Part 5 hadiiirrrr...
Lamaaaaaa..
Soalnya udah mau kuliah lagi...
Selamat membaca...
:)
Sudah seminggu
aku tidak bertemu Kak Lio, benar-benar tidak bertemu, melihat saja tidak. BBnya tidak
aktif. Rasanya aneh sekali, menurut kalian bagaimana? Aku yang sudah seumur hidup
bersama Kak Lio, tiba-tiba dia hilang? Kalo dianalogikan seperti kita yang biasanya makan nasi jadi makan beling. Mungkin lebai kali ya, tapi aku meerasa kalo
memang rasanya seperti makan beling karena Kak Lio tidak di sini. Aku kangen sama Kak Lio.
Kangen sama paksaannya, kangen sama overprotective-nya dia, kangen sama bercandaannya dia, kangen sama perhatiannya, masakannya, baunya. Kangen Kak Lio yang selalu berada di sisiku, kangen dia ada.
Kangen sama paksaannya, kangen sama overprotective-nya dia, kangen sama bercandaannya dia, kangen sama perhatiannya, masakannya, baunya. Kangen Kak Lio yang selalu berada di sisiku, kangen dia ada.
Arghhhh, aku
jadi mellow begini. Salahkan Kak Dimas
sama Kak Lio! Ngapain mereka pakai berantem segala?
Aku sedang
menonton TV ketika Kak Dimas membuka pintu depan, “Hei”
“Hmmm” Aku
menoleh sebentar dan kembali menonton Spongebob lagi, aku suka kartun ini.
“Ehhh? Masih
ngambek yaaa?” Dia duduk disampingku. Bau matahari
“Nggak” Aku
tidak mengalihkan pandanganku dari TV.
“Yaaahh,
jangan marah doong, jelek kalo marah. Udah makan?” Tanya Kak Dimas merubah
posisi menyamping, menatapku.
“Belum” Kak
Dimas langsung menatapku tajam
“Emang Ibu
nggak masak pas mau berangkat arisan?” Ibu sudah pulang dari Surabaya, Kakek
sudah sembuh dan sehat sampai sekarang.
“Masak”
“Lha terus
kenapa nggak makan?”
“Gue nunggu
Kak Dimas, mau disuapin”
“Hah dasar!
Gara-gara si ...” Kak Dimas tidak melanjutkan ucapannya, aku tahu Kak Dimas mau bicara apa, tepatnya siapa. Tentu saja, the
one and only, Kak Lio. "Arrrggghh, udah deh, gue supain" Aku
masih melamun ketika kak Dimas duduk di sofa lagi, aku benci keadaan ini. Aku
yang biasanya tau apapun tentang kedua setan ini, sekarang malah orang paling clueless. Kemarin, waktu aku mau
berangkat sekolah diantar Kak Dimas, Bunda ada di depan rumahnya, sedang
menyiram-nyiram bunga, Bunda yang sadar aku perhatikan menengok dan memberikan
senyum penuh perhatian dan prihatin.
Jadi aku saja
nih yang tidak tahu?
"Eh
jangan diem ajaaa, aaaaa doong" Ternyata Kak Dimas sudah menyendokkan nasi
dan sayur bayam, plus bakwan goreng. Aku membuka mulut.
Saat aku
mengunyah aku jadi ingat kemarin Kak Lio
menyuapiku bakso gara-gara aku ngambek sama dia, aku tidak sadar meneteskan
airmata, aku menangis.
Kak Dimas
kaget dan langsung meletakkan piring ke meja“Lo kenapaa?” Tanyak Kak Dimas
lembut.
“Akuu...hiksss..hiksss...”
Kak Dimas langsung memelukku dan menenangkanku. Aku masih saja menangis, aku
kangen dulu. Kangen jalan bareng Kak Lio dan Kak Dimas, tapi kenapa sekarang
dua orang yang aku sayang malah bertengkar dan aku tidak tahu alasannya???
Kenyataan kalo aku satu-satunya orang yang tidak tahu menghentikan tangisku. Aku
melepaskan pelukan Kak Dimas dan langsung berlari ke kamar, mengunci pintu.
“Dindaaa?”
Tokk ....tokk
“Dindaa? Lo
kenapa sih?” Kak Dimas mengetuk pintuku, aku bersembunyi di balik selimut dan
menangis menghadap bantal. Aku memang seharusnya kesal pada dua orang itu, aku
memang kesal. Tapi sekarang aku merasa marah bukan kesal lagi. Sudah seminggu
dan aku selalu bertanya ada apa sama Kak Dimas dan Kak Lio(lewat telpon), tapi
hasilnya nihil. Kak Dimas selalu menghindar dan mengatakan semua baik-baik aja,
Kak Lio lebih parah karena aku sama sekali nggak bisa menghubungi dia. Suara
Kak Dimas sudah tidak terdengar lagi dan aku tertidur.
Aku nggak tahu
kapan aku terbangun, tapi kurasa ini sudah malam. Kamarku gelap sekali dan
perutku sakit. Sepertinya maag ku kambuh.
“Ughhhhh,
Ibuuu Ughhhh, Kak Dimaaasss” Rasanya sakit sekali aku tidak bisa bergerak. Aku meraba-raba
kasur mencari HP ku, begitu aku mendapatkannya aku langsung menekan speed dial 2. Mungkin karena takdir
akhirnya nomor ini aktif. Pada dering kedua dia mengangkatnya.
“Halo”
“Kakaaaak” Aku
merintih
“Apa? Lo
kenapa?” Kak Lio terdengar khawatir dan ada suara pintu dibanting disana
“Ughhhh kaaak, sakit”
Kak Lio seperti berlari, aku sudah tidak kuat dan melepas HP dari telingaku.
Aku mendengar
bentakakan Kak Dimas lagi, lalu ada yang berusaha membuka pintu kamarku, tapi
nggak bisa karena terkunci. Aku udah nggak bisa ngerasain apa-apa selain sakit
dan tiba-tiba suara jendela kamarku di lantai dua yang terbuka berbunyi. Kak
Lio menyingkap selimut dan menemukanku meringkuk sambil menangis di kasur.
“Lo kenapa?”
Tanyanya, pasti kak lio naik tangga yang ada di luar jendelaku. “Kenapa
pintunya pake dikunci segala?”
“Sakiittttt,,,”
Aku hanya bisa merintih dan memegangi perutku
“Maag lo pasti
kambuh” Kak Lio langsung membuka kunci pintu kamarku dan keluar, Kak Dimas
berteriak melihat Kak Lio di rumah.
“Ngapain lo di
kamar Dinda? Hei!! Lo kenapa sih? Ini dapur gue. Pergi nggak lo!!!” Terdengar
Kak Dimas sedang membentak-bentak Kak Lio
“Lo itu yang
ngapain? Adek lo sakit gitu lo masih bisa nonton naruto? Kakak macam apa lo!!”
Kak Lio berlari ke atas, ke kamarku, di belakangnya ada Kak Dimas yang cuma
bisa diam.
“Lo bisa duduk?”
Tanya Kak Lio lembut, beda sekali dengan suaranya ketika bicara dengan Kak
Dimas tadi. Aku mengangguk, Kak Lio menata bantal dan membantuku duduk.
“Aduhhh”
“Makan ya?” Kak Lio membawa sayur bayem dan nasi, masakan
Ibu tadi siang.
“Aku membuka
mulut dan mencoba makan” Sebenarnya aku
nggak selera makan, tapi karena aku nggak masu sakit terus, aku memaksakan
untuk makan. Kak Dimas masih saja berdiri di samping pintu dan terdiam
melihatku dan Kak Lio. Aku hanya bisa menghabiskan seperempat nasi yang
diambilkan kan Lio.
“Minum obat
nih” Kak Lio menyerahkan obat dan air putih padaku. Kak Lio lalu menyuruhku
untuk tidur lagi.
“Gue balik ya?
Lo istirahat aja” aku hanya bisa mengangguk. Kak Lio berjalan ke pintu dan
menepuk bahu Kak Dimas saat melewatinya.
“Kalo lo mau
marahin gue, di luar aja” Kak Dimas mengangguk, tapi dia berjalan ke arahku.
Menghela napas berat kemudian mencium keningku.
“Maafin gue
ya, lo istirahat aja” Kemudian Kak Dimas berbalik, Aku menarik ujung kaosnya.
Membuatnya menoleh.
“Kakak kasih
tau gue ada apa, kalian kenapaa” Kataku sambil terisak lagi “Lo mau gue sakit
lagi?” Tanyaku
“Heii, nggak
boleh nangis lagi!” Kak Dimas menghapus air mataku. “Gue yakinin lagi, ini
nggak apa-apa sampe lo aja nggak perlu tau, met malem” Dia mencium keningku
lagi lalu keluar dari kamarku.
Hah? Mana aku
percaya? Masalah cetek kok sampai marahan begini??
♫♫♫
“Gimana nih
Bit? Gue harus gimanaaaaaa?” aku merengek-rengek pada Bita saat jam istirahat
siang di kelas. Kelas sepi hanya ada aku dan Bita yang nggak ikut istirahat.
“Gu,, gue..
gue juga nggak tahu” Bita terdengar gugup, aku langsung melihat mukanya,
mukanya tenang-tenang saja. Mungkin aku salah dengar.
“Terus gue...”
“Dinda”
Kata-kataku dipotong oleh panggilan Disti, wakil ketua kelasku.
“Apaan?”
Tanyaku malas
“Tolong beliin
sapu baru di ruang depan gudang sana, sapunya ilang lagi nih” Memang kebiasaan
anak sekolah ya, suka nyolongin sapu dari kelas lain. Aku mengangguk dan
mengajak bita, tapi dia menggeleng.
“Gue lagi
males jalan nih” Akhirnya aku pasrah dan berjalan sendiri sambil membawa uang
yang diberikan Disti padaku. Aku berjalan santai menuju ruang koperasi khusus
alat bersih-bersih, tempatnya lumayan jauh dari kelasku dan beda gedung. Berada
di dekat gudang, jadi lumayan sepi.
Saat aku
hampir sampai dan sudah akan melewati gudang, tiba-biba seseorang memelukku
dari belakang dan membekap mulutku yang refleks berteriak-teriak. Dia lebih
kuat dariku, aku mencoba berontak, tapi tidak bisa. Tangannya besar dan kuat,
aku yang menyadari kemana aku akan dibawa mengerahkan seluruh kekuatanku, tapi
tetap saja aku tidak bisa menandinginya. Dia membuka pintu gudang dan
mendorongku masuk ke dalamnya, saat aku berbalik melihatnya dia sudah menutup
pintu dan terdengar suara pintu di kunci. Aku menggedor-gedor pintu gudang.
“Heeei! Lo
kenapa sih? Apa gue salah sama lo?” Aku masih menggedor-gedor pintu. Aku
mencari-cari HP ku, aku merogoh saku rok dan kemeja. Hah? Dimana? Aku
meningat-ingat dan langsung menepuk jidat. Tadi kan masih ada di kelas!
Gimanaaaa nihhh???
Ciit,,
ciit,,,ciittt
“Aaaaaaaa”
Apaan tuh? Tikuusss? Aku mengedarkan pandangan. Ughhh bau debu dan kotor sekali.
Apa sih yang bisa diharapkan dari gudang sekolah? Aduuuhhh gimana nih? Aku
mencoba mengetuk-ngetuk lagi dan berteriak. Aku tidak mau menangis, kalau nanti
aku menangis bagimana aku bisa keluar? Aku harus kuat,, haruss kuat,, harus..
Hiks hiks
hiks....
Air mataku
tumpah juga,,,
“Bitaaaaaaa”
aku berteriak-teriak memanggil Bita. Apa ada yang mendengarkanku? Kurasa tidak.
10 menit... 30 menittt.... 1 jam...
Aku terus saja
menangis dan berteriak secara bergantian, siapa yang menguncikanku? Apa Bita
dan teman-temanku tidak menyadari kalau aku belum kembali? Apa mereka tidak
mencariku?
Ciit...
ciit... ciiit..
“Aaaaaa” dan
ini suara yang membuatku berteriak. Aku nggak tau tikus jenis apa yang berdiam
di sini, tapi itu mengerikan sekali. Aku hanya bisa duduk sambil menaikkan
kakiku ke atas kursi yang baru saja kubersihkan dari debu-debu tebal.
Aku takut
sekali.
Aku sudah
lelah menangis dan memanggil, sekarang aku merasa haus dan lemas ketakutan.
Bagaimana kalau aku tidak ditemukan? Bagaimana bisa seseorang mengunciku di
gudang? Kenapa? Apa aku punya salah padanya.
Aku tidak
sadar apa yang terjadi tapi tiba-tiba aku terbangun di ranjang putih dengan
tanganku yang nyeri. Aku melihat tangan kiriku, ternyata sudah ada jarum infus
bersarang di sana. Aku sadar kalau aku ada di rumah sakit atau minimal klinik.
Aku menoleh ke samping kanan di sana ada Kak Lio dan Kak Dimas di luar kamarku
yang pintunya dibuka. Mereka yang seperti akhir-akhir ini, sedang bertengkar.
Jadi ini yang membangunkanku, batinku.
“Lo liat tuh?
Apa itu yang lo bilang baik-baik saja?” suara mereka lirih, tapi tajam.
“Gue tau, gue
minta maaf. Ini semua salah gue, tapi please
biar gue jaga dia” aku sudah tidak perduli, aku benci mereka.
Tiba-tiba Ibu
keluar dari kamar mandi di samping tempat tidurku dan melihatku terbangun.
“Sayang? Alhamdulillah kamu udah sadar” Kata
bunda mencium pipiku, Kak Dimas dan Kak Lio yang mendengar suara Ibu langsung
masuk. Aku hanya memandangi Ibu.
“Lo udah
sadar?” kata mereka bersamaan. Aku tetap memandang Ibu.
Tiit,,,Tiit....
“Halo Yah?”
Ibu mengangkat teleponnya, “Ohh, biar Ibu jemput ya?” Lalu Ibu menutup
telponnya. “Sayang, Ibu mau jemput Ayah dulu ya, dia kan pulang dari luar kota
hari ini. Lio Dimas jagain Dinda ya” Ibu mengecup kami semua lalu pergi.
“Din??”
“Kenapa gue
ada di sini?” Tanyaku memotong ucapan Kak Dimas.
“Gue yang bawa
lo” jawab Kak Lio
“Kenapa lo
bisa tau gue di sana?” Aku sudah tidak menggunakan sapaan padanya, aku sedanng
kesal.
“Gue tau dari
seseorang” wajahnya langsung keruh
“Siapa?” kak
Dimas akan menjawab, tapi aku memotongnya
“Jangan bilang gue nggak boleh tau!”
“Gue tau dari
temen lo, Katanya lo nggak balik-balik dari koperasi sampai pulang”
“Bita??”
Tanyaku
“Bukan dan lo
nggak usah tanya siapa, di sini gue sama Dimas udah baikan. Nggak baikan juga
sih. Tapi gue bakal jagain lo lagi”
“Siapa yang
suruh lo ngatur hidup gue? Siapa yang ngebolehin kalian?” teriakku frustrasi. “Gue
sayang kalian, sayang banget. Sampe kapan kalian mau boongin gue? Lo pikir gue
percaya kalo lo bisa tau gue ada di sana? Bullshit
banget tau nggak?” Aku langsung berbaring lagi, membelakangi mereka.
“Dinda, kami
berdua sayang sama lo, sesayang-sayangnya” Kata Kak Dimas membuatku berbalik
melihat mereka lagi “Apalagi si Lio” Dia langsung tersenyum-senyum jahil. Kak
Lio hanya bisa memutar matanya dan berkata pelan “anak kecil”
“Kenapa gue
musti dijagain?” Tanyaku ketus, Kak Dimas kenapa sih suka ngomong nggak jelas
begitu?
“Kenapa lo
bisa kekunci di gudang? Ato jangan-jangan lo ngunci diri di gudang terus malah
ketiduran?”
Kak Lio
mulutnya ya? “Gue nggak ngunci sendiri!!” Tapi kalo dipikir-pikir lagi, berarti
aku akan bertemu Kak Lio terus?? Yeeiiii! Eh?? Lupain!
“Oke!” Jawabku
diketus-ketuskan
“Nahhh
gitu dong!” Kak Lio mengacak rambutku, sementara Kak Dimas batuk-batuk. “Udah, gue balik dulu, capek abis gendong lo
tadi” Kak Lio mengedipkan matanya padaku
Hah??
♫♫♫
Akhirnyaaaaaaaaa....
Tiga hari kemudian aku bisa masuk sekolah, dehidrasi berat dan terkadang masih suka lemas melihat ruang tertutup. Lebaii ya? Nggak apa-apa sih lebai, tapi memang begini keadaannya. Aku baru sadar ketika aku ingin buang air kecil, waktu kamar mandinya di tutup aku langsung keluar lagi. Ayah yang heran tanya kenapa, aku menjawab, aku takut dikunci di kamar mandi. Ayah langsung sadar dan dia berkata akan menjagaku, setelah itu aku biasakan lagi masuk ruang tertutup,lumayan susah bernapas pada awalnya, tapi aku bisa tahan.
Tiga hari kemudian aku bisa masuk sekolah, dehidrasi berat dan terkadang masih suka lemas melihat ruang tertutup. Lebaii ya? Nggak apa-apa sih lebai, tapi memang begini keadaannya. Aku baru sadar ketika aku ingin buang air kecil, waktu kamar mandinya di tutup aku langsung keluar lagi. Ayah yang heran tanya kenapa, aku menjawab, aku takut dikunci di kamar mandi. Ayah langsung sadar dan dia berkata akan menjagaku, setelah itu aku biasakan lagi masuk ruang tertutup,lumayan susah bernapas pada awalnya, tapi aku bisa tahan.
“Bitaaaa??” Sapaku
melihat Bita di luar kelas, dia langsung tersenyum ceria.
“Kamu udah
sembuh?” Tanyanya khawatir
“Udah dong,
udah masuk sekolah nih, gue udah nggak sabar mau belajar lagi”
Kriiiinggggggg
Setelah 7 jam bergelut dengan buku-buku pelajaran yang membuatku frustrasi akhirnya semuanya berakhirrrr....
Saat aku sedang berkemas, aku melihat Bita kelihatan gelisah sekali, Aku bertanya padanya
Saat aku sedang berkemas, aku melihat Bita kelihatan gelisah sekali, Aku bertanya padanya
“Kenapa sih lo
Bit” dia langsung tergagap dan kaget
“Ehhh,, Ohhh??
Gue nggak apa-apa” Katanya sambil meremas-remas HP nya
“Yaelaah Bit,
lo peres begitu HP lo nggak bakal kering juga kali” Aku menggodanya yang masih
meremas-remas HP-nya
“Hehehehe,,,
Lo langsung pulang?” Tanyanya
“Ohhh,,, Iya
nih, tapi belum ada yang mau jemput. Di SMS nggak dibales” Hahh,, memang dua
kakak itu ya, mana janji manis mereka sekarang?
“Ehm, kita ke
mall sekarang yuk?” Ajaknya, aku tidak perlu berpikir banyak dan langsung
menyetujui.
Akhirnya aku
sama Bita naik taksi ke mall terdekat, aku memang mau membeli novel baru. Yang
lama sudah bosan karena dibaca berkali-kali.
“Yeiiiii,,,
makasih ya Bit udah ngajakin guee... Ahhhh, ini namanya refreshing” Aku sudah
menenteng satu kantung plastik sedang yang berisi tiga novel. Udah tidak sabar membaca.
“Gue yang
makasih karena lo mau ikut, kalo nggak gue bakal ngeraasa bersalah banget”
Ehhh??
♫♫♫
Aku sudah
sampai di rumah, tiduran di kasur sambil baca novel. Ini baru surga dunia.
Tapp tap tap
tap...
Suara langkah
kaki menaiki tangga, Mungkin Kak Dimas. Aku tadi sudah SMS Ibu kalau aku pulang
sendiri.
Tokk tokk
Kak Dimas kenapa sih? Ganggu baca novelku aja? Aku membuka pintu dan kaget melihat siapa
yang datang. Keadaannya juga...
"Kak Lio kenapa?" Tanyaku melihat wajahnya yang kusut dan terlihat lelah dan lebam-lebam
"Nggak apa-apa. Lo baik-baik aja kan??" tanyanya. aku refleks melihat diriku sendiri dan memeriksa
"Gue nggak apa-apa, Kakak kenapa bisa kayak gini?" jawabku bingung, Aku meraba wajah kak Lio yang lebam dan memar. Dia meringis dan berkata Aduh
"Kenapa BB lo nggak aktif?" tanyanya setelah terdiam cukup lama. aku langsung memeriksa BB ku, ternyata mati.
"Oh! mati? padahal baru tadi pagi gue charge lho" aku merasa aneh sendiri
"Haaah" Kak Lio mendesah panjang lalu dengan gerakan cepat memeluku dengan erat
No comments:
Post a Comment