyariin lo dari pagi setelah Bita
telpon gue kalo lo pulang. Lo tau gimana kalutnya gue? Gue yang nggak tidur
semalaman bingung banget gimana cara nemuin lo dan lo malah enak-enakan tidur?
Gue kehujanan cariin lo selama berjam-jam” Dia menghela napas “Gue tau lo
kecewa sama Bita, tapi lo harus tau, Bita itu sahabat lo, lo tau artinya
sahabat? Sahabat nggak akan pernah berkhianat” Kemudian dia melepaskan
pelukannya “Kalo lo mau marah sama gue, boleh. Kalo lo mau marah sama Bita
boleh, tapi itu Cuma buat hari ini. Besok lo harus maafin gue” Kak Lio mencium
keningku lembut “Lo istirahat aja” Lalu berbalik
Aku kembali ke kamar, berbaring di tempat tidur. Aku
memikirkan perkataan kak Lio tadi tentang Bita. Apa benar? Kalau Bita
menganggapku sahabat, kenapa dia mengunciku? Aku tidak bisa berpikir jernih.
Tokk tokk..
“Sayaang” Terdengar suara ketukan pintu lagi, aku
yang baru keluar dari kamar mandi langsung membuka pintu.
“Ibuu? Ada apa bu?” Tanyaku sambil mengeringkan
rambutku sehabis keramas.
“Makan yuk. Ibu udah siapin makanan kesukaan kamu,
capcay” Kata Ibu tersenyum
“Yeiiii” Aku langsung berlari turun, disana ada Kak
Dimas dan Ayah yang sedang bertaruh siapa yang menang hari ini, Arsenal atau
MU.
“Hai Yah, Kak Dimas” Sapaku lalu duduk di sebelah Kak
Dimas. Kak Dimas menatapku sekilas, lalu melanjutkan berbincang dengan Ayah.
Kami makan seperti biasa, bercanda seperti biasa, tapi Kak Dimas sepertinya
kesal padaku. Kenapa?
Setelah makan, Ayah dan Ibu menonton TV sementara
aku pamit untuk membuat PR. Aku tadi sudah SMS teman sekelasku, tentu saja
bukan Bita. Katanya hari ini ada PR bahasa inggris.
Aku sedang mengerjakan PR ku dengan serius ketika
Kak Dimas masuk ke dalam Kamarku.
“Ada apa?” Tanyaku singkat
“Lo marah sama Lio?” Tanyanya langsung, aku
mendongak
“Iya, sebenernya sama Kakak juga” Jawabku sambil
terus mengerjakan PR ku
Kudengar Kak Dimas menghela napas, hari ini banyak
sekali yang menghela napas. “Gue sama Lio khawatir banget tadi denger lo kabur
dari sekolah. Dia cariin lo dari pagi dan gue nggak bisa apa-apa karena gue
lagi ujian” Jelasnya tanpa kutanya.
“Tapi kan kalian juga udah bohongin gue, gue minta
kalian itu jujur sama gue itu aja. Gue tahu kalo Bita begini juga bukan dari
kalian, tapi dari orang lain”
“Kami Cuma mau yang terbaik buat lo, dan ini belum
selesai. Percaya sama gue deh. Bita itu baik” Aku terperangah. Baik? Apa aku
tidak salah dengar? Apa Kak Dimas baru saja membela dia? Aku menggeleng kecewa
“Gue nggak mau denger. Gue nggak tau apa-apa dan
sekarang gue nggak mau tau. Kalo emang dari awal kalian pingin banget gue nggak
tau jadi buat yang selanjutnya gue juga nggak mau tau”
“Hasss, gue benci sifat keras kepala lo ini.
Pokoknya satu ya, Bita itu anaknya baik, terus lo harus minta maaf sama Lio. Lo
nggak inget apa siapa yang selalu nolongin lo?? Lio kan? Dan dia nggak bilang
sama lo juga mau nolongin lo”
Tapp, Tappp..
Ibu naik ke atas, ke kamarku. Melihat wajahku dan
wajah Kak Dimas yang keruh Ibu pasti tahu kalau aku dan Kak Dimas sedang
bertengkar.
“Kalian kenapa?” Tanya Ibu lembut. Aku hanya
menggeleng sambil tersenyum.
“Nggak apa-apa Bu, Kak Dimas lagi rese” Aku tidak
mau Ibu khawatir
“Ohhh, Kalian bisa liatin Lio nggak? Soalnya kata
Via Lio nggak bisa dihubungi. Mbok Minah lagi pulang kampung” Aku mengernyit,
memang kenapa kalau tidak bisa dihubungi? Kak Lio kan sudah besar.
“Memangnya Bunda Via kemana Bu?” Tanya Kak Dimas
“Via lagi ada seminar di luar kota sama Danung juga.
Tadi katanya pas telpon Lio bilang nggak enak badan, Takutnya dia
kenapa-kenapa. Kalian bisa tolong liatin?” Pinta Bunda. Aku langsung sok sibuk dengan PR ku.
“Biar Dimas aja deh yang liatin” Kata Kak Dimas.
Bunda tersenyum dan mengalihkan pandangannya padaku
“Kamu nggak ikut sayang? Kamu nggak khawatir sama
malaikat pelindungmu yang satu itu?” Aku langsung mendongak cepat.
“Ehhh, Biar Kak Dimas dulu deh yang jenguk. Kalo Kak
Lio nggak apa-apa kan nggak usah dijenguk juga” melihat Ibu yang mengernyit
heran aku langsung menambahkan “Ehh, aku juga masih ada PR yang harus
dikumpulin besok Bu” Ibu hanya mengangguk dan meninggalkan aku dan Kak Dimas.
“Lo beneran nggak mau ikut?” Tanya Kak Dimas. Aku
menggeleng ragu-ragu, aku masik marah pada Kak Lio. Kak Dimas mengangguk
kemudian pergi.
Aku berusaha berkonsentrasi pada PR ku, tapi aku
hanya bisa menyediakan setengah kapasitas otakku untuk ini. Sebagian lainnya
pergi bersama Kak Dimas. Kulirik jam, sekarang sudah pukul 09:12 PM. Kenapa Kak
Dimas belum kembali? Saat angka menunjukkan 09:15 kudengar langkah kaki Kak Dimas
dari bawah. Aku langsung keluar kamar dan menunggu Kak Dimas mencapai tangga
teratas.
“Gimana Kak?” Tanyaku langsung dan membuat Kak Dimas
kaget lalu mengelus dada.
“Lo bikin kaget aja deh!! Dia demam, parah. Katanya kepalanya
pusing banget. Iya sih, kehujanan berjam-jam” Aku jadi semakin khawatir
“Iyaa? Terus kenapa nggak dibawa kesini aja, kan
disini ada Ayah sama Ibu. Pasti lebih gampang ngerawatnya” Kataku mengikuti Kak
Dimas ke kamarnya.
“Dia udah tidur, jadi gue nggak mau berat-berat ngangkat
dia.” Melihatku akan berbicara lagi Kak Dimas menambahkan “Kalo lo mau jengukin
dia besok aja, tadi dia udah gue kasih obat. Lo tidur aja sekarang” Aku hanya
mengangguk pasrah mendengarnya.
Sampai di kamar, aku tidak bisa tidur. Terus berganti-ganti
posisi tidur, tapi aku tetap tidak bisa tidur. Aku masih menghawatirkan Kak
Lio. Kenapa Bita sampai melakukan ini semua? Apa dia juga menyukai Kak Lio?
Tapi kan dia bersahabat denganku sebelum bertemu kak Lio?
♫♫♫
Aku tidak bisa tidur sampai pukul 03:00 pagi. Aku sepertinya
terkena karma, Kak Lio sakit gara-gara aku, mungkin sekarang aku akan sakit
karena memikirkan Kak Lio. Aku tidak sadar jam berapa ini sampai Ibu mengetuk
pintu kamarku.
“Sayaaang, kamu masih mau sekolah nggak?” Aku hanya
menggumam sebagai jawaban. Ibu masuk kamarku dan membelai rambutku dan mencium
rambutku. “Bangun dong sayang” Kata Ibu lagi. Aku akhirnya membuka mata dan
langsung menutup mataku lagi. Silau.
“Ibuuu, Aku ngambil jatah bolosku yaa. Aku baru bisa
tidur jam 3” Aku berbicara dengan mata terpejam. Aku memang mendapat jatah
bolos dari Ibu satu bulan 3 kali.
“Kenapa nggak bisa tidur?” Tanyanya lembut
“Nggak tau, Aku masih ngantuk” Jawabku lagi. Ibuu
lalu mengecup keningku singkat.
“Yaudah, Ibu izinkan ke wali kelas kamu. Kamu tidur
aja, Ibu kerja dulu ya sayang” Ibu pergi
dan menutup pintu kamarku. Aku malas sekali sekolah, pati ada Bita. Bagaimana
aku menghadapinya? Aku masih perlu berpikir lagi.
Aku turun 3 jam kemudian, kulihat jam dinding di
ruang makan. 09:00 pagi. Aku duduk di meja makan, disana ada sandwich. Aku langsung
mengambil dan memakannya, lapar sekali. Di rumah sudah tidak ada orang. Aku memandang
melalui jendela ke rumah seberang. Masih sepi, sepertinya Bunda belum pulang. Aku
khawatir pada Kak Lio dan sudah melupakan rasa marahku. Aku memang lemah
terhadapnya. Aku pergi ke atas untuk mandi kemudian turun lagi dan langsung
menyeberang. Aku tidak perlu mengetuk atau apapun karena memang tidak dikunci.
Aku berjalan menuju kamar Kak Lio, aku langsung
mendesah melihat kamar Kak Lio yang berantakan dengan tissue bertebaran. Gelas-gelas
kosong dan sarapan tadi pagi yang belum tersentuh.
“Kak” Aku berjalan mendekati ranjangnya dan duduk di
pinggiran tempat tidur. Kak Lio meringkuk di sana, berselimut tebal. Badannya menggigil,
aku meraba keningnya, demamnya tinggi sekali.
“Hmmmhh” Kak Lio menjawab dengan erangan.
“Makan yukk” Ajakku lalu mengambil bubur yang sudah
dingin. Kak Dimas sepertinya tadi kesini, tapi dia bukan orang yang akan melayani
orang lain, terutama Kak Lio. Kak Lio mulai membuka mata dan menatapku lama.
Aku mengulangi ajakanku lagi “Makan yukk kak” Kak
Lio berusaha bangkit duduk, aku membantunya. Menyendokkan bubur, sekarang
keadaannya berubah, aku yang memanjakan Kak Lio. Kak Lio dengan diam makam
dengan lambat. Sepertinya dia tidak berselera.
“Kak, maafin gue ya” Kataku akhirnya
“Maafin kenapa?” Tanyanya bingung, suaranya sengau.
“Ohhh? Itu, yang kemarin. Gue udah buat lo jadi
begini, gue minta maaf. Gue,,, gue” Kenapa hari ini aku cengeng sekali. Kak Lio
mendesah dan mengangkat daguku.
“Lo nggak salah, udah jangan nangis lagi. Gue bakal
maafin lo kalo hari ini lo ngerawat gue dan nggak pulang sampai nanti malam” Aku
kaget sekali, permintaan yang aneh dan tatapannya membuatku sulit bernapas.
“Kakak” aku menarik napas lagi kemudian memeluknya.
Aku beruntung karena ada Kak Lio di sisiku.
Hari ini kami menghabiskan waktu bersama, makan,
bermain game, menonton DVD, dan mengobrol.
2 comments:
ditunggu part 7 nya ya kakkkk :D
Ehhh??
Sippp, tapi ini belum selesai, jadinya nyelesaiin part ini duluu
:))))
Post a Comment